Senin, 22 Desember 2025

15 Saksi 15 Jam, Sambo Dicecar 

- Jumat, 26 Agustus 2022 | 07:38 WIB
Layar televisi menampilkan proses berlangsungnya sidang tertutup Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2022). Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo tersebut menjalani sidang dugaan pelanggaran etik dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. FOTO : FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS
Layar televisi menampilkan proses berlangsungnya sidang tertutup Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2022). Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo tersebut menjalani sidang dugaan pelanggaran etik dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. FOTO : FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS

RADARDEPOK.COM - Nasib Irjen Ferdy Sambo bak telur di ujung tanduk. Hampir pasti bukan hanya karirnya yang terjun bebas, namun hidupnya juga dipertaruhkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Sambo terjun bebas dengan membawa begitu banyak rekan kepolisiannya. Hingga saat ini sudah ada 97 anggota polisi yang diperiksa terkait penghalang-halangan penyidikan. Sebanyak 35 personel diantaranya diduga melanggar kode etik kepolisian.

Nasib karir Irjen Sambo sebagai polisi akan ditentukan dalam Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar kemarin sejak pukul 09:30 WIB. Sambo datang jauh lebih awal, sekitar pukul 07:30 WIB, ke Ruang Sidang KKEP yang terletak di gedung TNCC Kompleks Mabes Polri.

Baca Juga : Pelajar Depok Diajari Kesakralan Pernikahan

Tampak dia mengenakan seragam dengan tanda pangkat jenderal bintang satu dengan lis yang tidak lagi merah. Lis merah itu merupakan tanda kewenangan, untuk komandan yang memiliki anak buah bidang operasional atau komandan yang memiliki wilayah.

Sidang KKEP berlangsung tertutup. Namun, bisa diakses dalam siaran visual atau video tanpa suara. Hingga pukul 18:20 WIB, sebanyak delapan orang saksi telah diperiksa. Tiga diantaranya adalah Bharada E, Bripka Ricky, serta Kuat Ma’ruf.

Sekitar pukul 20:45 WIB tadi malam, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Nurul Azizah mengatakan bahwa 15 saksi telah diperiksa dalam sidang kode etik tersebut. Nurul mengatakan, setelah 15 saksi tersebut, giliran Irjen Sambo akan diperiksa.

Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, beberapa saksi itu, antara lain, Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, Kombespol Budhi Herdi Susianto, Kombespol Agus Nurpatria, dan Kombespol Susanto. Keterangan para saksi tersebut diperlukan untuk mendalami konstruksi hukum pelanggaran kode etik.

Baca Juga : Viral Mahasiswa Berjoget Diiringi Lagu ‘Ojo Dibandingke’, Lokasinya Sih Mirip Masjid

Setelah sidang kode etik tersebut, lanjutnya, penyidik dan tim khusus (timsus) Polri akan memproses tindakan pidana, yakni dugaan pembunuhan berencana. ”Saudari Putri Candrawathi juga akan diperiksa secepatnya,” paparnya. Setelah itu, sidang kasus obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan akan dilakukan secara pararel antara pelanggaran etik dan pidana. ”Fokus utama ke Irjen FS (Ferdy Sambo, Red),” katanya.

Sebelum sidang kode etik tersebut, beredar surat yang ditulis tangan dan diteken oleh Sambo. Dalam surat bermaterai itu, Sambo meminta maaf kepada senior dan rekan-rekannya di polri yang terdampak perbuatannya. ”Saya meminta maaf ke senior dan rekan semua yang secara langsung merasakan akibatnya,” ujarnya.

Baca Juga : 188 RTLH Sukmajaya Depok Segera di Rehab Tahun Ini

Sambo juga mengaku siap bertanggungjawab dan menanggung semua akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior dan rekan-rekan kepolisiannya. ”Semoga rasa penyesalan dan permohonan maaf ini dapat diterima, saya siap menjalani proses hukum ini dengan baik,” tuturnya dalam surat tersebut. Kuasa Hukum Sambo, Arman Hanis, memastikan bahwa surat tersebut benar-benar ditulis kliennya.

Lalu, bagaimana nasib 97 anggota kepolisian yang diperiksa terkait kasus obstruction of justice? Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menuturkan, dari puluhan anggota polisi itu, terdapat klaster berdasarkan pelanggaran yang dilakukan. Terdapat personel yang kategorinya pidana, namun ada juga yang kategori pelanggaran administratif. ”Kalau klaster pidana ya harus diproses, kode etik juga dijalankan,” ungkapnya.

