Senin, 22 Desember 2025

Polisi-Jaksa di Radar KPK

- Sabtu, 24 November 2018 | 10:25 WIB
Ilustrasi penyidik KPK saat sedang melakukan penggeledahan. (jpnn/jawapos.com) DEPOK - Komisi Anti Rasuah geleng-geleng kepala, melihat kasus korupsi yang digarap Polresta Depok dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, tak kunjung usai. Kasus yang membelit mantan Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekda Depok Harry Prihanto ini, diduga telah merugikan negara Rp10,7 miliar berkasnya hanya berputar-putar saja. Kepada Harian Radar Depok, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan mengatakan, masih membiarkan dan melihat pihak kepolisian dan kejaksaan yang bekerja. KPK itu merupakan koodinator dari seluruh tindakan yang berhubungan dengan korupsi. “Jadi, setiap penanganan tindak pidana korupsi di daerah kita, tidak hanya Depok, pasti diawasi,” ucap Basaria, di Savero Hotel, Jalan Margonda, Jumat (23/11). Penanganan kasus korupsi Jalan Nangka ini, kata dia, menggunakan sistem Elektronik Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (E-SPDP). ESPDP merupakan sarana saling bertukanya informasi penyidikan tindak pidana korupsi (Tipikor). Antara tiga lembaga, baik dari KPK, Polri dan Kejaksaan yang tengah berjalan untuk dilakukan koordinasi dan supervisi. Sehingga perkara yang ditangani oleh tiga lembaga penegak hukum dapat diketahui secara bersama. “Kita awasi dengan sistem E-SPDP online, jadi semua yang dilaporkan kasus tipikor tidak hanya di Depok saja. Jadi kita semua bisa kontrol kalau kita anggap itu perlu di koordinasi dan disupervisi, nanti kita akan datang,” ujar Basari. Saat ditanyakan terkait pemanggilan Kejaksaan Negeri Kota Depok, KPK untuk diperiksa. Jenderal Polisi Bintang Dua ini menegaskan, belum mengambil secara keseluruhan kasus ini. “Belom ada, karena kasusnya belum semua kita take over,” tuturnya. Sementara, Pakar Politik dan Pemerintahan dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Profesor Asep Warlan Yusuf menilai, kasus yang menjerat mantan Walikota Depok, dan Sekda Kota Depok, kedua lembaga polisi dan kejaksaan harus lebih teliti dalam menyiapkan berkas. Pasalnya, kelengkapan berkas sangat dibutuhkan dalam tahapan hukum selanjutnya. “Secara aturan memang diperbolehkan mengembalikan berkas ke Polisi, tapi kan seharusnya jangan sampai terjadi,” ujar Prof Asep hanya kepada Harian Radar Depok, kemarin. Sebagai bentuk kepastian hukum, aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut juga harus bekerja maksimal, dan terbuka. “Harus terbuka, karena ini kan masalah kepentingan masyarakat luas. Semua berhak mengetahui prosesnya, sesuai dengan undang-undang keterbukaan publik,” papar Prof Asep. Dia juga menekankan, jangan sampai kasus tersebut di SP3. Meskipun penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP. “SP3 hanya bisa dilakukan jika terjadi nebis in idem atau seseorang tidak boleh dituntut dua kali. Karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan tersangka meninggal dunia,” tegasnya. Sebelumnya, kasus rasuah Jalan Nangka yang melibatkan mantan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail, dan eks Sekda Kota Depok Harry Prihanto dikembalikan lagi oleh Kejaksaan Negeri ke Polresta Depok, Selasa 13 November 2018. “Iya (sudah dikembalikan) ke dua kalinya pada kami untuk memenuhi petunjuk-petunjuk dari jaksa yang dirasa belum lengkap,” ujar Plh Kasubbag Humas Polresta Depok, AKP Firdaus. Pengembalian berkas tersebut dilakukan pekan lalu. Tapi, Firdaus tidak menjawab berkas dokumen mana yang harus dilengkapi. Ia mengatakan, hingga kini pihaknya masih melengkapi berkas penyidikan NMI. “Yang pasti penyidik akan memenuhi petunjuk-petunjuk dari JPU yang harus penyidik penuhi, dan secepatnya kita akan coba penuhi dan kembalikan ke Kejari,” ucap Firdaus. Firdaus mengatakan, berkas-berkas NMI dan Harry yang belum lengkap tersebut akan menjadi atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kalau KPK kan emang kita sudah pernah gelar juga, jadi P 18 (Hasil penyelidikan belum lengkap) yang ke dua ini emang di asestensi oleh KPK,” ucap Firdaus. Perlu diketahui, sebelumnya pada 4 Oktober 2018 Kepala Kejari menyebutkan bahwa berkas kasus NMI dikembalikan lagi oleh Kejari ke penyidik tim Tipikor Polresta Depok, karena kurang lengkap. “Berkas tersebut sudah P-19 dan harus dikembalikan lagi ke tim penyidik Tipikor Polres Depok dari tim Kejari Depok, karena masih kurang lengkap,” tutur Sufari, beberapa waktu lalu. Setelah berkas diserahkan oleh tim Tipikor Polresta Depok ke Kejari Depok yang kemudian diteliti serta diperiksa berkas oleh tim bidang Pidana Khusus Kejari Depok, terpaksa dikembalikan lagi karena masih ada kekurangan data dalam pemberkasan untuk dilengkapi kembali. Kemudian pada 22 Oktober 2018, tim Tipikor Polresta Depok kembali mengembalikan berkas NMI ke kejaksaan, karena berkas dianggap sudah lengkap. Sementara, awal November Kejari Depok kembali mengembalikan berkas NMI dan HP ke Polresta Depok.(irw/rub/cr2)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X