Senin, 22 Desember 2025

Calon DPD itu Apa

- Rabu, 13 Februari 2019 | 09:55 WIB
AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
SIMULASI PEMILU : Warga saat berpartisipasi mengikuti Simulasi Pemilu yang diadakan Harian Radar Depok di kawasan Terminal Kota Depok, kemarin. DEPOK–Pemilihan umum (Pemilu) tahun 2019 sudah di depan. Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengenal para calon, di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat.   Hal tersebut, terungkap dari hasil simulasi pemilihan calon DPD Dapil Jawa Barat yang dilakukan Radar Depok. Simulasi ini untuk melihat tingkat partisipasi masyarakat. Titik yang menjadi lokasi simulasi yakni, kawasan Mal Depok Town Square, Terminal Margonda, Universitas Gunadarma dan Universitas Indonesia, Pasar Kemirimuka, Stasiun Depok Lama, serta di 11 kecamatan.   “Rata-rata para pemilih tidak mengenal calon. Terutama calon DPD,” kata Azhar, relawan simulasi yang merupakan mahasiswa Bina Sarana Informatika (BSI) Margonda Depok.   Ada sebanyak 1.000 spesimen surat suara pemilihan calon DPD RI. Persentase pemilih laki-laki sebesar 58,76 persen, dan perempuan 41,23 persen. Total suara sah sebanyak 764. Sementara suara tidak sah 236. “Rata-rata responden memilih asal kotanya (para calon DPD),” kata Azhar.   Raihan suara terbanyak didapat nomor urut 34, K.H Amang Syafrudin asal Kota Depok. Dia mendapat 134 suara. Di peringkat kedua ada nama Suwidi Tono nomor urut 61 dengan 63 suara. Disusul seniman lawak Oni Suwarman nomor urut 24 dan Udi nomor urut 66, yang sama-sama memperoleh 54 suara.   Oni Suwarman berasal dari Kota Bandung sedangkan Udi dari Kota Depok. Ada pula nama Abdul Rozak nomor urut 21 yang memperoleh 42 suara. Sedangkan Euis Mully Mulyati nomor urut 47 dipilih 33 responden.   Melihat fakta ini, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI), Aditya Perdana meyakini jika masing-masing calon anggota DPD RI memiliki strategi politik untuk menggaet suara pemilih.   “Pemilu 2019 baru pertama kali dilakukan secara serentak. Saya melihat fokus news (pemberitaan) ada di pemilu presiden. Tapi saya yakin, politisi atau calon DPD dan partai punya strategi. Bagaimana mereka harus bertahan hidup,” ulas Aditya.   Tentu saja, kata dia, calon DPD RI yang paling diuntungkan pada pemilu serentak ini adalah petahana. Tinggal bagaimana memelihara dan kembali turun ke kantong-kantong suara daerah pemilihan.   “Pemilihan DPD kan tidak berbeda dari sebelumnya. Tapi memang maksud saya yang agak repot ini calon baru. Mereka harus mencari simpati masyarakat, stigma di asosiasi misalnya. Beda dengan calon petahana seperti Oni Suwarman yang juga seniman, dia punya keuntungan sendiri,” katanya.   Aditya melihat pemilihan calon DPD RI mempunyai khas tersendiri. Bagaimana setiap calon harus berjuang tanpa membawa embel-embel partai politik. “Saya nggak melihat spanduk calon DPD di jalan. DPD ini unik, lebih kepopuleran full ke kendidat. Jadi ya tergantung perjuangan si kandidatnya itu sendiri,” sambungnya.   Akan tetapi, untuk meraih satu juta suara bukan perkara mudah. Para calon DPD memerlukan perjuangan ekstra dalam merebut simpati masyarakat. “Saya yakin calon DPD RI terutama politisi dan mantan politisi punya insting, mereka akan keliling tanpa harus dipublish oleh media,” tutup Aditya.   Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok, Nana Shobarna tak memungkiri jika calon anggota DPD terkesan kurang populer di masyarakat, karena sosialisasi secara pemberitaan kurang menyoroti pemilihan DPD.   Tetapi, sebagai bagian dari upaya KPU, melalui website, pihaknya sudah menayangkan untuk DPD dari tiap provinsi, walaupun akan jarang sekali masyarakat yang mengecek di kanal itu. “Secara fasilitas, KPU sendiri sudah memiliki link untuk menyampaikan siapa saja calon anggota DPD yang berasal dari Jabar, kemudian dapat diketahui secara umum,” kata Nana, terpisah.   