BERAKTIFITAS : Petugas berjalan di depan Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jalan Prof. Dr. Latumenten No1 RT01/RW04 Jelambar, Grogol, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. FOTO : AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK
RADARDEPOK.COM, DEPOK - Gawai adalah suatu peranti atau instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Setiap tahun, perusahaan produsen berbagai jenis gawai mengeluarkan fitur dan teknologi yang kian mutakhir.
Seiring berkembangnya teknologi bukan hanya manfaat gawai saja yang dirasakan masyarakat, tetapi dampak negatifnya juga mulai muncul, salah satu dampak negatifnya adalah gangguan kejiwaan karena gawai.
Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial RS Marzuki Mahdi Bogor, dr. Lahargo Kembaren mengatakan, ada beberapa contoh orang sudah mengalami gangguan jiwa akibat gawai atau yang disebut dengan adiksi.
Lahargo menyontohkan seorang remaja tampak memegang gawainya sambil berjalan menyusuri koridor di depan kelasnya, tanpa menyadari ada beberapa teman yang memanggilnya karena facebook dan twitter rasanya lebih menarik baginya. Ada juga seorang ibu rumah tangga yang tidak menyadari suaminya sudah pulang dari kerja karena sedang chatting di gawai milikinya.
“Memang benar jargon yang mengatakan gawai itu mendekatkan yang jauh tetapi menjauhkan yang dekat,” ungkap Lahargo kepada Radar Depok.
Sebuah penelitian di Korea seperti dipaparkan pada American Psychiatric Association's (APA's) 2013 Annual Meeting, menunjukkan bahwa pada remaja pengguna gawai yang aktif didapatkan adanya perubahan perilaku yaitu : mudah mengalami banyak keluhan somatik/fisik, konsentrasi yang menurun, depresi, cemas, kenakalan remaja dan menjadi lebih agresif.
“Mereka yang mengalami adiksi gawai juga mengalami penurunan kualitas belajar dan bekerja,” katanya.
Penggunaan gawai dimulai sejak tahun 2000 mengalami peningkatan bermakna menjadi lebih dari 50 persen di tahun ini. Hampir di semua negara memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan perilaku.
“Manfaat dari gawai memang banyak karena bisa mempermudah komunikasi dan informasi tetapi kita juga harus mewaspadai bahayanya bila sudah menjadi suatu adiksi, adiksi gawai. Mereka yang mengalami adiksi gawai cenderung untuk mengabaikan interaksi sosialnya yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh seseorang yang sehat mental,” tuturnya.
Menurutnya, hal inilah yang memudahkan mereka mengalami adiksi gawai untuk jatuh pada gangguan-gangguan psikiatri. Ada beberapa tanda untuk mengenali orang dengan gejala adiksi gawai. Misalnya, tidak pernah mematikan gawai, tidur dengan gawai, mengecek aplikasi di gawai sebelum tidur, bermain gawai sambil berkendara.
“Adiksi gawai juga bisa ditandai dengan rutinitas mengecek gawai saat merasa bosan, saat rapat, saat di bioskop maupun tempat ibadah, sering mengupdate status, mengecek status orang meski dalam waktu sibuk,” bebernya.
Menurutnya, apabila seseorang mengalami hal-hal di atas maka bisa dikatakan bahwa dia mengalami suatu adiksi gawai dan perlu mengurangi penggunaan gawai untuk beberapa waktu. Para ahli mengatakan bahwa cara terbaik untuk menghindari dari adiksi gawai adalah dengan mematikan gawai kita secara periodik, ini akan membuat kita lepas dari ketergantungan tersebut dan membuat kita lebih bisa berkomunikasi secara sosial dengan orang-orang di sekitar kita yang tentunya lebih menyenangkan.
Ketika disinggung mengenai adanya pasien anak dengan gangguan adiksi gawai, Lahargo mengakui ada satu pasien anak yang dirawat jalan dengan gejala adiksi gawai. “Anak ini pasien tahun 2019,” jelasnya.
Meski begitu lanjutnya, saat ini belum bisa memastikan apakah ada pasien anak dari Depok yang dirawat di RS Marzuki Mahdi, karena harus mengecek data rekam medic pasien satu persatu.
“Kalau data warga Depok sejauh ini belum ada yang kena adiksi gawai, karena harus dilihat rekam medis pasien satu persatu,” tandasnya.
