RADARDEPOK.COM - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melaporkan total saat ini sudah 241 anak terkena gangguan ginjal akut. Dari jumlah itu, Budi Gunadi Sadikin bersama tim menyambangi 156 rumah pasien anak dengan gagal ginjal akut. Dari lemari masing-masing pasien, total ditemukan 102 obat. Saat ini, obat-obat tersebut sedang diteliti.
“Setelah double checked tes toksikologi, dan juga biopsi, konfirm ditemukan senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang dikonsumsi anak-anak dalam obat. Kami datangi semua rumah-rumah tersebut. Dari 156 anak, kami temukan 102 obat di lemari keluarga masing-masing, jenisnya sirop. Ini yang sedang kami teliti,” tegas Menkes Budi kepada wartawan secara virtual, Jumat (21/10).
“Kami akhirnya tahu meninggalnya gara-gara ini. Nah senyawa itu masuk dari mana? Kami datangi tuh, semua rumah anak ini. Nah ini kan jumlah kasus bertambah terus tuh,” tambahnya.
Menkes menyebut kasus gangguan ginjal akut kenaikannya pesat sekali dan membuat ICU khusus anak penuh di RSCM hingga Oktober. Makanya Kemenkes mengambil kebijakan yang sifatnya konservatif. “Daripada nanti anak balita kita masuk RS, kita kebayang nih ibu-ibu punya anak masuk RS. Apalagi kalau itu anak pertama, wafat,” jelasnya.
Walaupun belum 100 persen diketahui mana obat yang mengandung senyawa tersebut, setidaknya Kemenkes sudah mengantongi 75 persen sasaran obat yang dicurigai. Makanya pihaknya melarang nakes meresepkan obat dan juga untuk dijual di apotek-apotek.
“Kami tak punya kewenangan mearik. Tapi kami punya wewenang melarang dijual di apotek-apotek. Kami juga bekerja sama dengan dokter anak-anak jangan meresepkan sampai kami bisa memastikan penyebabnya,” jelasnya.
Sebanyak 102 obat tersebut sedang diteliti oleh BPOM mana yang tercemar dan mana yang tidak. “Nanti tahap selanjutnya, kami lihat mana yang berbahaya. Industri nanti siapa yang bisa buktikan di bawah ambang batas, itu tanggung jawab di masing-masing perusahaan farmasi dalam pengawasan BPOM,” jelasnya.
Daftar 102 obat sirup ini dibuat berdasarkan penelusuran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang mendatangi kediaman dan rumah sakit tempat pasien dirawat.
"102 Obat itu obat-obatan yang dikonsumsi anak-anak yang memang kita ambil dari rumah keluarga bayi dan anak yang jatuh sakit di rumah sakit. 102 Obat ini jangan diresepkan dulu, daftar 102 masih konservatif dan lebih mengerucut dibanding semua obat sirup," ujar Menkes.
Pengumuman ini selain sebagai tidak pencegahan, juga dibuat untuk mencabut larangan konsumsi semua obat sirup di apotek dan diresepkan dokter berdasarkan surat edaran (SE) Kemenkes Nomor SR.01.05/III/3461/2022.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, jika sudah terlanjur minum obat sirup yang tercemar, sebaiknya segera pergi ke dokter untuk melakukan konsultasi.
"Langsung ke dokter. Untuk saya sampaikan ke masyarakat, yang paling gampang adalah konsultasi ke dokter terdekat," terangnya.
Menkes Budi Gunadi mengatakan dokter yang nantinya akan memberikan diagnosis dan rekomendasi pengobatan lanjutan jika dibutuhkan. Sebab dikatakannya, kondisi setiap anak berbeda-beda.
Ia mengambil contoh jika ada anak yang sedang sakit dan dalam masa penyembuhan, tentunya harus tetap minum obat. "Keputusan itu ada di tangan dokternya. Jadi kalau misalkan anak sakit, bingung mau minum obat apa, tanya saja ke dokter," bebernya.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengklaim sudah menemukan obat penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal (Acute Kidney Injury/AKI). "Begitu kami tahu penyebabnya apa, toxic-nya apa, kami mencari obatnya untuk para balita yang masuk rumah sakit. Sudah ketemu obatnya, namanya Fomepizole [injeksi]," ujarnya.
