RADARDEPOK.COM - 19 hari sudah kematian Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, atas kasus dugaan adu tembak, di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo, pada Jumat (8/7). Dari lika-liku jalannya penyidakan. Rabu (27/7), kasus yang menuai sorotan seantero Indonesia ini, perlahan mulai menemui titik terang.
Penyidik telah memeriksa beberapa rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Irjen Ferdy Sambo dan juga rumah utama. Dalam cuplikan rekaman CCTV, terlihat rombongan Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang baru pulang dari perjalanan dinas di Magelang tiba pada pukul 15:30 WIB.
Baca Juga : Gasak Sepeda Ratusan Juta, Pencuri di Depok Meringis Didor Polisi
Rombongan Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pun langsung menuju ke rumah utama di Umah Saguling Tiga. Berselang beberapa menit, Brigadir J dan ajudan lainnya terlihat masih berada di rumah utama. Kemudian, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan ajudan lainnya termasuk Brigadir J dan Bharada E melakukan tes PCR, di rumah utama tersebut dengan memanggil nakes.
Sebelumnya, polisi sempat menyebutkan Irjen Ferdy Sambo melakukan tes PCR di luar rumah ketika terjadi insiden penembakan Brigadir J di rumah dinasnya. Melalui penelusuran, diketahui rumah utama Irjen Ferdy Sambo hanya berjarak 500 meter dari rumah dinas di Duren Tiga, lokasi terjadinya baku tembak hingga menewaskan Brigadir J.
Setelah tes PCR, para ajudan Irjen Ferdy Sambo menuju rumah dinas. Sekitar pukul 17:10 WIB, Putri Candrawathi terlihat juga berada di rumah dinas Duren Tiga. Diketahui, Keluarga Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo mempunyai kebiasaan untuk menunggu hasil tes PCR di rumah dinas. Masih belum diketahui alasan tes PCR dilakukan di rumah yang berbeda.
Dari penyidikan tersebut menyerupai hasil pemeriksaan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Mohammad Choirul Anam menerangkan, pihaknya telah memeriksa 20 video rekaman CCTV yang diberikan oleh tim digital siber dan forensik dalam penyelidikan kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
"Kami diperlihatkan video, jumlahnya 20 video, itu dari Magelang sampai area Duren Tiga, termasuk juga sampai (Rumah Sakit) Kramat Jati," kata Choirul dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Rabu (27/7) .
Video-video tersebut, kata Choirul, menunjukkan 27 titik yang memperlihatkan perjalanan rombongan Irjen Ferdy Sambo pada Jumat (8/7) dari Magelang hingga rumah dinas Kadiv Propam nonaktif itu di Kompleks Polri di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Selain itu, beberapa video juga didapatkan dari RS Kramat Jati. "Dari 27 titik, kami melihat semuanya dari Magelang sampai Duren Tiga, termasuk RS Kramat Jati," ungkap Choirul.
Ia menjelaskan, video di area Duren Tiga menunjukkan Irjen Ferdy Sambo dan rombongan tiba dari Magelang. "Irjen Sambo masuk duluan, lalu ada rombongan dari Magelang, di situ ada Bu Putri (istri Ferdy Sambo) dan almarhum Yoshua, masih hidup. Terus ada rombongan yang lain, dan semuanya dalam kondisi hidup, sehat," terangnya.
https://www.youtube.com/watch?v=tKaPLjas49c
Sebanyak 20 video itu diperoleh dari CCTV di jalan tol maupun CCTV pribadi di area yang sesuai dengan proses penyelidikan kasus kematian Brigadir Yoshua. "Macem-macem yang punya, ada yang tol, ada yang pribadi, macem-macem," jelasnya merujuk asal rekaman CCTV terkait penyidikan kasus tewasnya Brigadir J itu.
Ia menjelaskan, CCTV yang diperiksa Komnas HAM hari ini tidak termasuk CCTV yang diklaim rusak oleh penyidik. "Kalau CCTV yang rusak, itu tetap rusak," tegas Choirul.
Pihaknya memeriksa video CCTV yang didapatkan di sekitar rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Choirul menegaskan bahwa seluruh video yang diperiksa merupakan video asli tanpa suntingan atau editing. "Video itu dijelaskan secara scientific (ilmiah), nggak ada editing," tegasnya.
Menurutnya, dalam salah satu rekaman terlihat momen dimana rombongan Irjen Ferdy Sambo, istrinya Putri Chandrawati, lalu Brigadir J, dan Bharada E melakukan swab PCR bersama usai tiba dari Magelang. "Siapa saja yang di PCR, semua termasuk almarhum J," katanya.
Anam menyebut, lokasi PCR itu berada disebuah rumah di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Namun dia memastikan bahwa lokasi PCR itu bukanlah di kediaman Irjen Sambo lokasi penembakan Brigadir J. "Bukan, (rumah itu) bukan TKP," tuturnya.
