Senin, 22 Desember 2025

Pedagang Mi Ayam-Bakso di Depok Tolak Kompor Listrik, Ini Alasannya 

- Kamis, 22 September 2022 | 07:20 WIB
BERALIH : Salah satu pedagang Bakso dan Mie Ayam saat menyajikan dagangannya untuk pengunjung yang berlokasi di Kawasan Kecamatan Sukmajaya Kota Depok, Rabu (21/9). DANA/RADARDEPOK
BERALIH : Salah satu pedagang Bakso dan Mie Ayam saat menyajikan dagangannya untuk pengunjung yang berlokasi di Kawasan Kecamatan Sukmajaya Kota Depok, Rabu (21/9). DANA/RADARDEPOK

RADARDEPOK.COM - Gonjang-ganjing peralihan penggunaan gas elpiji 3 kilogram (Kg) alias si melon menuju kompor listrik, mendapat respon dari pengusaha maupun pedagang bakso dan mi ayam di Kota Depok. Umumnya, semua menolak dengan kebijakan pemerintah, karena dinilai bukan solusi membantu pedagang dalam meningkatkan usahanya. Hal ini setelah Harian Radar Depok menggali informasi ke beberapa pedagang, Rabu (21/9).

Pemilik Kedai Bakso dan Mi Ayam Condong Raos di kawasan Depok Timur, Tarmi mengaku, keberatan dengan kebijakan tersebut meski belum ada penjelasan secara rinci terkait kebijakan itu. “Kalau saya tidak setuju atau keberatan dengan adanya kebijakan itu. Saya menolak bukan tanpa alasan, ada beberapa poin yang menjadi alasan saya,” jelasnya saat diwawancarai di kedai dagangnnya, di Jalan Gede, Kecamatan Sukmajaya.

Baca Juga : 10.471 Kendaraan di Depok Sudah Ganti Plat Putih

Alasan pertama, dijelaskan Tarmi, soal biaya listrik yang tentunya akan membengkak. Karena penggunaan watt yang akan naik secara drastis dalam segi tagihan setiap bulannya, karena adanya pemakaian yang intensif setiap hari. Perlu diketahui, Kedai Bakso dan Mi Ayam Condong Raos dalam pengeluaran kebutuhan listrik harus merogoh kocek hingga Rp1 juta untuk satu alat meteran listrik. Sedangkan di lokasi usahanya ada sekitar tiga sampai empat meteran listrik.

Artinya dalam satu bulan, Condong Raos harus mengeluarkan biaya sekitar empat sampai lima juta khusus untuk biaya kelistrikan. Belum lagi ditambah dengan biaya kompor listrik jika pemerintah mengetuk palu secara sah dengan kebijakan tersebut.

-


“Kenaikan tagihan listrik itu sudah pasti ya kalau benar beralih menggunakan kompor listrik. Tentunya wattnya akan besar untuk skala usaha. Pasti memakai listrik yang besar. Apalagi kita buka dari pagi jam 9 sampai jam 10 malam. Bisa dibayangkan akan berapa besar tagihan listrik saya,” jelasnya di meja kasir kepada Harian Radar Depok, Rabu (21/9).

Bukan hanya itu, pihaknya tentu akan menaikan daya setiap meteran listrik. Karena adanya penambahan penggunaan listrik. Sehingga mau tidak mau daya meteran juga harus dinaikan, yang pastinya akan menambah biaya administrasi pajak listrik karena dayanya ditambah.

Alasan kedua, dalam segi keamanan jika kompor listrik tersebut digunakan dalam waktu yang lama atau panjang. Apa akan berpotensi merusak aliran listrik lainnya. Hal ini mengingat kerap terjadi kebakaran yang disebabkan karena konsleting listrik.

https://www.youtube.com/watch?v=8S3lBWzHXWc

Sebab, kata Tarmi, kebijakan itu belum disosialisasikan secara masif dan jelas. Sehingga pihaknya selaku pengusaha maupun pedagan belum mengerti kelebihan dan kekurangan peralihan gas elpiji menjadi kompor listrik.

“Kedua alasannya soal keamanan ya. Itu yang masih menjadi salah satu alasan kita untuk menolak kebijakan itu, kalau sampai keamanannya tidak bagus atau baik, ini mengancam usaha kita yang sudah susah-susah dibangun,” paparnya.

Tarmi juga menjelaskan, pihak menggunakan gas alam yang memang disiapkan pemerintah yang disalurkan ke rumah-rumah Perumnas di kawasan Sukmajaya. Sehingga gas tersebut menjadi suplai utama untuk membangun usahanya. Namun, penggunaan gas alam tersebut bukan berarti tanpa ditunjang dengan gas LPG guna menunjang kebutuhan gas alam. Ada satu gas LPG jenis bright (warna ungu) dengan kapasitas 5,5 kilogram.

“Saya juga pakai bright gas untuk menunjang kebuntuhan jualan. Tapi Cuma satu kompor, itu untuk menunjang saja. Gas tabung itu biasa habis dalam waktu 2 hari,” ungkap Tarmi.

https://www.youtube.com/watch?v=qdpApzEdszs

Selanjutnya, alasan berikutnya soal cara dan waktu masak yang akan lebih memakan waktu karena menggunakan kompor listrik, yang tentu berdampak pada waktu penyajian maupun kematangan baso. Sehingga penyajian yang lambat akan berdampak pada konsumen. “Pasti masaknya akan lama ya, kalaupun api nya harus dibesarkan, mempengaruhi kualitas kematangan dan rasa, meski matangnya jauh lebih cepat,” bebernya.

