Senin, 22 Desember 2025

Narkoba dan Gangguan Seksual

- Rabu, 18 Juli 2018 | 16:30 WIB
AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
SIDANG TERBUKA UI: Bona Simanungkalit saat memberikan pemaparan di Sidang Terbuka Universitas Indonesia untuk menjadi Doktor dalam Ilmu Epidemologi di Ruang Promosi Doktor, Gedung G Lt.1 Kampus FKM UI Depok, Senin (16/7). DEPOK – Selain persoalan fisik, ada banyak  bahaya yang mengintai bagi para pengguna narkoba. Salah satrunya adalah kadar testosterone yang lebih kecil 43 persen. Kadar testosterone yang rendah ini berpotensi menimbulkan masalah psikis, social hingga kepada gangguan seksual. Hal tersebut diungkapkan dalam disertasi program Doktoral Epidemologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Doktor Bona Simanungkalit yang kemarin sah bergelar doctor dengan nilai memuaskan. Dalam disertasi yang berjkudul Efek Program Rehabilitasi Medis Terhadap Kadar Hormon Testosteron Studi Pada Penyalahgunaan Narkotika Laki Laki di Balai Besar Rehabilitasi Narkotika Badan Narkotika Nasional Indonesia, Lido-Bogor 2017, mengungkapkan, kadar testosterone yang rendah pada pria, berhubungan dengan berkurangnya fungsi seksual, kekurangan energy, gangguan kualitas hidup dan kepadatan mineral tulang. “Gangguan fungsi seksual terutama disfungsi ereksi merupakan masalah signifikan dan umum pada laki-laki  pecandu narkoba,” ungkap Pria jebolan Internasional Diploma in Healt Services Management, Edith Cowan  University Australia tahun 1999 tersebut. Menurut Pangkahila 2006, jelas Bona, disfungsi seksual pada laki-laki dapat menimbulkan gangguan atau hambatan dalam hubungan seksual, akibatnya, kehidupan seksual tidak harmonis. “Salah satu akibat yang mungkin terjadi adalah perceraian. Angka perceraian di Indonesia  beberapa tahun terakhir sangat memprihatinkan,” ungkapnya. Meningkatnya angka perceraian, berbanding lurus dengan penyalahgunaan narkotika  yang meningkat dari tahun ketahun , sehingga dapat diprediksi  penurunan kadar testosterone  akan semakin banyak di temui. “Pemerintah telah membuat regulasi UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebutkan pengguna dan pecandu narkotika wajib di rehabilitasi,” jelasnya. Namun sayangnya, dari penelitian yang dilakukan oleh dokter yang terkenal dengan dokter Marasmus di Puslitbang Gizi Bogor tersebut, rehabilitasi medis tidak mampu meningkatkan kadar testosterone pada pria penyalahgunaan  narkotika. “Penelitian ini perlu penelitian lanjutan dengan waktu yang lebih lama,” jelasnya. Ia menyarankan, hasil penelitian ini menjadi bahan membuat kebijakan dan program penanganan narkotika pada pusat rehabilitasi narkotika tanpa subtitusi narkotika. “rehabilitasi membuat program pada aktivitas fisik atau kegiatan yang menyenangkan sesuai hobi. Misal, Olahraga, bermain music atau melukis,” pungkasnya.  (san)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X