Untuk personel yang kategori pelanggaran administratif, akan diproses kode etik. Sanksinya mulai dari ringan, sedang, hingga berat. ”Tidak bisa disamaratakan, harus ada prinsip fairness,” jelasnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, obstruction of justice merupakan pelanggaran pidana. ”Ada beberapa pasal untuk itu,” ujarnya. Antara lain, pasal 220 KUHP untuk keterangan palsu, pasal 221 KUHP untuk menyembunyikan orang dan menghalangi penangkapan, pasal 222 KUHP untuk mencegah pemeriksaan jenazah untuk forensik, pasal 223 KUHP untuk menolong meloloskan diri, pasal 224 KUHP untuk tidak memenuhi panggilan sebagai saksi atau tersangka, dan pasal 225 KUHP untuk tidak menyerahkan barang bukti.

https://www.youtube.com/watch?v=Xs6bEIotu4U

”Tapi ada alasan pemaaf dalam kondisi tersebut,” jelasnya. Yakni, bila perbuatan tersebut dilakukan dalam tekanan. Tekanan itu harus sedemikian rupa sehingga seseorang tidak mungkin mengambil langkah lain. ”Tekanan ini bisa menjadi alasan pemaaf,” tuturnya.

Pada bagian lain, Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, sesuai dengan Peraturan Polri nomor 7/2022 tentang Kode Etik dan Sidang Etik Profesi Polri, khususnya pasal 17, terdapat tiga kategori pelanggaran. Yakni, pelanggaran ringan, sedang, dan berat. ”Perbedaannya perbuatan lalai atau sengaja, dilakukan untuk kepentingan bukan pribadi atau pribadi, dan ada pemufakatan jahat, berdampak ke masyarakat dan institusi, menjadi perhatian publik, dan melakukan pidana,” ujarnya.

Kalau semua unsur itu terpenuhi, maka kategorinya jelas pelanggaran kode etik berat. ”Perlu dilihat semua personel itu pelanggarannya masuk kategori mana,” ujarnya. Dia menegaskan, proses kode etik ini merupakan langkah awal pembuktian dari konsistensi Kapolri. Apakah sesuai dengan pernyataan-pernyataannya selama ini. ”Kalau tidak konsisten, publik akan menilai kapolri,” jelasnya.

Kasus pembunuhan berencana yang diduga dilakukan Sambo dipastikan telah memengaruhi penilaian publik terhadap Polri. Indikator Politik Indonesia pada Kamis (25/8) merilis hasil survei yang mereka lakukan berkenaan dengan hal tersebut. Survei tersebut mereka lakukan pada 11 Agustus sampai 17 Agustus 2022. Lebih kurang satu bulan setelah Yosua meninggal dunia di rumah dinas kadivpropam.

Survei itu dilaksanakan dengan menggunakan metode random digit dialing atau RDD. Secara keseluruhan, ada 1.229 responden yang dilibatkan dalam survei itu. Mereka dihubungi oleh Indikator Politik Indonesia secara acak. Berkaitan dengan margin of error atas hasil survei tersebut, Indikator Politik Indonesia menyatakan bahwa angkanya berada di kisaran 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyampaikan, survei itu dilakukan beberapa saat setelah Polri mengumumkan status hukum Sambo. ”Hanya beberapa hari setelah kapolri menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka,” ungkap dia dalam paparannya kemarin. Dari hasil survei tersebut, pihaknya mendapati bahwa tren penurunan kepercayaan publik terhadap Polri masih terjadi.

Burhanuddin menyebut, kejaksaan yang sebelumnya berada di posisi terbawah bila dibandingkan dengan Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini justru menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya. ”Kepolisian yang tahun lalu peringkat pertama itu trennya menurun. Sekarang tinggal 54 persen publik yang percaya atau sangat percaya terhadap institusi kepolisian,” terangnya. Menurut dia, angka itu bisa jadi jauh lebih kecil bila survei dilakukan lebih awal. Misalnya, jika survei dilakukan awal Juli sampai awal Agustus. Atau survei dilakukan ketika penanganan kasus tersebut masih berpatokan pada keterangan awal Irjen Ferdy Sambo dan tersangka lainnya. Bisa jadi, potret tingkat kepercayaan publik terhadap Polri jauh lebih kecil. Karena itu, Burhanuddin tidak heran bila kapolri sempat menyampaikan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara sempat turun ke sekitar 28 persen.

