Senin, 22 Desember 2025

Badan Siber Usut Tagihan Listrik

- Jumat, 19 Juni 2020 | 09:58 WIB
HARUS DIPERIKSA : Warga menunjukkan meteran listrik yang berada dirumahnya, Kamis (18/06). Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (DJPKTN) Kementerian Perdagangan mencatat 14,3 juta unit meter kWh pelanggan PT PLN kedaluwarsa. FOTO : AHMAD FACHRY/RADAR DEPOK   RADARDEPOK.COM, DEPOK - Tagihan listrik warga melonjak tajam, dan banyak dikeluhkan sejumlah daerah termasuk Kota Depok, pada awal Juni berbuntut panjang. Kamis (18/6), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diminta terlibat dalam mengusut persoalan yang berada ditubuh PLN tersebut. Apalagi, kuat dugaan lonjakan berkaitan dengan adanya temuan 14 juta kwh meter listrik kedaluwarsa. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Maritim dan Investasi, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, akan meminta data pelanggan yang dijadikan sampel dari sistem PLN. Selain itu, Kemenko Kemaritiman juga akan meminta BSSN memeriksa sistem PLN, untuk memastikan keamanan dan konsistensi sistem valuasi tagihan di PLN. "Tim juga berencana untuk melakukan survei lapangan langsung ke rumah pelanggan yang melakukan pengaduan dan menjadi sampel," katanya. Sementara, Anggota Ombudsman RI, La Ode Ida mengungkapkan, sampai saat ini pihaknya baru mendapatkan penjelasan-penjelasan, pada sejumlah kasus kenaikan tagihan listrik. Seperti yang dialami warga Kota Depok maupun bengkel di Malang. Namun, belum pada kasus naiknya tagihan listrik yang terjadi pada rumah kosong. Tetapi kasus yang tidak bisa dijelaskan secara khusus oleh PLN bahwa ada rumah tertentu yang kosong ini, jumlahnya seberapa banyak belum ada datanya. Ternyata, rumah kosong bayarannya baik, toko tempat jualan yang tidak beroperasi secara normal justru tagihan meningkat. “Ini kasus yang spesifik dan belum bisa dijelaskan secara baik oleh pihak PLN,” ujarnya saat mengadakan posko virtual, Kamis (18/06). Kemudian, La Ode mengatakan, jika mungkin salah satu penyebab alat perhitungan meteran yang sudah kedaluwarsa, maka harus segera diganti. "Karena alat perhitungan meteran itu yang sudah kedaluwarsa dan harus diganti, sekitar 14 juta pelanggan yang dianggap meterannya sudah kedaluwarsa," katanya. Meteran listrik itu, sambungnya, memastikan bahwa presisi atau keakuratan dalam memperhitungkan pemakaian listrik. “Ini juga saya kira yang menjadi catatan bagi PLN, untuk melakukan perbaikan dengan meteran yang canggih. Sehingga tagihannya bisa lebih tepat," sambungnya. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut ada sekitar 14 juta kWh meter listrik, atau biasa disebut meteran listrik, yang telah memasuki masa kedaluwarsa. Kondisi tersebut membuat perhitungan pemakaian daya menjadi tidak presisi di tengah pembengkakan harga tagihan listrik. Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan Rusli Amin mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada Kementerian BUMN terkait kasus ini. "Sebetulnya kami sudah membuat surat dari Menteri Perdagangan kepada Menteri BUMN terkait masalah jumlah kWh meter ini. Kami melihat jumlah meteran listrik yang sudah habis masa teranya itu kira-kira sekitar 14 juta, cukup banyak," ungkapnya dalam sesi teleconference, Senin (15/06). "Dan ini menurut saya cukup tidak memberi kepastian dari sisi pelanggan apakah alat ukur mereka ini masih layak dipakai atau tidak," dia menekankan. Menimpali hal tersebut, Manajer PLN UP3 Depok Kota, Putu Eka Astawa tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Harian Radar Depok, terkait ada berapa jumlah meteran listrik di Kota Depok yang kedaluwarsa. PT PLN mengklaim telah mengganti 7,7 juta meter listrik pelanggan yang kedaluwarsa pekan ini. Sementara, 8,7 juta meter listrik sisanya masih dalam proses. