Senin, 22 Desember 2025

Standar Layanan Kesehatan Depok Minim Tangani Gagal Ginjal Akut, Komisi D Tunda Panggil Kadinkes

- Jumat, 28 Oktober 2022 | 07:50 WIB
ILUSTRASI : Warga Depok sedang menjalani perawatan di rumah sakit. DOK RADAR DEPOK
ILUSTRASI : Warga Depok sedang menjalani perawatan di rumah sakit. DOK RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM – Tingginya angka kematian terhadap balita penderita gagal ginjal akut di Kota Depok, berarti ada yang salah dalam standarisasi pelayanan. Dinas Kesehatan (Dinkes) sebagai garda terdepan yang melayani masyarakat, dinilai masih setengah hati mengadakan sejumlah alat penunjang. Tercatat sejauh ini sudah ada tujuh kasus gagal ginjal pada anak di Depok, empat diantaranya meninggal.

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono mengaku, sangat menyayangkan standardisasi pelayanan kesehatan di Kota Depok yang minim dalam menangani kasus gagal ginjal akut pada anak. Sudah selayaknya rumah sakit pemerintah di lingkup kota besar seperti Depok, harus memiliki standardisasi yang sesuai. Karena saat ini RSUD Kota Depok belum memiliki hemodialisa atau layanan cuci darah, sehingga pasien gagal ginjal akut harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai.

https://www.youtube.com/watch?v=Or9_HnZ99xY

“Seharusnya rumah sakit pemerintah yang ada di kota itu standardisasinya harus memadai, masa kalah sama RSUD Cibinong yang ada di Kabupaten Bogor yang sudah punya hemodialisa,” ucap Tri Yunis Miko kepada Harian Radar Depok, Kamis (27/10).

Menurutnya, dengan adanya kasus gagal ginjal akut yang kini sudah ada tujuh kasus di Kota Depok. Pihaknya, meminta Pemkot Depok mengembangkan dan memperbaiki sistem rujukan. “Jika memang standardisasi pelayanan kesehatannya masih kurang, maka harus segera mengembangkan sistem rujukan. Harus belajar dari kasus Covid-19, dan jika memang dirujuk ke Jakarta maka harus membuat perjanjian,” tuturnya.

Selain itu, pemerintah lebih aktif memberikan imbauan kepada masyarakat untuk mengetahui penyebab gagal ginjal akut tersebut. “Selain harus melengkapi fasilitas dan mengembangkan sistem rujukan, Pemkot Depok juga harus segera melakukan edukasi kepada warga untuk menjaga makanan, minumam, obat-obatan yang menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak,” tegasnya.

Sementara, Direktur RSUD Depok, Devi Maryori mengaku, persiapan dengan adanya layanan hemodialisa sudah ada. Hanya saja, RSUD Depok belum mendapatkan izin. Jadi masih menunggu perizinannya. “Semua sudah disiapkan tapi soal perizinannya belum keluar, di kami juga belum ada dokter spesialis ginjal anak,” singkat Devi kepada Harian Radar Depok.

https://www.youtube.com/watch?v=nme71MhCCYc

Ketika Radar Depok konfirmasi terkait hal ini, Kepala Dinkes Kota Depok Mary Lizawati kembali diam seribu bahasa.

Padahal perlu diketahui, ibu korban balita gagal ginjal akut ANN, Soliha mengatakan, kondisi anaknya semakin memburuk sebelum meninggal. Dokter dari RS Bunda Aliyah menyarankan untuk dirujuk ke rumah sakit yang bertipe A, karena tidak tersedianya peralatan  di rumah sakit itu dan peralatan itu hanya ada di RS yang berada di Jakarta. “Anak saya sudah mulai mengalami perburukan. Pokoknya prosesnya itu begitu cepat dari stadium 3 ke stadium 6. Makanya dokternya langsung mengatakan bahwa anak saya langsung dirujuk yang RS tipe A saja,” ucap Soliha.

Terpisah, Ketua Komisi D DPRD Kota Depok, Supriatni menegaskan, pihaknya akan melakukan pemanggilan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok untuk membahas penyakit gagal ginjal akut. Pasalnya, 50 persen dari jumlah keseluruhan penderitanya di Kota Depok terpaksa meninggal dunia.

