Senin, 22 Desember 2025

Kapankah Indonesia Bisa Melunasi Utang yang Mencapai RP 6.000 Triliun

- Rabu, 20 Januari 2021 | 11:23 WIB
ILUSTRASI   RADARDEPOK.COM - Indonesia tercatat memiliki utang sebesar Rp 6.074,56 triliun hingga akhir Desember 2020. Angka itu setara dengan 38,68 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Angka utang Indonesia ini didapatkan berdasarkan laporan APBN KiTa. Jika, dibandingkan 2019, nilai utang Indonesia meningkat 27,1 persen atau Rp 1.296 triliun. Jadi, kapan utang itu bisa terlunasi? Ekonom Institute for Development of Economics and Finance ( Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, sampai tahun 2050 Indonesia diperkirakan belum bisa melunasi hutangnya. Menurut dia, ada utang yang akan jatuh tempo hingga 2050, termasuk global bond yang diterbitkan tahun lalu. Tetapi, ketika jatuh tempo, utang akan dibayar dengan penerbitan utang baru, sehingga tak mungkin melunasi utang tersebut. "Tidak ada kosa kata untuk utang lunas, karena ketika jatuh tempo akan dibayar dengan penerbitan utang baru," kata Bhima. Selain itu, desain model APBN yang didesain terus menerus defisit juga menyulitkan Indonesia untuk bisa keluar dari ketergantungan utang. Dengan kondisi ini, hal yang harus dikhawatirkan adalah debt overhang atau overhang utang, dimana kondisi utang semakin berat sehingga membuat ekonomi sulit tumbuh tinggi. Bhima mengibaratkannya dengan kapal. Saat kapal sudah kelebihan muatan, maka akan sulit bergerak cepat. "Karena tiap tahun bunga utang menyita 19 persen dari pendapatan negara, maka uang yang harusnya dibuat untuk belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan pembangunan akan terbagi untuk membiayai pembayaran bunga utang dan cicilan pokok," ujar dia. Oleh karena itu, ia menilai, sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7-10 persen dan lepas dari middle income trap. Ia menjelaskan, langkah terbaik yang harus dilakukan pemerintah adalah mengendalikan belanja pemerintah agar utang ikut terkendali.   https://www.youtube.com/watch?v=6b9_3ST1sYI ILUSTRASI   Menurut dia, belanja yang sifatnya boros dan hanya menggemukkan birokrasi, seperti belanja pegawai dan belanja barang, harus dipangkas. "Belanja infrastruktur yang tidak urgen juga bisa dipotong. Selain itu, belanja yang celah korupsinya tinggi memang harus ditertibkan," kata Bhima. "Misalnya kemarin itu, saya setuju jangan bantuan sembako barang tapi dibuat transfer tunai untuk cegah korupsi bansos," lanjut dia. Jika pemerintah bisa disiplin, Bhima mengatakan, beban pembayaran kewajiban utang setidaknya bisa ditekan. (rd/net)   Editor : Pebri Mulya     https://www.youtube.com/watch?v=6b9_3ST1sYI

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X