RADARDEPOK.COM – Humas Pengadilan Agama (PA) Kota Depok, M Kamal Syarif mengatakan, sejak Januari hingga Februari 2022, tidak ada yang mengajukan perceraian oleh pasangan dibawah umur yang usianya 16-18 tahun. Sementara, di Februari 2022 ada empat pasangan yang mengajukan perceraian yang usianya 19-21 tahun.
"Sejauh ini tidak ada yang mengajukan perceraian pada usia anak dibawah 19 tahun," ujarnya kepada Harian Radar Depok, Rabu (30/3).
Dia menuturkan, secara umum, melihat dari Undang-Undang perkawinan dan Undang-Undang Peraturan Pemerintah (PP) nomor 9 tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam. Penyebab perceraian anak usia 19 - 21 tahun tersebut. Karena faktor masalah ekonomi yang membuat pasangan tersebut mengalami perselisihan. "Selain itu masalah penggunaan pada media sosial yang tidak digunakan secara bijak oleh salah satu pasangannya," tegasnya.
Pada maret 2022 ini, pihaknya belum merekap data terbaru untuk pengajuan gugatan cerai pada pasangan usia 19-21 tahun.
Dalam menangkal perbikahan muda dan perceraian, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, M Supariyono menjelaskan, ada beberapa program dari Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dalam mengantisipasi persoalan janda muda di Kota Depok. Contohnya, program pra nikah yang diadakan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB).
"Pada DP3AP2KB Kota Depok ada program pra nikah baru dimulai dua tahun belakangan ini jadi belum terlihat efektifitasnya. Dalam program pranikah setiap calon yang akan menikah muda diberikan ilmu pengetahuan mengenai pernikahan. Supaya lebih memantapkan hati dan mendapatkan bekal ilmu pengetahuan untuk melakukan pernikahan," paparnya.
Sehingga, ungkap dia, pengetahuan itu dapat bermanfaat bagi mereka yang berkeinginan nikah muda sekaligus mengantisipasi terjadinya perceraian dini. "Karena, kalau tidak memiliki ilmu pengetahuan tersebut berpotensi akan terjadi perceraian," ucap Suparyono.
Supariyono menerangkan, Pemkot Depok sengaja mengadakan program tersebut karena, adanya fenomena janda muda akibat, dari pernikahan dini. "Karena, berbeda antara pacaran dengan orang yang sudah menikah, kalau pacaran kan cuma indahnya saja, kalau menikah itu ada yang indah dan ada yang tidak, ada ujiannya juga," imbuhnya.
Selain itu, jelas dia, Pemkot Depok juga memiliki program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka). Disana, para perempuan yang telah bercerai atau ditinggal mati akan diajarkan berwirausaha sehingga, dapat menafkahi diri sendiri maupun keluarga. "Saya juga pernah mengusulka, agar sebaiknya para perempuan tersebut diprioritaskan untuk dipekerjakan seperti pada tim oranye atau petugas kebersihan," kata Supariyono.
Dengan begitu, sebut Supariyono, para perempuan yang menjadi korban secara finansial akibat, perceraian tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup. "Kan itu sistimnya, kontrak jadi nanti kalo sudah menikah lagi maka bisa diberikan kepada janda yang lain sehingga hal itu kemudian tidak menjadi masalah sosial," terangnya.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, animo masyarakat dalam mengikuti sekolah pra nikah itu cukup tinggi. Karena itu, dia berharap agar Pemkot Depok dapat bekerjasama dengan Kemenag dan Pengadilan Agama (PA) untuk mewajibkan sekolah pra nikah. "Supaya minimal mereka punya bekal dan pengetahuan untuk menikah," tuturnya.
Dampaknya, ungkap Supariyono, berpengaruh kepada kesehatan mental anak secara psikologis. Menurut dia, anak-anak tersebut berpotensi melakukan kenakalan remaja. "Jika, dalam setahun ada 3.000 saja yang bercerai maka, akan ada 9.000 anak yang menjadi dampak dari perceraian tersebut diantaranya akan berdampak persoalan ekonomi dan kenakalan remaja," tandasnya.(van/ger/rd)
Jurnalis : Ivanna Yustiani, Gerard Soeharly
Editor : Fahmi Akbar