Senin, 22 Desember 2025

Fenomena Pengamen Ondel-ondel di Kota Depok, Pelestarian yang Merendahkan

- Senin, 30 Juli 2018 | 11:12 WIB
AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
PERSIAPAN MENGAMEN : Sejumlah anak yang tergabung dalam Sanggar Betawi Rifqi saat melakukan persiapan sebelum mengamen dengan membawa ondel-ondel di kawasan Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Minggu (29/7). DEPOK - Saat ini  pasti warga Depok sudah tak asing lagi melihat Ondel-ondel keliling. Banyak yang suka dengan aktraksinya di jalan, tapi ada juga yang tidak setuju dengan hadirnya budaya asli Betawi tersebut. Kenapa?, karena ondel-ondel kini dijadikan untuk mengamen. Anggota Komisi D DPRD Kota Depok Lahmudin Abdullah menganggap, pengamen Ondel-ondel sebagai upaya sosialisasi bahwa inilah budaya Betawi tempo dulu yang nyaris punah, dan kini perlu dilestarikan. Tapi, terkesan ada makna yang merendahkan, karena dijadikan alat ngamen. “Kok apa yah, tidak menarik dan tidak terkesan sesuatu lagi, ketika sudah seperti itu. Tetapi, para tokoh budaya kita bisa saling memelihara budayanya dengan baik,” tutur Lahmudin. Siang kemarin, satu keluarga sedang berkumpul di sebuah kontrakkan di Jalan Buni I RT04/RW14 Kelurahan Beji. Tampak barongan Ondel-ondel berukuran besar sekitar dua meter terpajang di luar rumah. Ternyata, lokasi tersebut adalah tempat berkumpulnya para seniman yang tergabung dalam Sanggar Betawi Rifqi. Saat awak media Radar Depok singgah, disambut oleh pemilik sanggar bernama Putri. Ia menyebutkan, sanggar Betawi Rifqi sudah terbentuk sejak empat bulan lalu. Digerakkan bersama keluarga, di awali atas keprihatinan adiknya dan anak-anak lingkungan sekitar yang putus sekolah. “Adik saya dan beberapa anak di sekitar yang tergabung di sanggar hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar,” tutur Putri kepada Radar Depok. Ketika itu, Putri mencoba meminta bantuan saudaranya di wilayah Gaplok, Pasar Senin Jakarta, yang memiliki Sanggar Irama Betawi Jakarta untuk dibuatkan ondel-ondel. Bermodalkan dua barongan, dibantu dua adik dan sahabatnya, Sanggar Betawi Rifqi mulai turun ke jalan dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Putri mengakui, tidak sedikit masyarakat yang kurang senang pertunjukan Ondel-ondel di jalan. Namun, semua itu dia tepis dan ingin membuktikan bahwa ondel-ondel turun ke jalan memiliki pesan kepada masyarakat. Mereka ingin mengenalkan dan mempertahankan salah satu budaya Betawi, Ondel-ondel. “Kami tidak ingin anak-anak hanya mengetahui ondel-ondel melalui cerita maupun membaca di buku,” terang perempuan yang memiliki satu anak ini. Putri menganggap, ondel-ondel turun ke jalan dan menghibur masyarakat sebagai bukti bahwa eksistensi budaya Betawi masih ada dan akan terus dipertahankan. Sebagai anak Betawi, dia tidak ingin ondel-ondel menjadi punah sehingga dirinya harus membuat gerakan dengan mendirikan sanggar. Putri mengakui, dalam sehari Sanggar Betawi Rifqi dari hasil mengarak ondel-ondel menghasilkan uang sekitar Rp300 ribu. Namun, uang tersebut dia bagikan kepada anak yang berkeliling. Selain pengarakan Ondel-ondel, Sanggar Betawi Rifqi pernah dipanggil untuk mengisi hiburan hajatan masyarakat dan penerimaan siswa baru sekolah di wilayah Jakarta. “Saya tidak ingin karena ekonomi anak sanggar melakukan hal yang tidak baik, lebih baik saya yang mengalah dan mereka senang mendapatkan hasil mereka,” ucap Putri. Duduk dengan santai, Putri memiliki