Dalam setiap sosialisasi, kata Nana, secara umum KPU Kota Depok selalu menyampaikan bahwa pada 17 April 2019 ada lima pemilihan, yakni Pilpres, Pileg (DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) dan Pemilihan anggota DPD.   “Termasuk lima jenis surat suaranya. Kemudian kami juga dibantu relawan demokrasi dan jajaran PPK serta PPS untuk menginformasikan Pemilu 2019 dengan menyertakan spesimen/contoh surat suara yang akan diterima di TPS, itu termasuk calon anggota DPD,” terangnya.   Nana juga mengakui, minat dan popularitas dari calon anggota DPD banyak yang kurang dikenal masyarakat, karena mereka bisa dari daerah lain. Selain itu, terkait alat peraga kampanye (APK) yang sudah difasilitasi dan dibuatkan oleh KPU kepada seluruh calon anggota DPD, hanya beberapa calon saja yang mengambil ke kantor KPU Kota Depok, atau sekitar 10 persen yang mengambil.   “Total calon anggota DPD di Jabar sendiri ada 50 orang, tapi terakhir saya cek baru ada enam atau tujuh orang yang mengambil APK yang difasilitasi KPU,” ujarnya.   Nana melihat hal ini, karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dari setiap calon anggota DPD tersebut. Walaupun pihaknya sudah diberikan narahubung atau timses tiap calon anggota DPD. “DPD itu kan adanya di KPU Provinsi Jabar, KPU menyampaikan nama-nama LO untuk di provinsi tiap calon anggota DPD-nya. LO ini pun mereka bingung ketika dikonfirmasi, kami menyampaikan APK-nya sudah jadi, silakan diambil, tapi jawabannya nanti-nanti, tarsok-tarsok, itu sampai sekarang. Itu disiapkan di bulan Oktober 2018,” katanya.   Artinya, sambung Nana, fenomena ini, di satu sisi masyarakat jika pasif mereka tidak akan tahu. Di sisi lain dari calon anggota DPD sepertinya kurang all out di daerah lain, jadi hanya bergerak di kota/kabupaten mereka tinggal dan mengesampingkan 26 kabupaten/kota lainnya di Jabar. “Bisa jadi seperti itu, mereka fokus di wilayah mereka saja,” imbuh Nana.   Anggota DPD sesungguhnya sebagai utusan atau keterwakilan daerah, meski mereka punya fungsi legislasi, secara umum mereka lebih cenderung bidang kerjanya terkait kedaerahan. Contohnya terkait pemekaran wilayah, potensi atau kearifan lokal di satu daerah. “Itu cenderung menjadi tugas mereka, juga terlibat dalam proses pembuatan undang-undang,” ungkapnya.   Jadi, Nana menegaskan, keberadaan anggota DPD menjadi penting. Sehingga, pihaknya mengimbau agar masyarakat harus peduli juga menggunakan hak pilihnya dengan memilih anggota DPD, sebab hal tersebut merupakan bagian dari konstitusi dan tidak bisa dilepaskan. “Saya mengajak kepada masyarakat untuk pemilu ini harus aware kepada seluruh jenis pemilihan yang kita lakukan, mulai dari Pilpres, Pileg dan Pemilihan DPD. Jangan kita hanya cenderung memilih jenis pemilih yang satu saja. Karena kita laksanakan serentak pada 17 April 2019 itu untuk 5 jenis pemilihan,” beber Nana.   Terpisah, salah satu petahana DPD RI, Ayi Hambali tahun ini mengaku, akan lebih fokus ke Depok. Ketika ditanya terkait perolehan suara yang tidak terlalu baik di Kota Depok, pihaknya memang belum fokus di Kota Depok. “Setiap anggota DPD kan memiliki fokusnya masing-masing, kebetulan saya belum fokus di Kota Depok,” kata Ayi Hambali kepada Harian Radar Depok, kemarin. Dia mengaku, tidak memiliki banyak pendukung di Kota Depok, meski demikian pihaknya tidak tebang pilih dalam membela daerah. Terbukti, dia mau terjun langsung ke Kota Depok, untyukj membela hak pedagang Pasar Kemirimuka. Namun demikian, pihaknya akan terus berupaya untuk mengunjungi daerah yang memang membutuhkan bantuan DPD RI dalam menyelesaikan masalah di daerah, termasuk Kota Depok. “Dalam waktu dekat juga saya akan kunjungi Kota Depok. Bukan hanya sekedar kampanye, tapi lebih kepada tanggung jawab pelaksanaan tugas,” tutup Ayi Hambali.(ram/cky/rub)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X