Minggu, 21 Desember 2025

34 Akun Redaksi Narasi Diretas, Dewan Pers Desak Polri Selidiki Sampai Tuntas

- Kamis, 29 September 2022 | 08:39 WIB
Founder Narasi TV, Najwa Shihab
Founder Narasi TV, Najwa Shihab

RADARDEPOK.COM – Awak media tanah air sudah mulai waspada, bahkan kalau bisa lakukan pengamanan secara berkala. Dalam kurun waktu enam hari hingga Rabu (28/9), data Najwa Shihab termasuk 34 akun redaksi media Narasi TV diretas. Peretas sepertinya berupaya mengambil alih akun media sosial (Medsos) milik redaksi Narasi, mulai dari Facebook, Instagram, Telegram, hingga WhatsApp. Peretasan sendiri pertama kali diketahui pada Sabtu, 24 September 2022. Namun setelah dicek ke semua perangkat milik awak redaksi, usaha peretasan ternyata sudah berlangsung sejak Jumat sore, 23 September 2022.

Adanya kejadian ini, Dewan Pers telah menerima laporan dari beberapa pihak bahwa telah terjadi peretasan terhadap akun digital sejak 24 September 2022.

"Kejadian ini merupakan peristiwa peretasan terbesar yang pernah dialami awak media nasional," kata Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya, dalam keterangan resminya.

https://www.youtube.com/watch?v=Gx3VkxPAChY

Tindakan peretasan, sambung Agung, merupakan perbuatan melawan hukum dan berakibat pada terganggunya upaya kerja jurnalistik serta kemerdekaan pers. Padahal, kata dia, menjaga kemerdekaan pers adalah tanggung jawab semua pihak, baik perusahaan pers, publik/masyarakat luas, pemerintah, dan aparat penegak hukum.

Kemerdekaan pers sekaligus merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi keadilan dan supremasi hukum (Pasal 2 UU No.40/1999 tentang Pers). "Hal ini menjadi unsur sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis," terang dia.

Agung menegaskan, kemerdekaan mengeluarkan pendapat dan pikiran dijamin di dalam Pasal 28 UUD 1945. Berkaitan dengan kejadian tersebut, Dewan Pers mengeluarkan seruan : Pertama, Mengecam semua tindakan peretasan dan meminta dengan segera agar pihak
yang melakukan peretasan menghentikan aksinya. Kedua, Meminta aparat penegak hukum supaya proaktif untuk menyelidiki kejadian peretasan ini dan segera menemukan pelakunya serta mengusut tuntas. Dan Ketiga, Mengingatkan ancaman hukuman terhadap pihak yang mengganggu kerja jurnalistik. Hal ini karena kemerdekaan pers juga dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 UU Pers), sehingga setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat dan menghalangi kegiatan jurnalistik bisa dikenakan pidana (Pasal 18 UU Pers).

https://www.youtube.com/watch?v=aAR9EMytofE

Perlu diketahui, peretasan akun digital yang dialami awak redaksi Narasi bertambah. Kini, sudah 34 awak redaksi yang mengalaminya. Hal ini dikonfirmasi oleh Founder Narasi, Najwa Shihab, Rabu (28/9). "Sudah 34 orang total sekarang," kata Najwa, Rabu (28/9).

Pemimpin Redaksi Narasi, Zen Rachmat Sugito angkat suara atas peretasan yang menimpa jajaran redaksinya. Peretasan itu menyasar berbagai paltofrm, dari Instagram hingga WhatsApp secara serentak. "Belasan awak redaksi Narasi menghadapi usaha peretasan secaraserentak. Usaha peretasan itu menyasar beragam platform yang digunakan, dari Facebook dan Instagram hingga Telegram dan Whatsapp," kata Zen dalam rilisnya, Minggu (26/9/).

Adanya upaya peretasan baru disadari pada Sabtu (24/9/2022). Peretasan itu bermula ketika salah satu produser Narasi, Akbar Wijaya atau Jay Akbar menerima pesan daring di WhatsAppnya, sekira pukul 15:29 WIB.

Pesan itu berisikan sebuah tautan. Setelah beberapa detik membaca pesan tersebut, Akbar kehilangan kendali atas akun WhatsApp miliknya. Padahal, tautan tersebut tidak diklik olehnya.

"Peretasan pertama kali diketahui, Sabtu (24/9). Nomor Whatsapp milik Akbar Wijaya atau Jay Akbar, salah seorang produser Narasi, menerima pesan singkat melalui Whatsapp sekitar pukul 15.29 WIB yang berisi sejumlah tautan. Kendati Jay tidak mengklik satu pun tautan dalam pesan singkat tersebut, namun hampir seketika itu juga (sekitar 10 detik setelah pesan singkat itu dibaca), ia telah kehilangan kendali atas akun/nomor Whatsapp-nya," kata Zen.

https://www.youtube.com/watch?v=5oLgxPbIHi8

Setelah itu, muncul sederet upaya peretasan lainnya, mulai dari Instagram, hingga Facebook. Peretasan berlangsung terhadap 11 awak redaksi. Mulai dari pemimpin redaksi, manajer, produser, hingga reporter. "Sejauh yang tercatat hingga pernyataan ini dibuat, usaha peretasan berlangsung terhadap 11 awak redaksi yang berasal dari berbagai level, dari pemimpin redaksi, manajer, produser hingga reporter. Telegram dan Facebook menjadi dua platform yang paling banyak mengalami usaha peretasan, beberapa berhasil masuk ke akun Telegram dan Facebook, walau kini sudah berhasil dikuasai kembali," ujar Zen.

Narasi mengimbau jika ada yang dihubungi redaksi untuk membahas di luar pekerjaan jurnalistik, bisa langsung dilaporkan ke tim Narasi. Sebab, mereka telah mendapat bantuan dari pihak-pihak terkait untuk menangani masalah ini. "Jika ada yang merasa dihubungi oleh awak redaksi Narasi, dan meminta hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kerja-kerja jurnalistik, atau hal mencurigakan lainnya, mohon diabaikan dan jika berkenan melaporkan kepada kami," tegas Zen.

Sementara itu, Pakar hukum, Prof Todung Mulya Lubis ikut menyoroti kasus peretasan berjemaah terhadap insan pers Narasi TV ini. Menurut dia, bisa jadi di balik peretasan ada aktor individualnya.

"Kalau kritik terhadap hedonisme, kan itu kritik yang kita sudah sampaikan berulang-ulang dari dulu. Tapi dulu kan tidak ada peretasan. Dan ini kemajuan teknologi ini ada positifnya ada negatifnya," kata, Rabu (28/9).

Kata dia, peretasan terhadap puluhan anggota redaksi Narasi TV merupakan bentuk ancaman pers. "Apakah ini ancaman pers? Iya, pers ini enggak bisa, kan bukan hanya sekadar sensorship. Ini sudah bredel dalam artian yang parsial. Medianya tidak (dibredel), tapi kerja-kerja jurnalistiknya," kata Dubes RI untuk Oslo ini.

Dewasa ini manusia memang memiliki kemampuan untuk merusak. Bukan cuma sekadar sistem, namun juga planet ini, dan dirinya sendiri. Terkait hal ini, dia kemudian menyinggung bahwa sebagian pihak pasti turut menyalahkan pemerintah, karena tak memiliki pranata-pranata yang bisa mendeteksi itu semua. "Pemerintah akan selalu disalahkan, karena tak mampu memitigasi atau menghalangi peretasan," katanya.(JPC/idn)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X