Minggu, 21 Desember 2025

Cara New Hunteria Bertahan Selama 35 Tahun : Tidak Mudah Rusak, Pernah Diborong Nur Mahmudi Ismail Mantan Walikota Depok

- Jumat, 9 Desember 2022 | 08:38 WIB
NEW HUNTERIA : Sang pemilik toko sepatu kulit asli, Muhammad Ahda, sedang memegang produk sepatunya yang berada di Jalan Siliwangi No7 Kota Depok, Rabu (30/11). AUDIE SALSABILA/RADAR DEPOK
NEW HUNTERIA : Sang pemilik toko sepatu kulit asli, Muhammad Ahda, sedang memegang produk sepatunya yang berada di Jalan Siliwangi No7 Kota Depok, Rabu (30/11). AUDIE SALSABILA/RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM - Tidak hanya belimbing. Kota Depok memiliki produk khas, yaitu sepatu kulit New Hunteria yang berdiri sejak 1987. Rumah produksi ini senantiasa mempertahankan keotentikannya demi pelanggan setia mereka.

Laporan : Audie Salsabila Hariyadi

Toko sekaligus rumah produksi New Hunteria Leather Shoes Made In Depok ini begitu sibuk di dalamnya. Dimulai pukul 09.00 WIB, Muhammad Ahda beserta dua karyawannya melakukan pekerjaan masing-masing. Mereka saling bahu membahu menciptakan suatu karya yang dapat melindungi bagian anggota tubuh manusia tuk berjalan, yaitu sepatu.

Pria berpeci putih dan mengenakan baju batik itupun, membuat pola sepatu dengan tangannya yang lihai. Bagaimana tidak, dia sudah melakukan itu sejak umurnya masih belia. Dia melihat proses pembuatan pola, menjahit, menempel, dan sebagainya dari sang ayahanda, Husni. Berdiri pada tahun 1987, lamanya rumah produksi sepatu ini sudah berjalan 35 tahun.

“Dulu, belum jadi toko begini. Kami bikin sepatu, setelah jadi, masukkan sepatu ke toko-toko. Dulu saya bikin sepatu, jualan juga. Makanya, saya sampai belajar ke Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta,” ulas Ahda.

-


Nama toko sepatu ini tidak asal dinamakan secara sembarangan. Merek sepatu ini memiliki makna keluarga di dalamnya. Kata New, diambil dari nama istrinya, yakni Neldawati. Kata Hun adalah nama ayahnya, Husni. Kata Te berasal dari nama ibundanya, Telmis. Huruf R berasal dari nama anak pertamanya, Ridwan. Huruf I bersumber dari nama Mai Sarah, merupakan anak kedua, dan yang terakhir huruf A berawal dari Muhammad Ahda sendiri.

Terinspirasi dari berkembangnya usaha kerajinan sepatu kulit Cibaduyut , Bandung. Sepatu yang diproduksi dari kulit asli sapi ini, dipesan langsung dari Garut, Jawa Barat. Dari dulu hingga sekarang, konsumen tidak hanya bisa membeli langsung di toko. Tetapi juga memesan sesuai spesifikasi yang diinginkan, dan jadi dalam setengah hari.

“Modal awal dulu Rp500.000 bisa. Begitu pun membuat toko, Rp5 juta juga jadi. Dulu Rp300 ribu untuk membeli kulit tiga rol yang isinya sepuluh lembar. Harga sepasang sepatu dulu Rp500 perak, sekarang Rp50 ribu sudah tidak ada. Terbaru, pesan kulit tiga rol itu sepuluh lembar Rp9 juta-an. Kini kalau kehabisan stok baru pesan,” ucap bapak anak dua itu setelah menyelesaikan tiga pola sepatu.

https://www.youtube.com/watch?v=UQ8RKPLxVDM

Proses penerimaan kulit sapi berawal dari Garut, lalu titik pendistribusiannya berada di Cibinong, Kabupaten Bogor. Kemudian dikirimkan ke toko Ahda. Pemilik serta pegawai bisa membuat enam pasang sehari, jika tidak ada pemesanan. Pemesanan sepatu dapat dilakukan dalam skala besar maupun perorangan. Terdapat dua jenis sepatu yang diproduksi yaitu sepatu pria dewasa dan sepatu serta sendal perempuan dewasa.

Setelah Ahda menyelesaikan semua pola yang dia buat, proses pembuatan sepatu bergeser ke penjahitan. Pertama pola digunting, tetapi jangan terlalu pas dengan pola. Itu dikarenakan, agar berjarak menyisakan beberapa Centimeter (Cm) dari garis pola. Selesai digunting, Ahda memindahkan tanggung jawab menempel kain pelapis dan menjahit ke pegawai yang khusus menjahit.