Menurut Burhanuddin, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri yang berhasil dipotret oleh Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa gebrakan Polri dalam kasus tersebut turut berpengaruh terhadap persepsi publik. Dia menilai, itu kesempatan yang mestinya digunakan oleh Polri untuk mengembalikan kepercayaan publik. ”Tentu sangat tergantung juga dengan seberapa serius pihak kepolisian menyelesaikan kasus ini secara transparan,” imbuhnya.

Ujian yang dihadapi oleh kepolisian saat ini, lanjut Burhanuddin, harus bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk berbenah diri. Bila Polri serius, terbuka, dan menunjukkan hal itu, kepercayaan publik terhadap mereka akan kembali.

Selain itu, dari ujian tersebut, Polri didorong untuk melakukan reformasi kultural dalam penegakan hukum. ”Sudah saatnya Polri berbenah. Bukan hanya isu ini, tapi isu yang lebih komprehensif,” imbuhnya.

Sementara itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dan memanggil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. Keduanya dipanggil secara terpisah. Mahfud hadir sekitar pukul 10.00, sedangkan Sugeng pukul 13.00.

MKD mengklarifikasi pernyataan Mahfud yang menyebutkan adanya anggota DPR yang dihubungi Ferdy Sambo. Mahfud mengatakan, Sambo menghubungi beberapa pihak setelah pembunuhan Yosua. Antara lain, Kompolnas, Komnas HAM, pemimpin redaksi TV, dan anggota DPR. Dia mengatakan, Sambo menghubungi sejumlah pihak agar mereka percaya terhadap skenario pembunuhan yang dibuatnya. Yaitu, terjadi aksi saling tembak yang menewaskan Yosua. Mungkin ada ratusan orang yang dihubungi Sambo. “Sambo membuat prakondisi agar orang percaya terjadi tembak menembak,” ucapnya.

Terkait anggota DPR yang dihubungi Sambo, Mahfud tidak menyebutkan namanya. Sambo menghubungi anggota DPR itu pada Senin (11/7). Namun, tidak dalam rangka perencanaan pembunuhan, tapi lebih ke penyebaran skenario yang dikarang. Sambo ingin mereka percaya dengan skenario yang dibuatnya.

Mahfud menegaskan, anggota DPR yang dihubungi Sambo bukanlah suatu kesalahan dan bukan perbuatan pidana. Untuk itu, dia tidak perlu menyampaikan nama anggota dewan yang dihubungi Sambo. “Dihubungi orang itu bukan tindak pidana,” tegasnya.

Sedangkan Ketua IPW Sugeng dimintai klarifikasi terkait pernyataannya yang menyebut ada dugaan anggota DPR menerima aliran dari Sambo. Dalam pertemuan tersebut, Sugeng mengatakan bahwa dirinya melakukan slip of tongue atau selip lidah terkait dugaan aliran dana dari Sambo ke DPR. Hal itu terjadi ketika dia diwawancarai seorang wartawan media online. Saat itu, dia hendak masuk mobil, kemudian ada wartawan yang mengikutinya dan bertanya terkait dugaan itu. Saat itulah dia salah bicara. Atas kesalahan ucap itu, Sugeng sudah membuka klarifikasi. “Saya sudah membuat rilis ke media untuk klarifikasi pernyataan saya,” ungkapnya.

Ketua MKD Habib Aboe Bakar Al-Habsyi mengatakan,  dari pemeriksaan yang dilakukan kepada Mahfud, tidak ada dugaan keterlibatan anggota DPR dalam kasus Sambo. Anggota dewan hanya dihubungi Sambo setelah peristiwa pembunuhan terjadi. Hal itu bukan sebuah tindak pidana.

Sedangkan terkait dugaan adanya aliran dana dari Sambo ke anggota DPR juga tidak benar. IPW menyatakan bahwa hal itu hanya kesalahan komunikasi atau keselip lidah. Maka, dari hasil klarifikasi kepada Mahfud dan Sugeng, MKD memutuskan tidak melanjutkan proses pengungkapan dugaan keterlibatan anggota dewan dalam kasus Sambo. “Case closed. Sudah tidak ada apa-apa,” tegas Aboe yang juga menjabat sebagai sekjen DPP PKS itu.

Sidang komisi kode etik Polri (KKEP) Irjen Ferdy Sambo telah berlangsung 12 jam. Kini, giliran Sambo yang diperiksa tim sidang. "Lagi berlangsung saat ini," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dimintai konfirmasi, Kamis (25/8). Adapun sidang etik dimulai sejak pukul 09:25 WIB dan masih berlangsung hingga pukul 21:30 WIB. (JWP/rd)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X