RADARDEPOK.COM - Setahun lebih Virus Korona (Covid-19) menghantui negeri ini. Banyak tantangan yang dihadapi masyarakat, telebih Tenaga Kesehatan (Nakes) yang menjadi garda terdepan dalam menangani kasus ini.
Laporan : Lutviatul Fauziah
Hilir mudik mobil ambulan terdengar sayu-sayup di Jalan Keadilan Kecamatan Pancoranmas Kota Depok. Suara sirine khasnya kini begitu sering terdengar di jalan Kota Depok. Sudah hampir sepekan lebih angka penambahan yang terpapar virus mematikan Covid-19 begitu tinggi. Sampai berkali-kali lipat.
Perjuangan nakes pun meningkat, tat kala pasien yang kian menumpuk ditiap fasilitas kesehatan (Faskes) baik di puskesmas maupun rumah sakit. Waktu menunjukan pukul 12:00 WIB, di lantai 2 Puskesmas Rangkapanjaya Baru, ada seseorang sedang duduk mengenakan alat pelindung diri (APD) bersandar dibangku. Dia adalah drg Hambar Pangesti. Ibu anak lima ini Kepala UPTD Puskesmas Rangkapanjaya Baru.
Bagi dia, ini memang sudah konsekuensinya sebagai tenaga medis. Sejak 1999 sudah menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT), dan 2002 baru diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hambar paham ini merupakan profesi yang harus dijalaninya dengan sepenuh hati. Dan mereka sudah disumpah untuk melakukan tugas dengan sebaik mungkin, demi masyarakat.
Perempuan yang tinggal di Gunung Putri Bogor, setiap hari harus bolak-balik Depok demi pengabdian kepada masyarakat. Setahun belakangan ini, memang bisa dibilang sangat luar biasa. Peningkatan kasus yang terjadi setiap harinya, membuatnya harus siap 24 jam jika dihubungi pasien ataupun keluarga pasien.
Pemantauan, kunjungan, hingga melakukan rujukan dia lakukan dengan tim yang solid. Banyak suka duka yang dilalui, selama masa virus tak kasat mata ini mengancam jiwa manusia. Bahkan, di Januari 2021 dia pun terpapar virus berbahaya ini. Down pun sempat dirasakan, tetapi ada keluarga dan rekan-rekan yang menguatkan. Tak pernah menyesal dengan profesi yang dijalaninya ini.
Kadang pula, anak bungsunya yang masih duduk di bangku SMP beberapa kali protes, karena sang ibu walaupun di rumah masih mengurusi seluruh pasiennya. "Anak saya yang bungsu kadang bilang, Umi di rumah ko urusin pasien mulu. Tetapi, saya kasih penjelasan ke anak-anak," jelasnya sambil sedikit berkaca-kaca.
Menghadapi sifat pasien yang berbeda-beda pun dianggap seni yang membuat hidupnya menjadi penuh warna. Dia mengaku senang, jika pasiennya sembuh dan dapat kembali beraktifitas. "Pernah juga waktu awal pandemi, satu kasus pertama yang meninggal di rumah. Kita sampai ditahan pihak keluarga, sampai tim pemulasaran datang. Kita tunggu sampai berjam-jam menggunakan APD," jelas perempuan berusia 50 tahun ini.
Kadang, dia pun merasa sangat sedih jika harus merujuk pasien, tetapi kondisi rumah sakit penuh. Terlebih, jika pasien yang ditanganinya tak tertolong. Baginya itu menyisakan kesedihan yang luar biasa.
24 jam handphone miliknya standby melayani pasien dengan berbagai keluhan. Bahkan, saat peningkatan kasus saat ini, dia bisa mendapat laporan pasien baru mencapai 50 pasien setiap harinya.
Bersama dengan tim, ibu lima anak ini harus melakukan pemantauan melalui telpon genggamnya setiap waktu. Tak ada kata libur untuk profesi yang dijalaninya. Rasa lelah baginya bukanlah, sebuah penghalang. Karena masyarakat tidak mau tahu tentang kondisi nakes, yang terpenting mereka bisa dilayani dengan sebaik mungkin.
Senada dengan dokter Hambar, begitu pula yang dirasakan Kepala UPTD Puskesmas Tugu, dr Madiana Sudebby, yang sudah menjalani profesi ini sejak lulus yakni 2004 silam.
Memang selama setahun belakangan ini, dia dan teman seprofesinya harus bekerja dengan sangat ekstra. Debby sapaannya, merasa sangat senang jika para pasien isolasi mandiri dapat isolasi dengan baik. "Melalui profesi ini pula, kami merasa senang karena bisa bertambah saudara, jika ikatan baik selama pemantauan sehingga silaturahmi tetap berjalan hingga saat ini," ujarnya.
Duka pun banyak dirasakan, tetapi banginya bukan menjadikan dia mengeluh dalam menghadapi permasalahan virus yang tak kunjung mereda ini.
Dia merasa sangat sedih, karena masih ada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Sehingga penyebaran penyakit cepat meluas. Selain itu, masih ada masyarakat yang tidak datang, untuk testing atau swab pada waktu yang telah ditentukan dan tidak memberikan kabar.
Bahkan, masyarakat yang isoman tetapi masih keluar dan beraktivitas. Itu yang kadang membuatnya merasa sedih.
Tetapi, banyak kebahagiaan yang dilahirkan dari profesi yang digelutinya hingga saat ini. Bahkan yang menurutnya tak bisa dilupakan dan sangat berkesan, saat melakukan swab untuk bayi dan bayinya meminta digendong oleh dokter yang menggunakan kacamata ini. "Ada juga anak-anak yang meminta foto setelah selesai swab," ucapnya sambil tersenyum.
Pokoknya banyak suka duka yang mereka dihadapi ketik menghadapi virus berbahaya ini. Semua harus tetap mereka hadapi dengan tangan terbuka, dan memberikan pelayanan serta penanganan terbaik bagi pasien-pasiennya. (rd)
Editor : Fahmi Akbar
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:27 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:41 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 07:00 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 06:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:26 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 18:06 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 07:00 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:30 WIB
Kamis, 18 Desember 2025 | 06:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 22:41 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 15:10 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 07:00 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
Rabu, 17 Desember 2025 | 06:00 WIB
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:14 WIB