Senin, 22 Desember 2025

Laporan Gerakan Anak Negeri : Panjat Pohon Kelapa demi Sang Bapak, Tak Pernah Kembali usai Erupsi

- Jumat, 10 Desember 2021 | 07:56 WIB
RADARDEPOK.COM - "Bapak, bapak, bapak....," teriakan pemuda 18 tahun dari atas pohon kelapa terdengar sayup-sayup. Langit gelap, pekat tak tertembus cahaya. Awan panas guguran Gunung Semeru menghilangkannya seketika.

Laporan : Arifin, Lumajang

Erupsi semeru yang terjadi pada Sabtu kelabu lalu meninggalkan duka mendalam bagi pasangan Suhri dan Sri Mulyani. Hingga kini, hingga saat ini, anak sulung mereka yang baru berusia 18 tahun, Rendi Pratama, tak jua ditemukan keberadaannya.

Suhri terakhir kali bertemu anaknya pagi hari sebelum berangkat ke tempatnya biasa membuat gula merah di Kampung Renteng, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur.

Pria 40 tahun ini berangkat menggunakan sepeda motornya. Saat itu, saat masih mencari bahan gula dari pohon nira, Gunung Semeru tiba-tiba mengeluarkan awan panas sekira pukul 15.30 WIB, disusul abu yang memenuhi langit Sumberwuluh dan sekitarnya. Membuat suasana sore menjadi malam. Gelap gulita seketika.

Dalam kepanikan yang tak terkira, Suhri mencoba menyelamatkan diri. Diambilnya sepeda motornya lalu tancap gas meski dengan kondisi jalan yang sudah tak terlihat. Kendaraannya pun tak mampu menunjukan jalan karena lampunya sudah lama mati.

"Kondisi udah gelap, motor nggak ada lampu, udah nggak keliatan apa-apa," ujar Suhri saat ditemui di kediamannya, Kamis (9/12).

Di sisi lain, di rumah Suhri, sang istri Sri Mulyani gelisah bukan main. Suami tercintanya tak kunjung tiba di rumah. Ia sadar petaka di depan mata. Langit gelap menjadi semacam isyarat. Sri hanya ditemani dua anaknya kala itu, Rendi Pratama dan satu anaknya yang masih kecil. "Kaya apa kondisi bapakmu di sana gelap begini," kata Sri Mulyani kepada anak sulungnya.

Rendi kemudian memutuskan menyusul sang bapak. Karena tau motor bapaknya tak ada lampu, ia mengambil senter berharap dapat digunakan bapaknya nanti. Motor dinyalakan, Honda Beat hitam tahun 2010 dipacunya menuju Kampung Renteng yang jaraknya sekira satu kilometer di tengah gelap gulita.

"Dia ke tempat saya biasa buat gula merah. Waktu meletus kan gelap, di sini ibunya nangis khawatir kondisi saya," ujar sang ayah, Suhri.  "Biar bu saya susul, saya bawa senter buat bapak," sambung Sri Mulyani menirukan percakapan terakhirnya bersama sang sulung.

Sesampainya di Kampung Renteng, orang-orang terdengar sibuk menyelamatkan diri. Warga yang selamat sempat melihat Rendi berjibaku mencari sang bapak. Bahkan, ada yang menyebut jika Rendi sampai naik pohon kelapa dan meneriaki bapaknya.

"Ada warga yang bilang denger suara anak saya manggil-manggil dari atas pohon kelapa. Bapak, bapak, bapak. Begitu kata warga," ungkap Suhri.

Saat Rendi mencari-cari, rupanya Suhri sudah berada di atas motornya untuk menyelamatkan diri. Lampu-lampu dari truk tambang yang mencoba keluar dari Kampung Renteng membantunya menemukan jalan hingga selamat tiba di rumah.

"Saat itu saya juga langsung pulang, tapi nggak lewat jalan biasa. Kondisi sudah gelap, motor nggak ada lampu. Tapi waktu itu mobil macet terjebak. Truk-truk pasir mau keluar. Motor masih bisa lewat pinggirnya," terangnya.

Menurut Suhri, ia dan anaknya melewati jalur berbeda. Sehingga, keduanya tak bertemu di jalan. Rendi mengira sang ayah masih terjebak, sementara Suhri lolos dari maut.  "Anak saya lewat jalan tengah, saya lewat pinggir, beda jalur jadi nggak ketemu di jalan," lanjut Suhri.

Kondisi berbalik. Setelah gelap hilang diguyur hujan, Suhri yang kemudian mencari-cari anaknya lantaran tak kunjung pulang. Tiap pengungsian disusuri, tiap sudut kampung tak luput disisir.

Suhri menduga anaknya yang baru lulus SMA itu tertimbun material vulkanik saat erupsi terjadi. Firasatnya, Rendi terkubur tak jauh dari lokasi ditemukannya jenazah sang paman yang juga menjadi korban. Lokasi tersebut tak jauh dari tempatnya mencari bahan gula merah.

"Mudah-mudahan bisa ditemukan anak saya supaya bisa dikuburkan dengan layak. Kalau masalah lain-lain saya tidak berharap, saya hanya minta tolong biar bisa ketemu. Katanya kemarin mau didatangkan anjing pelacak  saya nunggu satu hari di sana, tapi nggak ada. Pas Pak Jokowi mau ke Kampung Renteng saya juga nunggu di sana. Tapi pak jokowi ternyata nggak jadi turun karena cuaca," bebernya.

Hingga hari kelima paska erupsi, Suhri masih terus mendatangi Kampung Renteng. Pagi hingga sore dihabiskannya memantau Tim Sar yang terus melakukan pencarian korban-korban yang belum ditemukan. Ia baru beranjak pulang ke pengungsian saat gelap mulai datang.

Sang Ibu, Sri Mulyani mengaku masih shock dengan peristiwa tersebut. Tiga hari pertama paska erupsi dilaluinya dengan kondisi pikiran kosong. Tetiba airmatanya selalu jatuh ke pipi. Mengenang sang anak yang entah dimana adanya.  "Tapi alhamdulillah keadaan sekarang mulai membaik. Kemarin giga hari sempat kayak nggak sadar, suka nangis, shock, inget anak. Terakhir pamit ya nyari bapaknya. Mudah-mudahan segera ada kabar baik," tandas Sri. (fin/rd)

Editor : Fahmi Akbar

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X