Rencananya, Komisi D DPRD Kota Depok akan memanggil Dinkes Kota Depok pada Jumat (28/10). Namun, agenda itu terbentur dengan Rapat Paripurna. Sehingga, pertemuan itu terpaksa ditunda. Selanjutnya, dia berjanji, akan melangsungkan pertemuan itu sesegera mungkin sebelum banyak warga Depok terkhusus balita menjadi korban dari ganasnya penyakit tersebut.

https://www.youtube.com/watch?v=RSuP49xmuC8

"Akan kita lakukan pemanggilan, kita akan berkordinasi dengan Dinkes Kota Depok dan kita akan tanyakan langkah apa yang harus disikapi supaya tidak ada korban berjatuhan lagi," tegasnya.

Sebagai bukti keseriusannya, kata Supriatni, pihaknya telah memerintahkan staf dan jajarannya untuk mengagendakan pertemuan tersebut. Dengan harapan, pertemuan itu dapat menjadi dorongan bagi Dinkes Kota Depok dalam melakukan langkah pencegahan serta pendataan terkait kasus gagal ginjal akut. "Hal ini sangat penting ya, karena empat orang ibu di Kota Depok telah kehilangan anaknya. Jangan sampai ada korban berjatuhan lagi," ujarnya.

Meski begitu, beber dia, pihaknya belum dapat mengambil langkah yang lebih jauh. Sebab, sampat saat ini pertemuan khusus antara Komisi D DPRD Kota Depok yang membidangi kesehatan belum juga melakukan pertemuan dengan Dinkes Kota Depok. "Nanti setelah kita panggil baru kita akan terlihat hasilnya, termaksud langkah yang sudah serta akan dilakukan dan fasilitas kesehatannya," jelas Supriatni.

Perlu diketahui, sepanjang awal tahun hingga Oktober sudah ada tujuh kasus di Kota Depok. Dari kasus tersebut empat balita dinyatakan meninggal, dua masih dirawat, satu sudah sembuh.

Pemprov DKI Jakarta tengah menyiapkan rumah sakit rujukan untuk pasien gagal ginjal akut. Pasalnya, selama ini pihaknya hanya mengandalkan rumah sakit vertikal untuk menangani gangguan ginjal akut pada anak. "Mengandalkan RS vertikal saja tentu nggak cukup, sehingga kita tahu juga secara SDM dokter anak ahli ginjal itu masih terbatas, bahkan kalau dihitung masih ada tiga di Jakarta," kata Widyastuti.

https://www.youtube.com/watch?v=ObIhmR4YJdU

Sehingga langkah yang dilakukan Dinkes adalah pertama menyiapkan rumah sakit rujukan yang berasal dari Pemprov. Widyastuti menyadari rumah sakit yang ada di Jakarta melayani pasien yang berasal dari berbagai wilayah, sehingga pihaknya perlu menambah jumlah layanan menangani kasus gagal ginjal akut. "Yang dirawat di DKI itu nggak hanya ber-KTP DKI saja, tapi juga berasal dari Jabodetabek bahkan di luar Jabodetabek," ujarnya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, telah terdapat sebanyak 269 kasus gagal ginjal akut progresif atipikal di Indonesia yang tercatat per 26 Oktober 2022.  Angka itu alami peningkatan sebanyak 18 kasus bila dibandingkan dengan data dua hari sebelumnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyebutkan bahwa dari total angka tersebut, sebanyak 73 kasus masih dirawat, 157 kasus meninggal dunia, dan sembuh 39 kasus. "Pada 24 Oktober, ada 241 kasus, sehingga ada kenaikan 18 kasus. Namun, kami ingin sampaikan dari 18 kasus itu yang betul-betul baru setelah tanggal 24 Oktober atau setelah juga edaran dari Kementerian Kesehatan untuk melarang obat itu hanya tiga kasus," ujarnya, Kamis (27/10).

Syahril menjelaskan, penambahan angka 15 kasus itu adalah kasus yang terjadi pada akhir September sampai pertengahan Oktober, namun baru dilaporkan kepada pemerintah. Jadi, angka penambahan kasus setelah pemerintah melarang pemakaian obat sirup hanya tiga kasus saja.

Kasus gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun itu terjadi di 27 provinsi di Indonesia. Distribusi dari tabulasi paling banyak ada di Jakarta dengan angka mencapai 57 kasus, Jawa Barat 36 kasus, Aceh 30 kasus, Jawa Timur 25 kasus, dan Sumatera Barat 19 kasus.(ger/ana/JPC)

Jurnalis : Gerard Soeharly, Andika Eka

Editor : Fahmi Akbar 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X