Oleh: K.H.A.Mahfudz Anwar (Ketua MUI Kota Depok)
RADARDEPOK.COM – Ketika kita menyatakan diri sebagai orang Islam, maka otomatis kita terikat dengan kemusliman kita itu. Segala sesuatunya tidak terlepas dari aturan Islam. Mulai dari bicara kita, isi pembicaraannya, cara dan gaya bicaranya pun tidak bisa seenaknya. Sikap kita baik ketika sendirian maupun bersama-sama dengan orang lain juga diatur dalam undang-undang serta tata kesopanan.
Demikian juga hubungan kita dengan Tuhan yang telah menciptakan diri kita. Selalu diawasi jangan sampai melenceng dari rel yang telah digariskan melalui titah Utusan-Nya (Rasul-Nya).
Maka dari itu seorang muslim selalu teratur dalam segala tutur katanya, sikap dan perilakunya. Memiliki integritas dalam kepribadiannya. Semua tindakannya mengandung manfaat baik buat diri sendiri maupun buat orang lain. Dan manfaat itu bisa dirasakan langsung oleh orang sejak di dunia hingga di akhirat.
Karena semua yang dilakukan oleh seorang muslim itu bersumber dari hati yang terbimbing oleh hidayah dari Allah SWT. Sehingga perbuatan muslim itu bagaikan cermin yang bisa dilihat setiap waktu. Karena perbuatannya dari yang besar sampai yang kecil ada ukuran dan standarnya.
Dalam istilah hukum Islam standar perbuatan manusia itu terukur dalam hukum wajib, haram, makruh, sunah dan mubah. Jadi ukuran kebenaran tindakan itu bisa dicocokkan dengan salah satu hukum tersebut.
Demikian juga dalam etika kesantunan tindakan itu bisa terlihat dari ukuran adab dan akhlaknya. Karena akhlak manusia diatur dalam ukuran hati. Misal apakah hatinya ikhlas atau tidak. Sebab ukuran kesantunan bisa dilihat dari riyak atau tulus, misalnya.
Seseorang yang riyak, pamer kebaikannya, akan hilang pahalanya. Bahkan bisa menyakitkan hati orang yang melihatnya. Tapi sebaliknya orang yang berbuat tulus, maka akan menimbulkan ketenteraman jiwa.
Begitulah Islam mengajarkan manusia agar selalu memegang komitmen. Berpegang pada janjinya sendiri: “Aku ridla bahwa Allah adalah Tuhanku dan Islam adalah agamaku..” Karena Islam yang menjadi panduan hidupku. Maka ketentuan apapun menjadi komitmen yang harus ditunaikan. Dari janji kepada Tuhan akan menurun janji kepada sesama manusia. Jadi seorang muslim tidak mungkin mengingkari janjinya sendiri.
Kalau saja kita semua individu ini berpegang teguh pada janji-janji yang pernah kita ucapkan, maka tidak akan terjadi benturan dalam hidup ini. Dan ini sebagai salah satu bentuk ketakwaan kita kepada Allah SWT.
Sebagaimana Firman-Nya: “(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat) nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran: 76).
Di sini jelas, bahwa komitmen janji dikaitkan dengan ketakwaan seseorang. Artinya orang yang bertawa lebih dijamin menepati janji, dibanding dengan orang yang tidak bertakwa. Semoga kita bisa merawat ketakwaan kita dengan berpegang teguh pada janji-janji kita, selama hayat dikandung badan. Wallahu a’lam”. (rd)