Senin, 22 Desember 2025

Kisah Pendiri Panti Asuhan Yatim dan Dhuafa Alhayya : Pernah Dikejar Satpol PP, Kini Punya Gedung Tiga Lantai (1)

- Senin, 9 Desember 2019 | 09:03 WIB
LEBIH MANDIRI : Pengurus Panti Asuhan Yatim dan Dhuafa Alhayya, Ustad Redi Gunawan (tengah) berfoto bersama anak asuhnya, usai menggelar kegiatan, beberapa waktu lalu. FOTO : ALHAYYA FOR RADAR DEPOK   Rintangan dan tantangan dilewati dengan sabar dan ikhlas oleh Ustad Redi Gunawan dalam mendirikan panti asuhan Yatim dan Dhuafa Alhayya.  Laporan: M. Agung HR – Depok  RADARDEPOK.COM - Sebaik-baiknya Manusia Adalah yang Bermanfaat untuk Orang Lain, dan yang Paling Baik Akhlaknya. Kalimat tersebut terpampang jelas di sebuah tembok dan menyambut awak media ketika pertama kali memasuki area Panti Asuhan Yatim dan Dhuafa Alhayya, yang terletak di Jalan H. Muhidin RT01/02 Kelurahan Cipayung Jaya, Kecamatan Cipayung. Di tempat itulah sebagai cikal bakal puluhan anak yatim dan dhuafa dari berbagai wilayah dibina dan di didik, bahkan disekolahkan. Pendiri panti asuhan dan dhuafa Alhayya, Ustad Redi Gunawan menuturkan, nama Alhayya diambil dari nama orang tuanya, yaitu nama ayahnya Hadim dan ibunya bernama Yaya. Setelah disatukan maka muncullah nama Alhayya, jika dalam bahasa Arab artinya Sang Pemalu. Ia berharap, nama itu menjadi doa. Ayah ustad Redi telah meninggal pada tahun 2002, sedangkan ibunya meninggal di tahun 2012. “Alhamdulillah nama mereka hingga kini tetap ada. Bahkan ada dalam hadits dikatakan Alhayya'u minal Iman, yang artinya malu itu bagian daripada iman,” ucap ustad Redi kepada Radar Depok. Dan panti yang diasuhnya telah mempunyai SK dan izin dari pihak terkait. Perjalanan hidupnya di Kota Depok ia mulai di Pondok Pesantren Qotrun Nada Cipayung, mengabdi sebagai guru Bahasa Arab pada tahun 2005 hingga 2015. Kurang lebih sepuluh tahun ia bergabung dengan ponpes pimpinan KH Burhanudin Marzuki dalam mencetak generasi bangsa yang berakhlak Islami. Lalu di akhir perjalanan pada 2015, ustad Redi mencoba mempunyai relasi di luar dan mengajar di sebuah yayasan panti asuhan yatim dan dhuafa Sakinah, yang dipimpin KH Bagja Wijaya di Rangkapan Jaya Kecamatan Pancoranmas. Sama halnya di Qotrun Nada, di yayasan tersebut ia pun mengajar bahasa Arab. Walaupun ustad Redi mengenal pendiri yayasan sejak 2014. Ia mengaku, perasaan saat mengajar di panti asuhan sangat berbeda dibandingkan ketika ia mengajar di pesantren. Dengan alasan, mayoritas penghuni panti adalah yatim dan dhuafa. Mereka memiliki latar belakang tidak adanya dukungan dari keluarga. Menurut ustad Redi, di panti ia merasa lebih care dan benar-benar merasa ikhlas. Karena merekalah orang-orang yang harus dibantu. “Tetapi bukan berarti di Qotrun Nada tidak dibantu. Karena santri di sana saya kira sudah cukup dari segi ekonomi dan sebagainya, berbeda kondisinya dengan anak panti,” kenang Redi. Atas dorongan seorang sahabat, Redi pun tertantang untuk membangun sebuah panti asuhan yang membina yatim dan dhuafa. Ditambah lagi pesan dari gurunya, yaitu ustad itu bukan sekedar bicara, tetapi harus praktik. “Benar gak, kalau kita ngurusin yatim, akan selalu ada rezekinya. Wah, tantangan ini. Akhirnya saya pun termotivasi. Walau pun dalam hati saat itu masih bimbang,” terangnya. Hingga akhirnya pada 10 September 2015, Redi memberanikan diri membuka panti asuhan yatim dan dhuafa dengan nama Alhayya. Panti tersebut menggunakan rumah Redi sebagai tempat pembinaan dalam mengasuh dan mendidik anak yatim dan dhuafa. Awal dibuka panti hanya diisi dua orang anak dari keluarga pra sejahtera dan putus sekolah. Kemudian kedua anak itu ia sekolahkan dengan dana pribadi, walaupun ia harus jatuh bangun menyemangati mereka agar mau tetap sekolah. Lama-kelamaan dua anak ini tidak betah, karena tempat tinggalnya tak jauh dari panti, mereka memilih pulang. Namun, Redi tidak berputus asa. Kemudian ia menemukan dua bocah asal Bojonggede, Rasyid dan Muhammad Zakaria Ramadhan. Guna menghidupi kedua anak tersebut, ia mencoba mencari dana berkeliling menggunakan sebuah kardus dengan tulisan Sumbangan Yatim dan Dhuafa. Hal itu ia lakukan di luar Kota Depok. Di tahun pertama, saya mencari dana dari pasar ke pasar menggunakan kardus. Banyak suka duka yang dilalui. “Sukanya, Allah kasih saya semangat, tidak ada malu sedikitpun. Sedangkan dukanya terkadang dapat cibiran orang, dikejar satpam. Bahkan di Pasar Minggu ditangkap Satpol PP, karena dituding sumbangan ilegal. Setelah dijelaskan akhirnya petugas itu mengerti,” tutur Redi. Setahun berjalan, Redi memutuskan tidak lagi meminta sumbangan pakai kardus. Alhasil, sepanjang perjalanan sepuluh tahun itu sudah memiliki sepuluh anak binaan, tepatnya tahun 2016. Memasuki tahun 2017, Redi bersama istri dan ustad Agus mendapat rezeki untuk berangkat Umrah. Ia melanjutkan, dulu panti tersebut hanya berbentuk rumah berukuran 110 meter dengan 8x12, hanya ada tiga kamar. Tetapi kini berkat bantuan dari berbagai pihak panti tersebut sudah berdiri tiga lanti dengan anak yatim sebanyak 60 orang, laki-laki dan perempuan dari berbagai latar belakang. (*)   Editor : Pebri Mulya

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X