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, penyebab lebih dari 14 juta meteran listrik pelanggan kedaluwarsa lantaran proses tera ulang meteran listrik terkendala keterbatasan laboratorium meteorologi milik Kementerian Perdagangan. "Tantangan terbesar adalah keterbatasan kapasitas laboratorium tera ulang yang dimiliki Kementerian Perdagangan untuk menjangkau pelanggan PLN yang meterannya perlu ditera ulang," kata Zulkifli dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII. Berdasarkan analisis internal yang dilakukan PLN, kata Zulkifli, penggantian meter pada meteran listrik yang berusia di atas 15 tahun jauh lebih efektif dan efisien alih-alih melakukan tera ulang. "Biaya tera ulang hampir sama dengan penggantian meter di mana sebelum meter dipasang 100 persen dilakukan peneraan oleh badan meteorologi dan diberikan segel dan uji akurasi sebelum serah terima ke unit PLN," jelas Zulkifli. Berdasarkan Permendag Nomor 68 Tahun 2018 tentang Tera Dan Tera Ulang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya, kata Zulkifli, tera ulang pada meteran listrik bersifat wajib. Dalam aturan tersebut, meteran listrik harus ditera setiap 10 tahun oleh petugas tera agar tertib ukur sektor energi. "PLN mengikuti peraturan berlaku sebagaimana Permendag tersebut untuk melakukan pembaruan meter. Kami terus berkoordinasi dengan Kemendag untuk mempercepat proses," katanya. Terpisah, Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN, Yuddy Setyo Wicaksono memperkirakan, guna mengganti kWh meter yang mencapai 79 juta unit butuh waktu sekitar 7 tahun. Hal itu dirasa lebih efisien dibandingkan dengan melakukan tera yang menurut perseroan membutuhkan cost yang lebih besar. Untuk penggantian meter PLN akan lakukan secara bertahap. "Kita kejar untuk penggantian meter-meter tersebut karena dari perhitungan kami mengganti meter baru itu lebih efisien daripada melakukan tera ulang. Ini menjadi program, kami sudah kami siapkan untuk itu," ucapnya. Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir telah menyatakan dukungannya kepada PLN untuk mengembangkan smart meter. Pekan lalu dia meninjau usulan belanja modal perseroan yang mencapai Rp100 triliun dan memangkasnya sekitar 40 persen. Dia ingin perusahaan mengedepankan efisiensi dan memfokuskan belanja modal untuk inovasi layanan. "Misalnya dengan smart meter, smart distribution, hingga smart procurement," kata Erick. Sementara, warga Jalan Giring-giring Kecamatan Sukmajaya, Asmanidar mengaku, belum mau membayar tagihan yang sudah tercetak. Biasanya dia bayar sekitar Rp320 ribu, tapi ditagihan di bulan Juni melonjak jadi Rp550 ribu. Bila memang ada investigasi, itu sangat bagus karena memang ribuan pelanggan merasa aneh dengan lonjakan tersebut. PLN berdalih, kata dia, karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), jadi tidak ada petugas PLN yang keliling. Dan pelanggan harus melaporkan melalui whastapp (WA). Sebagai perusahaan negara, itu bukan alasan. Sudah menjadi konsekuensinya harus tetap ada yang keliling. “Pelanggan kan bayar rutin dan gak telat. Tau sendiri kalau telat pasti dicabut listriknya,” bebernya. Terpisah, warga Jalan Teratai IV Kecamatan Pancoranmas, Yuli A mengaku, sudah membayarkan tagihan listriknya. Memang ada kenaikan yang signifikan. Biasanya tiap bulan membayar Rp350 ribuan, tapi kini di Juni Rp580 ribu. Padahal, tidak ada pemakaian yang intens. “Saya tinggal hanya bertiga, tapi kenapa harus naik. Kalau ada investigasi saya setuju biar jelas,” tegasnya singkat. Salah satu sekolah swasta di Kelurahan/Kecamatan Cinere menggunakan token. Salah satu guru, SA mengatakan, selama Mei sekolah kosong tapi pembelian token cukup cepat. Biasanya saat sekolah aktif Rp100 ribu bisa seminggu. Tapi, ini sebaliknya malah Rp100 ribu hanya 4 sampai 5 hari saja. “Padahal sekolah tidak menyalakan kipas angin dan dispenser,” tutupnya. (tul/hmi/net)   Jurnalis : Lutviatul Fauziah (IG : @lutviatulfauziah) Editor : Pebri Mulya

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X