Ust. Achmad Solechan, Plt Ketua PCNU Kota Depok
Oleh: Ust. Achmad Solechan
(Plt Ketua PCNU Kota Depok)
Sampai saat ini sebagian besar manusia meyakini bahwa kehidupan dunia ini diciptakan oleh Tuhan. Sedangkan manusia berstatus makhluk ciptaan yang dituntut untuk melakukan penghambaan kepada-Nya sekaligus berperan mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Dua fungsi manusia ini secara tidak langsung merupakan instrumen manusia untuk tetap berorentasi dalam bingkai keilahian. Dalam konteks ini manusia membutuhkan agama sebagai sebuah konsep orisinil dari Tuhan.
Agama adalah wahyu Tuhan yang konsepsinya dapat diyakini dan dijalankan melalui kitab suci. Jadi Tuhan yang abstrak dapat terpotret secara nyata ketika manusia mampu mengimplementasikan ajaran agama dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman atas agama di atas tentunya sangat bertolak belakang dengan pendapat yang mengatakan bahwa agama datang dari masyarakat itu sendiri.
Kitab suci suatu agama adalah wahyu Tuhan yang bersifat sakral yang diperuntukkan bagi manusia. Meskipun dalam agama itu terdapat unsur kesakralan namun dalam praktiknya harus berdampak sosial. Ucapan syahadah (persaksian) dalam Islam, misalnya, mengandung spirit pembebasan manusia dari segala bentuk peminggiran, marginalisasi, ketertindasan, diskriminasi yang diciptakan oleh konstruksi sosial tertentu. Konsep zakat juga dapat mendorong kemunculan solidaritas sosial di tengah masyarakat sehingga mewujudkan gerakan masyarakat menuju tata kehidupan yang berkeadilan dan pemerataan kemakmuran.
Dalam konteks inilah masyarakat Barat sering keliru dalam menempatkan kesakralan agama. Kesakralan agama sering dicurigai dan dimaknai sebagai unsur yang menghambat kemajuan peradaban manusia. Kondisi manusia yang jumud dan terbelakang juga ditafsirkan sebagai implikasi dari doktrin agama yang normatif dan spekulatif.
Selain berdimensi ritual dan sakral, agama juga berdimensi peradaban (tsaqafah dan tamaddun). Maksudnya, nilai agama sebagai landasan manusia untuk melakukan kreasi-kreasi dan inovasi dalam kehidupannya. Kreasi (atau al-ibda’ bi al-jadid) dan inovasi (al-akhzdu bi al-jadid) yang berlandaskan agama akan melahirkan sebuah peradaban yang luhur. Pada dimensi ini agama melihat nilai-nilai kemanusiaan, misalnya “kedamaian”, tidak hanya sebatas suasana yang tampak di permukaan, tapi juga “kedamaian” sebagai simbol bagi kebenaran-kebenaran transenden tertentu.
Pada tataran empirik, penemuan partikel-partikel atom, misalnya, tidak akan diorientasikan untuk membunuh manusia, tapi untuk membangun peradaban manusia. Seperti untuk pembangunan tenaga listrik. Jadi, penelitian-penelitian keilmuan tidak akan diproyeksikan untuk memusnahkan manusia tapi untuk memakmurkan manusia. Kesakralan agama yang berdimensi aqidah, ibadah, tsaqafah dan tamaddun adalah sebuah penegasan tentang Islam sebagai landasan kehidupan manusia yang tidak hanya sebatas koleksi praktik-praktik ritual yang diterima dan konvensional. Singkatnya, sebagai wahyu Tuhan, sakralitas agama adalah sebuah kemutlakan. (gun)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:27 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:26 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:06 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 22:41 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 15:10 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:00 WIB
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:14 WIB