impian untuk sanggarnya, yakni ingin menambah beberapa alat tradisional, seperti gong, gendang, tean, dan kecrekan. Dia ingin lebih menonjolkan kesenian dan mempertahankan Betawi. “Apalagi kemarin merupakan lebaran Betawi dan anak sanggar sangat sumringah mengarak ondel-ondel,” tandas Putri. Sementara itu, di tengah persiapan pengarakan, salah satu pengarak Ondel-ondel Sanggar Betawi Rifqi, Juniarta Eki mengatakan, aksinya mengarak Ondel-ondel merupakan hal yang menyenangkan. Selain memberikan hiburan kepada masyarakat, sebagai anak Betawi dirinya berusaha mempertahankan kesenian Betawi. “Saya bersama Alfin Cahyono Nugroho, Ridho Akbar, Albi secara bergantian memainkan ondel-ondel di jalan,” ujar Eki. Pria berusia 16 tahun tersebut mengungkapkan, bermodalkan amplifier, speaker, dan gerobak, dirinya beriap menelusir jalan. Dia bersama dengan tiga temannya mulai melakukan pengarakan sejak pukul 13.00 hingga 22.00. Sejumlah wilayah yang menjadi wilayah penelusurannya seperti Pondok Labu, Warusila Jagakarsa, hingga Pasar Minggu. Sambil malu-malu, sekali jalan dia menghasilkan uang sekitar Rp300 ribu perhari. Uang tersebut nantinya dibagikan kepada temannya dan kakaknya yang meminjamkan barongan dan alat musik. Uang saweran tersebut, dia bersama temannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan diberikan kepada orang tuanya. “Kami tidak ingin menyusahkan orang tua namun ingin memberi ke orang tua,” ujar Eki. Saat mengarak ondel-ondel, lanjut Eki selalu menekankan kepada temannya untuk selalu waspada saat melintas di jalan raya. Uniknya, walau bertelanjang kaki menyusuri jalan, tidak ada rasa keluhan sakit dan hal itu sudah menjadi kebiasaannya. Bahkan, dia menilai apabila menggunakan sendal, dirinya kerap tersandung sehingga dia merasa lebih nyaman bertelanjang kaki. Eki menambahkan, apabila tidak mengarak ondel-ondel, dia kerap memanfaatkan waktu luang untuk menghias ondel-ondel maupun membuat rambut ondel-ondel. Hal itu dia lakukan, semata-mata kecintaan terhadap kesenian Betawi dan berusaha mempertahankan budaya tersebut. Terpisah, giat pengamen Ondel-ondel dijadikan pilihan membantu membiayai sekolah. Seperti dilakukan warga Kampung Sidamukti Kelurahan Sukamaju, Cilodong, yaitu Pahmi Al Ajis(16), Muhammad Aldy(15), Muhammad Mama Muhammad Kama Aditia(17), dan Mutia Azzahra(14). Ditemui di depan warung bakso Jalan H. Abdul Gani Raya, Kalibaru Cilodong, Muhammad Kama Aditia mengungkapkan, mereka baru satu bulan ini menjalankan profesi sebagai pengamen Ondel–ondel. “Alhamdulilah hasil mengamen cukup lumayan. Sehari kami bisa menghasilkan uang Rp250 Ribu,” ungkap Aditia. Ondel–ondel tersebut bukanlah milik mereka sendiri, melainkan disewa dari seseorang di daerah Margonda dengan sewa sehari Rp90 Ribu, sudah dilengkapi satu unit Ondel–ondel dan gerobak sound. “Kalau ngambil dan pulangin Ondel–ondel kami pakai motor,” katanya. Empat sekawan tersebut biasa beroperasi di wilayah Kecamatan Cilodong dan di sekitaran Perumahan Villa Pertiwi. Biasanya mereka mulai mengamen dari jam tiga sore hingga jam sepuluh malam. “Perharinya hasil mengamen kalau kami bagi empat Rp30 ribu sampai Rp40 Ribu,” ujarnya. Mereka mengaku sudah mendapatkan izin orang tua. Alasan lainnya, mengisi kekosongan waktu dan dapat membantu ekonomi keluarga. “Bobot Ondel–ondelnya lumayan berat, kasihan kalau cewek ikut ngangkut. Jadi kami yang cowok gantian,” terangnya.(dic/dra)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X