Terpisah, suasana Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan atau lebih dikenal RSJ Grogol di Jalan Prof. Dr. Latumeten No1 RT01/RW04 Jelambar, Grogol, Jakarta Barat nampak begitu lengang. Tapi semua petugas sudah siap dan menempati posisi yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Dirut RS Dr Soeharto Heerdjan, Laurentius Panggabean mengatakan pasian rawat inap di RSJ Grogol mencapai 170 orang dari kapasitas 300 orang.
“Memang kondisinya sedang sepi, hampir setengahnya kosong,” kata Laurentius kepada Radar Depok.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi ruang pemeriksaan anak dan remaja. Aktifitas pasien meningkat.
“Sebelum tahun 2017, pasien rawat inap setiap bulannya hanya satu. Sekarang sebulan ada dua yang dirawat inap,” kata Laurentius.
Artinya, setiap bulannya ada dua warga Jakarta yang terpapar gangguan jiwa akut gara-gara gadget. “Kalau yang rawat inap saja naik, apa lagi yang rawat jalan. Ada juga konsultasi ke dokter,” tutur Laurentius.
Saat memasuki ruang pemeriksaan bagi anak dan remaja suasana begitu ramai, seperti taman bermain, dilengkapi mainan yang ditempatkan di sudut ruangan pada lantai empat RSJ Grogol.
Memasuki pintu utama RSJ Dr. Soeharto Heerdjan di kiri receptionis terdapat lif. Naik dan tekan tombol angka 4, dan sampai di ruang pemeriksaan anak yang terkena gangguan jiwa.
Gangguannya beragam, sebagian besar karena terpapar Adiksi perilaku karena gawai.
Macam-macam reaksi anak yang datang, ada yang aktif memainkan fasilitas permainan yang disediakan, ada pula yang hanya diam menunduk menunggu giliran sambil didampingi orang tuanya.
Ada sekitar tiga pasien lagi menunggu giliran pemeriksaan oleh Dr Isa Multazam Noor sebelum mengakhiri jam praktiknya pukul 14.00. Psikiater anak dan remaja di RSJ Dr Soeharto Heerdjan, Isa mengatakan, sebagai dokter tentunya perlu melakukan diagnosis.
“Kami punya panduan dari WHO, yang sudah menetapkan problem kecanduan game sebagai masalah perilaku adiktif. Yang perlu ditangani kesehatan jiwanya, atau Gaming Disorder,” kara Dr Isa.
Gangguan jiwa yang disebabkan oleh penggunaan gadget atau istilah kerennya gaming disorder memang merupakan gangguan karena si anak mengalami emosi perilaku, akibat ketergantungan gadget. “Kami melakukan terapi dari usia 0-19 tahun, tapi masalah gangguan gawai mayoritas mulai dari usia 10 tahun,” kata Dr Isa.
Ada berbagai alasan kenapa anak-anak bisa kecanduan game. Mulai dari gangguan yang disebabkan dominasinya kecanduan gawai.
“Tapi ada juga anak terpapar gangguan, tapi sebelumnya telah mengalami gangguan konsentrasi,” terangnya.
Peran orang tua menjadi penting, terlebih saat berkembangnya revolusi Industri 4.0 di Indonesia. Ponsel bukan lagi hanya alat komunikasi dua arah, tapi dimodifikasi dengan jaringan internet yang bisa digunakan lebih dari sekedar komunikasi.
Menurutnya orang tua harus menjadi rule model dalam pendidikan anak. Jika kita tidak menginginkan anak kita ketergantungan gawai, kita perlu menyontohkan dengan perilaku. “Kita harus menjadi contoh, sehingga jika kita larang tidak jawab, kelakuan kita yang masih main gawai lupa waktu,” kata Dr Isa.
Isa menegaskan, hal yang harus dilakukan diet gawai. Seperti pada diet makanan, diet gawai juga mengurangi porsi kita. Jika pada makanan mengurangi jumlah makanan, sedangkan diet gawai kurangi intensitas waktu. “Jangan sampai lebih dari empat jam kita menggunakan gawai. Jika melebihi itu, bisa dikategorikan gangguan jiwa karena gawai,” pungkasnya. (rd)
Jurnalis : Indra Abertnego Siregar (IG : @regarindra), Rubiakto (IG : @rubiakto)
Editor : Pebri Mulya (IG : @pebrimulya)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:27 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:26 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:06 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 22:41 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 15:10 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:00 WIB
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:14 WIB