MAINKAN WAYANG : Pramariza Fadhlansyah sedang menjadi dalang wayang kulit ketika di India.
25-29 April 2018 momen yang berharga bagi Pramariza Fadhlansyah dan Rafi Ramadhan. Kakak beradik yang mahir menjadi dalang wayang kulit ini, mengenalkan budaya Indonesia di negeri India.
Laporan : Fahmi Akbar
Anak pertama dan kedua dari tiga bersaudara itu sedang asik berbincang di kantin SDIT Miftahul Ulum (MU), Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, Depok. Sekira pukul 12:00 WIB kemarin, kantin sekolah sedikit ramai, maklum memang waktunya istirahat. Diiringi suara riak gemuruh kipas dan masakan yang sedang digoreng, anak dari pasangan Aswin Fitriansyah dan Ambar Trihapsari berbagi pengalaman selama tampil di Jawaharlal Nehru University, New Delhi. Dihadapan ratusan mahasiswa, cucu dari Rektor Unindra PGRI Jakarta Prof Sumaryoto ini mengaku, tak canggung sama sekali. Dalam benaknya selama pentas ingin menghibur semua penonton dan mengedukasi seni dan budaya asli Indonesia. Lima hari di negeri aktor Bollywood Sahrul Khan, keduanya saling berbagi atraksi dalam memainkan wayang kulit. Bukan hanya perang biasa, tapi perang satria dengan raksasa yang penuh dengan adegan kembangan, jebloskan hingga salto atau koprol jungkir balik dimainkan. “Awalnya deg-degan, tapi setelah cerita wayang dimulai kami langsung keluarkan kemampuan kami berdua,” tutur Prama yang duduk di kelas VII Badar SMPIT MU ini. Sebelum berangkat ke India, kakak beradik yang tinggal di Jalan H Rosid No10 RT1/1 Kelurahan Cinere ini, kemampuan menjadi dalang wayang kulit sudah tumbuh ketika melihat langsung. Tidak ada latihan khusus. Hanya secara otodidak dan melihat video. Dengan seksama keduanya mempelajari mulai dari memegang wayang, memainkan dan memadukannya dengan iringan atau musiknya.
-
Insert : Pramariza Fadhlansyah dan Rafi Ramadhan. Kakak beradik yang mahir menjadi dalang wayang kulit. Bakatnya dalam menjadi dalang bisa dikatakan luar biasa. Prama dan Rafi keseharian menggunakan bahasa Jakarta (Betawi) atau bahasa Indonesia. Tapi, menjadi dalang itu harus bisa berbahasa Jawa yang berstrata. Menurut Prama, banyak orang berpendapat bahwa bahasa Jawa itu gampang-gampang susah. Namun, kedua anak ini ternyata bisa menikmati. Bahkan, kini menekuni secara serius terhadap seni pedalangan yang tidak semua orang Jawa paham dan tertarik untuk mempelajarinya. Melihat sang cucu yang masih kecil sudah tertarik dan berbakat pada seni pedalangan, kata Prama. Kakek membelikan seperangkat gamelan dan wayang milik Ki Anom Suroto. Berangkat dari sepaket gamelan dan wayang, kakak beradik ini terus belajar hingga mahir. Bagi Prama maupun Rafi, tampil di depan umum ditonton orang banyak bukan hal baru. Mereka sudah sering pentas di berbagai kota dan Taman Mini Indonesia Indah. Dari pengalamannya itu, akhirnya membuat mereka berdua mendapatkan undangan secara khusus dari Jawaharlal Nehru University, New Delhi. “Kami berdua senang bisa membawa nama orang tua, sekolah, Depok dan Indonesia,” jelas Prama yang didampingi Rafi yang kini duduk di kelas 4B SDIT MU. Jelang bel berbunyi tanda masuk kelas, Prama menyebutkan dengan singkat, 11-22 Mei 2018 mendatang juga diundang Kedutaan Besar RI di Moscow Pittersbrug, Rusia. “Kami juga akan petas di Rusia selama kurang lebih 12 hari,” terangnnya sembari pamit masuk kelas. Tak jauh dari kantin sekolah, Kepala Bidang Kurikulum SDIT MU, Muzakkir Harun Al Rasyid menyebutkan, di saat orang tua prihatin karena semakin langkanya anak kecil belajar dalang, justru generasi pewaris seni lahir dan muncul dari Depok. Semoga Prama dan Rafi semakin giat memperdalam seni pedalangan tanpa meninggalkan tugas utamanya sebagai pelajar. “Bagi yang ingin tahu seperti apa Prama dan Rafi dalam memainkan wayang, tinggal buka di youtube dan ketik saja dalang cilik Prama,” tandas pria berambut cepak itu.(hmi)