RADARDEPOK.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengeluarkan surat edaran bernomor SR.01.05/III/3461/2022, yang salah satu poinnnya melarang penjualan obat cair atau sirup. Nyata hingga Kamis (20/10), masih saja ada apotek di Kota Depok yang menjual obat dan vitamin sirup.
Penjaga apotek di wilayah Kelurahan Depok, Ulfa mengaku, pihaknya belum mengetahui adanya surat edaran tersebut. Dia menegaskan, pihaknya juga belum mendapatkan surat edaran apapun dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok. "Belum, kita masih jual obat sirup. Belum tahu juga deh saya," ungkapnya kepada Radar Depok, Kamis (20/10).
Dia mengaku, jika telah menerima surat edaran yang dimaksud, pihaknya akan bersedia untuk mematuhi surat edaran tersebut. Sebagai pekerja, dia tidak dapat memastikan keputusan pemilik apotik tersebut. "Itu tergantung yang punya, saya cuman mengikuti aja," tutur Ulfa.
Penjaga apotek lainnya di Jalan Raya Ratujaya, Titis mengungkapkan, pihaknya telah mengikuti anjuran yang tertuang dalam surat edaran dari Kemenkes tersebut. Namun, Titis menegaskan, pihaknya belum menerima surat edaran dari Dinkes Kota Depok. "Per hari ini belum dapat surat edaran dari Dinkes, jadi acuannya masih dari Kemenkes," tegasnya.
Bahkan, dia menuturkan, pihaknya telah menarik seluruh obat cair atau sirup yang sebelumnya dijualnya. Titis memastikan, pihaknya sudah tidak lagi menjual obat dengan jenis tersebut. "Sudah ditarik semua mas, obat sirup dan cairnya," tutur Titis.
Sebagai gantinya, Titis mengingatkan kepada setiap masyarakat yang hendak membeli obat cair atau sirup di apotik tersebut bahwa hal itu telah dilarang oleh Kemenkes. Tidak hanya itu, pihaknya juga memasang flyer untuk mengingkatkan kembali setiap pembeli yang datang.
Kepala Dinkes Kota Depok, Mary Liziawaty menjelaskan, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran terhitung Kamis (20/10) sebagai tindak lanjut dari surat edaran yang dikeluarkan Kemenkes. "Menindaklanjuti surat dari kemenkes, hari ini kami bersurat ke seluruh fasyankes, organisasi profesi dan juga toko obat. Sama dengan surat Kemenkes, kita teruskan," akunya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi D DPRD Kota Depok, Ade Supriatna menuturkan, jajarannya akan memanggil Dinkes Kota Depok untuk mengetahui langkah pencegahan yang telah dilakukan. Selanjutnya, pihaknya juga akan melakukan sidak ke apotik secara sampling.
https://www.youtube.com/watch?v=3Ckn6O9v9OE
"Saya usulkan ke pimpinan komisi untuk mengundang Dinkes untuk menjelaskan apa yang sudah dilaksanakan untuk hal ini, serta turun ke lapangan untuk random sampling apakah apotek-apotek sudah melaksanakan instruksi tersebut," jelasnya.
Menurut Ade, sesuai dengan surat edaran Kemenkes tersebut, Dinkes Kota Depok harusnya mengedukasi publik terkait kasus gangguan ginjal akut progresif atipik, serta melakukan antisipasi dini. "Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tegasnya.
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin merilis hasil penyelidikan zat berbahaya pada obat sirup atau cair kemungkinan penyebab gagal ginjal akut pada anak yang merebak beberapa waktu terakhir. Ketiga zat berbahaya itu antara lain etilen glikol atau ethylene glycol (EG), dietilen glikol atau diethylene glycol (DEG), dan etilen glikol butil eter atau ethylene glycol butyl ether (EGBE).
Menkes menyebutkan, EG, DEG, dan EGBE semestinya tidak terkandung dalam obat sirup atau cair. Jika ada, kadarnya harus sangat kecil sehingga tidak meracuni tubuh. Zat kimia berbahaya tersebut baru bisa muncul atau terdeteksi ketika polietilena glikol atau polyethylene glycol (PEG) digunakan sebagai penambah kelarutan dalam obat sirup atau cair.
Menurut Farmakope atau acuan standar mutu obat yang beredar di Indonesia, EG dan DEG sebenarnya tidak dipakai sebagai bahan obat. Namun, zat ini kemungkinan bisa berasal dari kontaminan bahan tambahan obat sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada (PEG). Untuk menginvestigasi lebih lanjut zat berbahaya diduga penyebab gagal ginjal akut pada anak tersebut, Kemenkes menganjurkan penghentian penggunaan obat sirup atau cair untuk sementara, baik obat resep dokter maupun obat yang dijual bebas.
https://www.youtube.com/watch?v=7DMgG406aAU
"Sambil menunggu BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirop," kata Menkes.
Menkes menyarankan, agar masyarakat yang membutuhkan obat sirup atau cair sementara menggantinya dengan obat bentuk puyer yang higienis, tablet, atau sediaan lain. Jika tidak memungkinkan, orangtua bisa berkonsultasi dengan dokter yang menangani anak untuk memberikan obat pengganti. Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah anak balita yang diduga mengalami gagal ginjal akut atau dikenal dengan istilah medis gangguan ginjal akut progresif atipikal ini kini mencapai 70-an per bulan. Tingkat kematian kasus ini juga tergolong tinggi, hampir 50 persen.(ger/rd)
Jurnalis : Gerard Soeharly
Editor : Fahmi Akbar