RADARDEPOK.COM – Bos hotel di Kota Depok dibuat resah. Keladinya, dalam waktu dekat Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru akan ditetapkan. Pemicunya, dalam klausul RKUHP tersebut ada poin yang dianggap kontra produktif dengan sektor pariwisata, terutama masalah perzinahan yang akan berdampak pada industri pariwisata dan perhotelan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Depok, Fajar Prawinto mengatakan, RKUHP membuat orang-orang takut untuk menginap di hotel, yang bisa mengakibatkan penurunan bagi Hotel tersebut. “Yang kami takutkan akan membuat orang-orang takut untuk menginap,” ucapnya kepada Harian Radar Depok, Minggu (30/10).
Fajar Prawinto mengatakan, kini Hotel di Kota Depok sedang meningkat untuk jumlah pengunjungnya, dengan adanya ini ditakutkan membuat jumlah pengunjung hotel menurun saat disahkan RKUHP. “Bukan berarti kami mendukung perzinahan,” ungkapnya.
Fajar Prawinto mengungkapkan, pada intinya PHRI Kota Depok menolak isi aturan di Pasal 415 dalam RKUHP, tentang ancaman pidana bagi pasangan belum menikah yang check in atau menginap di hotel. “Bila disahkan berpotensi dapat menurunkan tingkat hunian hotel dan ancaman pidana dalam pasal RKUHP tersebut bisa merusak citra pariwisata Indonesia dimata mancanegara,” ucapnya.
https://www.youtube.com/watch?v=_YjfNOkXmsI
Selain itu, berdasarkan asas teritorial membuat orang asing juga bisa terkena dampak ini. Artinya, turis asing yang tidak terikat dalam satu pernikahan juga dapat turut dijerat dengan aturan pidana yang sama. “Tamu mancanegara menginap kita tidak pernah tahu mereka sudah menikah atau belum. Ketika ditangkap, mereka tidak bisa menunjukkan bukti menikah,” ucapnya.
Menurut Fajar, RKHUP ini akan jadi berita seru di dunia, karena aturan yang tertuang di Pasal 415 RKUHP menjadi perbincangan di tengah masyarakat dalam beberapa hari terakhir. “Pasalnya rancangan aturan itu mengatur mengenai pasangan belum menikah yang berpotensi dipidana jika menginap di hotel,” tuturnya.
Kedepanya, sambung dia, PHRI akan membuat pernyataan sikap, karena sedang digodok oleh lawyer-lawyer PHRI. “Akan membuat pernyataan sikap, karena di PHRI kami juga ada lawyer di bagian legal,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini Hotel di Kota Depok yang terdaftar oleh PHRI Kota Depok sekitar sembilan.
Sementara, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Depok, Miftah Sunandar mengatakan, ini adalah suatu hal kontraproduktif dengan sektor pariwisata karena dengan adanya kebijakan tersebut bisa membuat turis asing enggan datang ke Indonesia. “Turis tidak mau mengambil resiko ketika liburan, sehingga lebih memilih ke negara lain seperti Singapura atau Malaysia,” ucapnya.
Miftah juga mengatakan, ini akan berpengaruh kepada pemesanan dan atau hunian di hotel yang akan menimbulkan kerugian besar. Jika melihat dari kondisi tingkat pariwisata di Indonesia, saat ini mulai pulih dan bangkit setelah Pandemi Covid-19 mereda.
“Saran dari kami bahwa dalam hal perzinahan ini adalah ranah yang private, yang dimana sudah bisa diatur berdasarkan hukum adat di daerah masing-masing, norma agama, dan ataupun norma moral. Pemerintah tidak perlu sampai mempidanakan, alangkah lebih baik jika dalam masuk ke porsi hukum yakni harus ada aduan terlebih dahulu,” tuturnya.
Menurutnya, sektor pengusaha sangat keberatan karena menurutnya hal tersebut kembali dari individu masing-masing. Dengan adanya hal tersebut akan berdampak sangat luar biasa pada sektor pariwisata dan visa untuk negara.
https://www.youtube.com/watch?v=tg9DQNhWZ-A
Terpisah, Marcom Hotel Bumi Wiyata, Okto mengatakan, tentunya mengikuti atau sejalan dengan PHRI Kota Depok. “Kami akan mengikuti PHRI Jawa Barat sebagai organisasi yang membawahi perhotelan yang ada di wilayah Jawa Barat khususnya kota Depok,” ucapnya.
Okto mengatakan, peraturan ini akan berpengaruh ke menurunnya kunjungan tamu yang menginap pada semua Hotel. “Akan berpengaruh untuk kami,” ujarnya.
Menurutnya, perzinahan adalah ranah privat yang seharusnya sudah sudah bisa diatur berdasarkan hukum adat daerah masing-masing, norma agama, hingga norma moral, bukan oleh hukum formal negara. “Karena dari pihak hotel sendiri kan hanya menyediakan layanan akomodasi kamar dan fasilitas, tidak menyentuh sampai ke privasi tamu yang menginap adalah pasangan nikah sah atau bukan,” tuturnya.
Okto mengatakan, untuk okupansi hotel Bumi Wiyata saat ini adalah rata-rata sekitar 56% dari total semua pengunjung.(ana/rd)
Jurnalis : Andika Eka
Editor : Fahmi Akbar