Pegawai tersebut cakap dalam menjahit. Detail yang rapi dan teliti merupakan bakat yang sulit ditiru kaum awam. Butuh ketelatenan bertahun-tahun untuk menekuninya. Satu per satu, bagian-bagian pola sepatu disambung dengan benang yang terpasang di mesin jahit. Penjahitan pola sepatu ini berbentuk sangat unik, karena seperti topi Sun Visor, yaitu topi baseball. Namun, tanpa mahkota di atasnya dan hanya terdapat penutup di sampingnya.

Semuanya ada tingkat kesulitan masing-masing. Tapi yang paling susah itu yang sepatunya bertali. Bolongannya itu harus lebih detail. Istilahnya, harus presisi antar bolongan kanan dan kirinya. Kalau sepatu yang resleting itu tingkat kesulitannya sedang dan paling gampang jenis sepatu slop yang langsung masuk. “Gak pakai apa-apa langsung jahit aja,” jelas Ahda diiringi suara mesin jahit yang sedang beroperasi.

https://www.youtube.com/watch?v=y-wpITd5jZ8

Seusai semua bahan setengah jadi itu dijahit, berpindah lagi ke proses perakitan sepatu. Di sini, prosesnya butuh kesabaran, ketelatenan, dan perasaan kuat yang harus dimiliki sang pengrajin. Sebab, jika salah satu langkah saja, kulit yang rusak karena keteledoran pengrajin. Seperti, robek bahkan sampai terlepas, tidak akan bisa terpakai dan dibuang.

Pertama, cetakan kaki yang terbuat dari kayu dimasukkan ke pola sepatu berbentuk topi. Selepas itu, tempel terlebih dahulu alas kaki menggunakan lem serbaguna. Sebutan lain bagi pengrajin sepatu adalah lem neokrin. Alas sepatu yang sudah dilem didiamkan beberapa menit. Ini agar merekat kuat terhadap pola sepatu kulit. Sembari menunggu, pola dilapisi kembali dengan kain berbahan kertas. Agar kokoh, tetapi jika digunakan lentur juga.

“Semuanya ditempel. Tarik kulit sepatunya yang ujung pakai tang. Nariknya juga butuh perasaan. Kulit yang lemes bakalan enak ditariknya. Tapi kalau kaku, bakalan robek. Jadi biar lemas, disemprotin minyak dulu. Nah, semua sisi pola ditarik, biar kuat lagi, diketok pakai palu,” ujarnya sembari menunjukan pengrajin sepatu yang menarik polanya.

Ketiga, sepatu perlu dilas untuk menghaluskan dan menguatkan perekatan lem. Las dibutuhkan mesin khusus supaya cepat pengerjaannya. Melakukan itu hanya membutuhkan waktu sekitar satu sampai dua menit. Kemudian, tempelkan lagi alas sepatu berukuran tipis di luarnya. Setelah itu. Tempel lagi dengan besi pipih yang panjangnya kira-kira lima cm.

“Pasang di antara bawah tumit dan telapak kaki. Biar saat ketekuk itu, gak patah. Karena sepatu rawan patah dibagian tengah itu. Juga, pemakaian besi tipis ini gak buat berat. Bagus kan, udah kokoh, ringan juga lagi,” ujarnya dengan bangga.

Pelapis tipis dan sol sepatu yang dibuat sendiri sudah ditempel, giliran di press dengan mesin press yang menggunakan pompa. Mesin press itu menekan sepatu dari bawah dan atas, sehingga memperkuat ketahanan sepatu agar tidak mudah lepas. Tahap terakhir adalah finishing, seperti memerhatikan detail bagian sepatu, kekurangan lem, dan sebagainya.

Selesai proses produksi sepatu, Ahda mulai mengenang masa jayanya saat Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail. Menurutnya, Nur Mahmudi mendukung UMKM asli Depok. Produk-produknya sampai diborong, dan digunakan oleh beberapa pegawainya. Dia bisa mendapatkan omset tertinggi saat itu.

“Kami menawarkan ada harga ada barang. Jangan samakan dengan penjual sepatu di mal yang harganya diskon, tapi kualitasnya tak sesuai. Keunggulan sepatu buatan saya kulit asli, jahitan rapih dan tidak mudah rusak. Saya tetap keukeuh sama produk buatan saya yang tidak asal-asalan ini,” pungkasnya.(mg5/rd)

Editor : Fahmi Akbar 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X