RADARDEPOK.COM – Pemerintah mesti dengar ini. Tak adanya ketetapan harga kedelai perkilogram dari tahun ke tahun, membuat pengrajin tahu-tempe teriak. Senin (21/2), ratusan produsen tahu-tempe Se-Kota Depok demo, di Jalan H Icang, Kelurahan Palsi Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Buntut dari aksi tersebut makanan tahu-tempe tidak ada di pasaran.
"Ini untuk menyampaikan kepada seluruhnya, terutama pemerintah kalau kami tidak bisa dengan harga yang selalu naik. Sebelumnya Rp8 ribu sekarang jadi Rp11.250," ungkap Koordinator Lapangan Aksi Demo Pengrajin Tahu Tempe se-Kota Depok, Sugimin kepada Harian Radar Depok, di lokasi.
Menurutnya, jika ada ketetapan harga dan bisa menawar dari pengrajin ke pengusaha kedelai, tentu tidak akan terjadi hal seperti ini. Dengan semakin membumbung tingginya harga kedelai, kata Sugimin, bukannya tidak ada keuntungan untuk pengrajin. Tapi, biaya operasional tidak ketutup. "Padahal kami yang membeli, kami menyerap kedelai ini setiap tahun. Kami tidak tahu ada permainan dimananya, apa di vendornya, distributornya atau agen-agen," tegasnya.
Pihaknya, telah mengundang Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP). Untuk berdiskusi mencari tahu latar belakang kenaikan harga kedelai, bila pemerintah belum merilis alasan kenaikan kedelai.
Perlu diketahui pada 2008 juga terjadi mogok produksi dan aksi demo. Tapi, ke depannya tetap sama saja, harga kedelai dari tahun ke tahun selalu merangkak naik. "Ini pernah terjadi tahun 2008, dari harga kedelai Rp4 ribu dari tahun ke tahun selalu naik, sampai sekarang Rp11.250 perkilogramnya," kata Sugimin.
Pantauan Radar Depok, ada ratusan pengrajin tahu tempe se Kota Depok yang melakukan aksi demo dan stop produksi. Bahkan, saat aksi ada yang hingga mengeluarkan alat produksinya, seperti alat pencuci kedelai dan papan jemur kedelai, sebagai bentuk kekecewaan harga kedelai yang terus naik.
"Iya semua pengrajin melakukan itu, bukan hanya di Depok tapi se-Jabodetabek," tegas Koordinator Paguyuban Tahu Tempe Kota Depok, Rasjani.
Ia juga memastikan, bahwa buntut dari stop produksi, tahu dan tempe di pasaran tidak ada, mulai dari pasar tradisional, retail, sampai pedangan sayur. "Tahu dan tempe steril di pasar, itu bisa dipastikan. Ini menyatakan kalau kami benar-benar mogok massal" tambah Rasjani.
Dilokasi terpisah, Ketua Komisi B DPRD Kota Depok, Hermanto mengaku, gedung wakil rakyat sangat terbuka untuk para pedagang maupun perajin tahu tempe, agar menyampaikan keluhan dan keinginannya. "Memang saya sudah dengar kalau teman teman perajin tahu tempe mau ketemu, kita sangat terbuka di DPRD, silakan," terangnya.
Menurutnya, duduk bersama untuk mencari solusi terkait permasalahan harga kedelai yang tinggi harus dilakukan. Tapi, sampai kini belum ada perjumpaan antar pengrajin bersama wakil rakyat. "Mereka semua juga saudara kami, rakyat Indonesia khususnya Depok. Harus kami luruskan permasalahannya dengan solusi yang baik," kata Hermanto.
Politisi PDI Perjuangan Kota Depok ini juga menanti kehadiran para pengrajin tahu tempe ini untuk bisa hadir ke gedung DPRD akan permasalahan mendapat jalan keluar. (arn/rd)
Jurnalis : Arnet Kelamanutu
Editor : Fahmi Akbar