Dalam rekaman CCTV juga, Anam sempat melihat momen Brigadir J berbincang dan tertawa bersama ajudan lainnya. Adapun momen tertawa antar ajudan itu juga sebelumnya terkonfirmasi dari pemeriksaan Komnas HAM terhadap ajudan Irjen Sambo yang dilakukan, Selasa 26 Juli 2022 kemarin.
Kendati begitu, Anam belum bisa menjelaskan secara lebih lanjut soal video tersebut. Termasuk ketika momen penembakan terjadi. Sebab pihaknya masih harus meminta keterangan tambahan dari pihak digital forensik dan labfor pada pekan depan.
Sejauh ini Komnas HAM sudah meminta keterangan sejumlah pihak diantaranya keluarga korban, ahli, maupun tim forensik Polri mengenai temuan sejumlah luka pada tubuh Brigadir J. Kemudian Komnas HAM juga telah memanggil ajudan Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo mengenai peristiwa penembakan itu.
Nantinya semua hasil pemeriksaan tersebut akan disimpulkan sebelum kemudian diserahkan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, menyebut sudah mulai menemukan titik temu atas kejadian peristiwa polisi tembak polisi yang melibatkan Bharada E dan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Apalagi, Selasa (26/7/2022) kemarin, pihaknya telah melakukan pemeriksaan kepada tujuh ajudan Kadiv Propam Polri non aktif Irjen Ferdy Sambo, termasuk salah satunya juga Bharada E. "Terkait peristiwanya, waktu kejadiannya, dan lokasi kejadiannya, itu sudah mulai kita temukan titik temunya," kata Ahmad Taufan, Rabu (27/7).
Menurut keterangan Ahmad Taufan, Bharada E terlihat tenang saat diperiksa Komnas HAM. Bahkan ada beberapa hal yang harus disimulasikan dan dia bisa melakukannya dengan baik. "(Soal pernyataan Bharada E kondisinya tidak stabil) tapi tentu saja kalau saya katakan 100 persen stabil, ya pasti tidak lah, namanya juga dia terlibat dalam kasus besar ini," jelas Ahmad Taufan.
Kendati demikian, hasil pengumpulan keterangan dari para saksi ini tetap akan disinkronisasikan dengan beberapa hal lain. Di antaranya bukti-bukti CCTV, keterangan saksi lain, dan jejak digitalnya. "Saya kira masih perlu langkah-langkah lanjutan, termasuk untuk mengkroscek keterangan-keterangan mereka, yang sekarang sudah diperiksa itu ada enam orang, termasuk Bharada E, yang diduga adalah aktor tembak-menembak dari Brigadir Yosua," jelasnya.
Kemudian juga akan mengkroscek bukti-bukti CCTV, bukti-bukti jejak digital dari semuanya, baik dari almarhum maupun dari Bharada E. "(Termasuk) ya yang di rumah Pak Ferdy, ada asisten rumah tangga, ada security, ada pekerja-pekerja lain yang ada di situ yang kami menduga mereka juga memiliki informasi atau keterengan yang berharga," lanjut Ahmad Taufan.
Selain itu, juga diperlukan adanya pembading lain seperti hasil forensik jenazah Brigadir J. Keterangan dari keluarga, menyaksikan jenazah datang, sampai di Jambi keluarga memeriksa. "Jadi ada kesaksian-kesaksian mereka, baik foto dan video, kami perbandingkan dengan forensik, ada yang ketemu (cocok) dan ada yang masih perli diperdebatan," kata Ahmad Taufan.
Tak hanya Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga akan melakukan pemeriksaan kepada Bharada E. Sebagaimana diketahui, Bharada E sebelumnya meminta permohonan perlindungan kepada LPSK dalam proses perkara yang menewaskan Brigadir J.
Wakil Ketua LPSK Edwin, Partogi Pasaribu, menyebut penjadwalan assessment psikologis Bharada E kabarnya akan dilakukan pada Rabu (27/7). "Rencana hari ini (kemarin) assessment psikologis akan kami lakukan (untuk Bharada E) di LPSK," kata Edwin.
Kendati demikian, kata Edwin, hingga kini pihaknya belum menerima konfirmasi kehadiran Bharada E. LPSK juga belum dapat memastikan apakah Bharada E akan hadir atau tidak dalam proses assessment psikologis hari ini. "Namun kami belum bisa pastikan kehadiran yang bersangkutan. Belum dapat konfirmasi," lanjut Edwin.
Selanjutnya, proses assessment psikologis akan dijadwalkan di lain hari. "Lalu (yang bersangkutan) tidak hadir, (jadi) harus jadwalkan ulang," ucap Edwin.
Menurut Edwin, proses assessment psikologis ini sangat penting bagi LPSK untuk dapat secara detail mengetahui konstruksi peristiwa kematian Brigadir J. Sehingga LPSK memiliki pertimbangan untuk memberikan perlindungan kepada Bharada E, sebagai pemohon.(jpnn/JPC/tvo/rd)
Editor : Fahmi Akbar