Namun, Menkes menyampaikan bahwa obat tersebut belum tersedia di Indonesia, tetapi masih didatangkan dari negara produsennya, Singapura. Fomepizole, sambung Menkes, tekah diujicobakan kepada 10 pasien yang sedang dirawat di RSCM dan hasilnya positif yakni mampu meredakan gejala yang dialami.
Menkes menyebutkan, jumlah kasus gagal ginjal akut bertambah menjadi dari 241. Dari jumlah tersebut, 133 kasus di antaranya berujung kematian. “Kita sudah mengidentifikasi terdapat 241 kasus gagal ginjal akut dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus,” tegasnya.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono merasa kesal dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang seolah-olah bersikap defensif saat kasus gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) mencuat. Pandu menyebutkan, BPOM defensif lantaran tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut ketika banyak balita di Gambia mengalami gagal ginjal akut diduga karena obat sirup. Awalnya, Pandu mengatakan, dirinya sudah meminta agar kasus yang terjadi di Gambia diwanti-wanti sejak beberapa minggu yang lalu. Namun, peringatannya seolah tak digubris.
"Saya sudah ngomong tiga minggu yang lalu, enggak ada yang perhatiin. Ketika awal-awal kasus itu kan Jakarta paling banyak. Saya kan punya data Jakarta," ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/10/2022). Pandu meminta agar penyebab dari gagal ginjal akut yang masih misterius ini segera dicari. Akan tetapi, Pandu menyebut para klinikus ngotot bahwa penyakit gagal ginjal akut ini muncul karena berkaitan dengan Covid-19. "Saya bilang jangan ambil kesimpulan dulu. Melakukan penyidikan epidemiologi, investigasi, itu outbreak, sebagai pendekatan public health," tuturnya.
Pandu menjelaskan, setelah diperiksa lebih lanjut, gagal ginjal akut yang dialami oleh banyak anak tidak ada hubungannya dengan Covid-19. Setelah itu, barulah dipikirkan penyebab lain dari gagal ginjal misterius ini. Dia menekankan penyebab dari penyakit misterius harus dicari secara sistematik dengan ilmu pengetahuan, bukan dengan asumsi. Pandu juga mengusulkan agar dilakukan penelitian epidemiologi. Pandu menampilkan literatur-literatur yang menunjukkan bahwa kasus ini sudah umum terjadi di dunia.
"Sudah muncul di dunia, mau muncul di Indonesia kan cuma tunggu waktu saja," kata Pandu. Selanjutnya, barulah Pandu menyinggung sikap defensif BPOM terhadap kasus gagal ginjal akut di Gambia. Menurut Pandu, BPOM hanya menyebut bahwa obat sirup yang menjadi penyebab gagal ginjal akut di Gambia tidak terdaftar di Indonesia.
"Waktu kejadian di Gambia Badan POM bilang apa? 'Oh obat itu enggak terdaftar di Indonesia'. Terus saya bilang, 'Bukan itu masalahnya, kok defensif banget sih'," ucapnya. "Saya bilang, 'Apakah obat yang beredar di Indonesia mengandung senyawa yang terdapat pada obat yang mengakibatkan gagal ginjal di Gambia 61 anak mati'," sambung Pandu. Pandu menerangkan, kasus gagal ginjal akut sudah kerap terjadi di berbagai negara. Penyebabnya selalu sama, yakni akibat obat sirup, di mana ada kandungan etilen glikol di dalamnya.(JPC/net)
Update Kasus Gagal Ginjal Akut :
Tanggal :
- Jumat, 21 Oktober 2022
Kasus :
- 241 kasus gangguan
Provinsi :
- 22 provinsi
Meninggal :
- 133 jiwa atau 55% dari kasus