Tak jauh berbeda dengan pemilik Kedai Bakso dan Mie Ayam Condong Raos. Penjaga Kasir di Bakso dan Mi Ayam Merdeka dibilangan Jalan Merdeka, Kecamatan Sukamajaya, Ilham menyampaikan, tak tau harus berbuat apa kalau sudah menjadi kebijakan pemerintah yang paten dan bersifast wajib. “Kalau sudah wajib dari kebijakan pemerintah. Saya mau tidak mau tidak mau harus ikut, walaupun berat,” ungkapnya saat disambangi Radar Depok.

Keberatannya juga bukan tanpa alasan, melainkan biaya yang membengkak pada penggunaan token listrik akan hinggap dan menjadi ancaman bagi usahanya. Seperti yang disampaikan Ilham, saat ini dirinya menghabiskan sebanyak tiga tabung gas LPG 3kilogram untuk kebutuhan dagangannya. Sekitar Rp60 ribu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

“Satu gas 3kilo itu kan 20 ribu, sehari kami habiskan 3 tabung. Berarti untuk kebutuhan gas sebesar 60 ribu,” ungkapnya.

https://www.youtube.com/watch?v=G8_5R76hU8A

Menurut Ilham, jika kebijakan tersebut menjadi final, tentunya kebutuhan pengeluaran usahanya akan  bertambah dari segi listrik. Karena adanya peningkatan daya listrik untuk memberi suplai pada kompor listrik tersebut. Saat ini, dibeberkannya, kebutuhan listrik di lokasi usahanya mencapai Rp100 ribu perhari. Bila ditambah dengan penggunaan kompor listrik, tentu wajib hukumnya untuk menaikan daya suplay listrik. “Saya pakai token listrik, setiap hari habis 100 ribu. Kalau ditambah kompor listrik pasti akan lebih mahal bisa 60 ribu lebih dari kebutuhan gas LPG saya setiap hari,” katanya.

Tentunya, sesuai dengan hitungannya, Ilham menolak dengan kebijaka peralihan gas elpiji menuju kompor listrik karena dapat dipastikan cost biaya yang akan membengkak. Dirinya juga meminta kepastian terkait kompor listrik bagi pengusaha maupun pedagang, apa harus membeli atau mendapat suplai dari pemerintah. Jika mendapat suplai, tentu akan banyak persyaratan yang harus dipenuhi agar bisa dapat kompor listri dari pemerintah.

Senada, Pedagang Mi Ayam dan Bakso di samping RS hermina Kota Depok, Anwar Syahada menegaskan, kebijakan tersebut sangat tidak bisa dilakukan karena seluruh pedagang maupun pengusaha akan beradaptasi ulang. “Tidak bisa lah. Kita harus beradapatasi lagi bang,” tegasnya.

Bukan perkara soal adapatasi, tentu kebijakan itu akan membuat ribet perputaran pemasukan dan pengeluaran pedagang harus dihitung ulang. Bahkan dipastikannya tidak akan berjalan secara efesien. “Ribet nanti dagangnya, nggak akan efektif soalnya bakal ribet,” ungkap Anwar.

Sebab menurutnya, segala sesuatu yang harus menggunakan listrik akan membuat hal menjadi tidak efesien, sehingga semua harus bisa terbagi dengan baik, baik penggunaan gas maupun listrik.

Dilokasi terpisah, Ketua Hiswana Migas Kota Depok, Ahmad Badri menuturkan, terkait kebijakan tersebut, bahwa pihaknya belum bisa memberikan keterangan jauh lebih dalam soal kebijakan itu. Menghingat belum menerima informasi yang secara detail. “Kami belum bisa mengometari bang, karena belum menerima secara detail soal kebijakan itu,” tuturnya ketika diwawancarai.

Hiswanan Migas sifatnya hanya organisasi yang berprofesi menjadi mitra pertamina. Namun, ketika ditanya apakah akan menjadi kerugian bagi pihaknya akibat penggunaan akan secara drastis menurun, buntut dari penggunaan kompor listrik. Sayangnya, Hiswana Migas tidak menjawab pertanyaan tersebut.

Badri memastikan, saat ini penggunaan gas LPG khusus 3 kilogram di Kota Depok sebabnya 1,6  juta, baik meliputi RT (masyarakat) usaha mikro sekitar 1,6 juta. “Saat ini yang terserap oleh RT dan usaha mikro kurng lebih berkisar Rp1,6 juta tabung,” tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah berencana memberikan kompor listrik gratis kepada keluarga penerima manfaat (KPM) atau keluarga miskin. Namun, tahun ini pemerintah akan lebih dulu menunggu hasil uji coba yang dilakukan PT PLN (Persero). "Ini kan lagi uji coba dulu, PLN yang uji coba," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di perhelatan IPA Convex, Jakarta, Rabu (21/9).

Mengenai tambahan satu alat miniature circuit breaker (MCB) atau meteran listrik yang khusus untuk kompor listrik, Arifin bilang, hal itu juga masih diuji coba. Ia berjanji akan menganalisis hasil uji coba yang dilakukan oleh PLN. Oleh karena itu, Arifin belum menjawab secara teknis terkait pemberian kompor listrik tersebut. "Nanti dilihat dari uji coba, nanti dianalisis hasilnya," kata dia.

Pemerintah bakal memberikan paket kompor listrik gratis kepada 300.000 rumah tangga miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada tahun ini. Setiap rumah tangga itu akan mendapatkan paket kompor listrik senilai Rp2 juta. Pemberian kompor listrik tersebut bertujuan mengalihkan penggunaan kompor konvensional yang menggunakan elpiji sebagai bahan bakar.(arn/rd)

Jurnalis : Arnet Kelmanutu

Editor : Fahmi Akbar 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X