Senin, 22 Desember 2025

Hari Ini, Kejagung Tetapkan Tersangka Korupsi di Limo Depok?

- Kamis, 22 September 2022 | 08:02 WIB
Kapuspenkum Kejagung RI,  Ketut Sumedana
Kapuspenkum Kejagung RI,  Ketut Sumedana

RADARDEPOK.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) sepertinya akan menetapkan tersangka, dalam kasus dugaan korupsi  pembelian bidang tanah yang dilakukan PT Adhi Persada Realti (APR) pada 2012 sampai 2013, di Kecamatan Limo Kota Depok. Rabu (21/9), Kejagung mengirimkan undangan konferensi pers kepada media terkait perkembangan penyidikan tiga perkara, salah satunya perkara PT APR.

Kepada Harian Radar Depok, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana mengatakan, konferensi pers berkaitan dengan tiga topik perkara. Pertama, perkembangan penyidikan perkara PT Waskita Karya (persero) Tbk. Kedua, perkembangan penyidikan perkara PT Adhi Persada Realti dan ketiga, perkembangan penyidikan perkara impor garam industri.

Menurutnya,  konferensi pers akan dilaksanakan sekira pukul 16:00 WIB,  Kamis 22 September 2022. Lokasi di Press Room Puspenkum Kejaksaan Agung. Ketika ditanya terkait penetapan tersangka perkara kasus dugaan korupsi PT APR, pria yang bertitel doktor ini enggan membeberkan. “Besok (Hari ini) kami beberkan semua ketiga perkara dugaan korupsi tersebut,” ujarnya kepada Harian Radar Depok, Rabu (21/9).

Diketahui sebelumnya, Ketut Sumedana mengatakan, beberapa waktu lalu sudah memanggil beberapa saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi. Dalam pembelian bidang tanah yang dilakukan perusahaan berpelat merah  PT Adhi Persada Realti (APR)  pada tahun 2012 sampai dengan 2013. “Iya, beberapa saksi baru sudah dipanggil tim penyidik dari Jampidsus untuk dimintai keterangannya,” ucap Ketut kepada Harian Radar Depok, Minggu (11/9).

https://www.youtube.com/watch?v=LD--JNwleWg

Dia menyebut, beberapa saksi yang sudah diperiksa yaitu J selaku kuasa penjual tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) 46 atas nama Sarmili dan SHM 47 atas nama  Muntansil yang dibeli PT APR. Dia diperiksa terkait penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pembelian bidang tanah, yang dilakukan oleh PT Adhi Persada Realti pada tahun 2012 sampai dengan 2013.

Kemudian, saksi lain yang diperiksa yaitu M selaku Kasi Pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, AB selaku Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah, MT selaku Kepala BPN Kota Depok periode 2012, CW selaku Legal PT Adhi Karya,  Z selaku Staf Notaris Budiharto (yang melakukan pengurusan tanah), HM selaku Kasubdit Pengukuran BPN Kota Depok Tahun 2012, AB selaku Kasi HPTP Kantor Pertanahan Kota Depok periode 2012-2014, dan IA selaku Legal PT Adhi Persada Realti.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian bidang,” tegasya.

Seperti diketahui, sambungnya, kasus dugaan korupsi ini berawal saat anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk yakni PT APR membeli tanah seluas 20 hektar di Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, dan Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok dari PT Cahaya Inti Cemerlang (CIC) pada 2012. Pembelian tanah tersebut untuk membangun perumahan atau apartemen.

Tanah yang dibeli PT APR itu ternyata tidak memiliki akses ke jalan umum dan harus melewati tanah milik PT Megapolitan. Bahkan, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, masih ada bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT Megapolitan yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama SBR.

Dalam perjalanannya, PT APR telah menyetorkan uang pembelian lahan yang masih belum jelas sertifikatnya kepada PT Cahaya Inti Cemerlang. Pembayaran itu dilakukan melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Cahaya Inti Cemerlang dan dana operasional.

PT APR mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 5316 atas nama PT APR seluas 1,2 hektar setelah melakukan pembayaran untuk seluruh lahan yang dibeli. Sementara itu, sisanya 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain. “Ini namanya bermasalah,” kata dia.

Ketut menilai, sebagai anak usaha perusahaan berpelat merah, PT APR tidak perlu membayar seluruh uang yang disepakati sebelum sertifikatnya jelas. Sebab, PT APR memiliki standar operasional prosedur (SOP) pertanggungjawaban dalam setiap pengadaan. “Ada perjanjian, ada sertifikat hak milik jelas kepemilikannya, nah kalau dia tahu tidak jelas, kenapa dibayar? Kan itu permasalahannya,” tandas Ketut.(hmi/rd)

Editor : Fahmi Akbar 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X