RADARDEPOK.COM – Korps Adhyaksa pusat sepertinya tak pernah tidur. Kendati sedang menggarap sejumlah kasus menyelewengan dana milik negara. Kasus dugaan korupsi alias rasuah pembelian bidang tanah yang dilakukan PT Adhi Persada Realti (APR) pada 2012 sampai 2013 di Kecamatan Limo, Kota Depok tetap digarap. Selasa (2/8), Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa satu saksi dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Depok.
Kepada Harian Radar Depok, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana mengatakan, pemeriksaan saksi ini merupakan proses penyidikan lanjutan kasus rasuah yang terjadi di Kecamatan Limo, Kota Depok. Saksi yang diperiksa yaitu DFL selaku Kepala Seksi (Kasi) Survei dan Pemetaan pada BPN Kota Depok. “Yang bersangkutan diperiksa terkait penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pembelian bidang tanah yang dilakukan PT APR di 2012 sampai dengan 2013,” kata Ketut, Selasa (2/8).
Baca Juga : Cegah Pelecehan Seksual, PEPS Buat Pekerja Kemanusiaan
Ketut menjelaskan, maksud dan tujuan pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap saksi tersebut, dalam rangka kepentingan dan keperluan penyidikan suatu tindak pidana korupsi. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian bidang tanah di Limo.
Seperti diketahui, sambungnya, kasus dugaan korupsi ini berawal saat anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk yakni PT APR membeli tanah seluas 20 hektar di Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, dan Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok dari PT Cahaya Inti Cemerlang (CIC) pada 2012. Pembelian tanah tersebut untuk membangun perumahan atau apartemen.
Tanah yang dibeli PT APR itu ternyata tidak memiliki akses ke jalan umum dan harus melewati tanah milik PT Megapolitan. Bahkan, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, masih ada bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT Megapolitan yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama SBR.
https://www.youtube.com/watch?v=Qg355e3HQM0
Dalam perjalanannya, PT APR telah menyetorkan uang pembelian lahan yang masih belum jelas sertifikatnya kepada PT Cahaya Inti Cemerlang. Pembayaran itu dilakukan melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Cahaya Inti Cemerlang dan dana operasional.
PT APR mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 5316 atas nama PT APR seluas 1,2 hektar setelah melakukan pembayaran untuk seluruh lahan yang dibeli. Sementara itu, sisanya 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain. “Ini namanya bermasalah,” kata dia.
Ketut menilai, sebagai anak usaha perusahaan berpelat merah, PT APR tidak perlu membayar seluruh uang yang disepakati sebelum sertifikatnya jelas. Sebab, PT APR memiliki standar operasional prosedur (SOP) pertanggungjawaban dalam setiap pengadaan. “Ada perjanjian, ada sertifikat hak milik jelas kepemilikannya, nah kalau dia tahu tidak jelas, kenapa dibayar? Kan itu permasalahannya,” tegas Ketut.(dra/rd)
Jurnalis : Indra Abertnego Siregar
Editor : Fahmi Akbar