RADARDEPOK.COM - SEKITAR pukul 09.00 WIB, Minggu, (04/12) menjadi momen membahagiakan pasangan pengantin Nida Khofiyah (22) dan Muhammad Nurdin (27) mengucap janji sehidup semati. Keduanya melangsungkan pernikahan di lokasi dan waktu yang dinilai masih rawan gempa.
Laporan: BAYU NURMUSLIM, Cugenang
Pernikahan dua insan manusia itu menjadi perbincangan mengingat dilaksanakan di lokasi dan di saat masih gentingnya Kabupaten Cianjur darurat bencana gempa.
Dengan terbata-bata, dalam ijab kabul itu, Nurdin memegang ayah Nida, Abdul Syukur (55) hingga para saksi berteriak 'sah'.
Kegigihan Nida dan Nurdin mengalahkan semua keterbatasan. Akad sederhana pun dilaksanakan dirumahnya di Kampung Kuta Wetan, Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang.
Setelah resmi sah, momen sedih haru dan bahagia campur aduk dengan tawa menggelitik ketika Nurdin dengan bangga mencium kening istrinya Nida.
Nurdin yang saat ini berprofesi sebagai pedagang di pasar itu mengenal Nida di sebuah pesantren di tahun 2019.
Ketika selesai menimba ilmu agama pada 2021, ia berjuang dengan terus bekerja untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah yang akan dipakainya melamar sang pujaan hati. "Dulu satu pesantren. Kita gak pacaran. Saya langsung melamar," kata pria sederhana itu sambil tersenyum tersipu malu.
Tepat Juli 2022, dengan mantap hati pria yatim piatu itu melamarnya. Namun tak lama, sang adik harus berpulang meninggalkannya saat setengah bulan lagi menuju pelaminan.
Mengenai rencana bulan madu, Nida masih bingung menjawab dan tak begitu memikirkannya.
Di matanya yang jelas telah sah menjadi istri Nurdin dan siap menjalin biduk rumah tangga kedepannya. "Belum tau mau bulan madu dimana, yang penting sekarang sudah sah," ujar anak dari pasangan Cucu Nurhayanah dan Abdul Syukur itu.
Satu bulan sebelum gempa melanda, keluarga Nurdin telah menyiapkan dekorasi pengantin dan rencananya akan digelar secara adat Sunda di kediaman sepupu Nida, Iis (38) yang berdiri bersebelahan.
Namun rencana itu harus kandas, ketika gempa meluluhlantakkan Kampung Kuta Wetan, Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang. Rumah Iis porak poranda.
Sang sepupu Iis juga membenarkan, ia kaget bukan main ketika rumah yang ditempatinya hancur dan otomatis tak dapat menggelar acara resepsi. Dibenaknya sudah membuat konsep sedemikian rupa.
"Jadi rencananya sudah ada konsep, mau dipisahkan antara tamu wanita dan pria karena ngambil konsep islami," kata wanita yang tengah mengenakan hijab kuning itu.
Usai momen sakral itu, raut bahagia juga terpancar pada Ayah Nida, Abdul Syukur.
Sedari musibah gempa, ia tak sekalipun mengurungkan niat untuk menunda pernikahan sang anak. Bahkan ia pun meminta pernikahan dipercepat.
Saat ini ia bersyukur, Nurdin telah menjadi menantunya. Kasih sayangnya pun akan sama seperti ia menyayangi sang anak, Nida. (**)