RADARDEPOK.COM – Beres polemik alih fungsi lahan SDN Pondok Cina (Pocin) 1 Kota Depok, muncul permasalah baru. Walikota Depok Mohammad Idris dilaporkan Kuasa hukum orang tua siswa SDN Pocin 1, Deolipa Yumara ke Polda Metro Jaya. Atas laporan tersebut, orang nomor satu di Kota Depok tersebut menyatakan polemik sudah selesai dan jangan di perpanjang.
"Sudah saya share semua kebijakan dan keputusannya. Semua atas arahan gubernur dan juga arahan dari kementerian," kata Walikota Depok, Mohammad Idris kepada Harian Radar Depok, selepas menghadiri acara pekan kebudayaan Jawa barat di Alun-alun Kota Depok, Kamis (15/12).
Soal laporan, walikota menyebut ingin menyelesaikan masalah dengan damai, rukun, dan musyawarah. Dia juga meminta polemik relokasi SDN Pocin 1, agar tidak diperpanjang lagi. Polemik relokasi tersebut kini sudah selesai. "Itu sudah selesai, saya sudah melaksanakan arahan pak gubernur, jangan diperpanjang lagi," singkat walikota.
https://www.youtube.com/watch?v=RY81jVLJHH8
Terkait polemik relokasi, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengatakan, dinamika pembangunan memang tak selalu berjalan mulus. Tentunya, membutuhkan proses dan bertahap. "Menurut saya bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Keduanya bisa didapatkan dengan cara yang baik," ucap Kang Emil -sapaan akrab Ridwan Kamil-, saat membuka acara pekan kebudayaan Jawa barat, di Alun-alun Kota Depok, Cilodong, Kamis (15/12).
Kang Emil meminta, polemik SDN Pocin 1 tidak diperpanjang lagi. Sebab, rencana pembebasan lahan SDN Pocin 1 untuk dialihfungsikan pembangunan masjid raya sudah ditunda. "Kan ini sudah jelas, jangan diperpanjang lagi. Rencana alih fungsi ditunda dan sudah dimusyawarahkan," jelasnya.
Urusan kegiatan belajar mengajar di SDN Pondok Cina 1 juga sedang diselesaikan Pemerintah Kota Depok. "Pak walikota bilang sudah ditunda, ya sudah itu aja yang dipegang. Kemudian, urusan sekolah kan sedang diselesaikan baik-baik, enggak usah ditambahi atau dikurangi," terang dia.
Perlu diketahui, Kuasa hukum orang tua siswa SDN Pondok Cina 1, Deolipa Yumara enggan mencabut laporannya meski Walikota Depok Mohammad Idris menunda relokasi untuk membangun masjid raya Kota Depok. Penundaan relokasi tersebut tidak ada kaitannya dengan kondisi siswa yang telantar selama satu bulan. "Menunda atau lanjut relokasi saya tidak ada urusan, yang saya urus adalah masalah anak-anak yang sudah satu bulan tidak ada guru," tegas Deolipa, Rabu (14/12).
Laporan ini, kata Deolipa, sebagai subjek hukumnya. Karena tindak pidana Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak adalah tindak pidana publik bukan delik aduan. Jadi, siapapun boleh melaporkan.
Deolipa mengaku, sudah melaporkan Idris ke Polda Metro Jaya pada 13 Desember 2022 pukul 22:40 WIB. Idris sebagai terlapor diduga telah melakukan tindak pidana terkait penelantaran anak yang melanggar Pasal 77 Juncto Pasal 76A Butir A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
https://www.youtube.com/watch?v=OVtO99UhW3Q
“Setiap orang yangg melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau dendda paling banyak 100juta itu pasal 77,” begitu bunyinya kata Deolipa, kepada Harian Radar Depok.
Dalam laporan dengan nomor LP/B/6354/XII/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA, dijelaskan jika siswa-siswi SDN Pocin 1 tidak disediakan guru dalam melangsungkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) oleh pemerintah setempat sejak 13 November hingga 13 Desember 2022. Akibatnya, para siswa mengalami kerugian moril maupin materil serta mengalami diskriminasi dalam hal fungsi sosial anak.
Lebih lanjut, laporan tersebut pun turut menyertakan Hendro, Charles Sihombing, Putra Tarigan dan anggota Komisi D DPRD Depok, Ikravany Hilman sebagai saksi atas kasus ini.
Sebelumnya, eks pengacara Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) itu juga menyebut, prosedur yang di lakukan Pemkot Depok mengalihkan fungsi tidak benar. Dia pun menduga adanya permainan proyek yang dilakukan Pemkot Depok. “Jangan-jangan ini mainan proyek. Dikerjakan terus dikorupsi. Ini yang penting, orang tak bisa baca tapi saya bisa baca,” tegas dia.(mg7/mg10/rd)
Jurnalis : Wilda Apriyani, Ashley Angelina Kaesang
Editor : Fahmi Akbar