Senin, 22 Desember 2025

Angka Perceraian di Tahun 2022 Kota Depok Turun, Jadi Segini 

- Selasa, 10 Januari 2023 | 07:50 WIB
SITUASI : Kantor Pengadilan Agama Depok Kelas I A, di Grand Depok City (GDC), Komplek Pemda Sektor Anggrek, Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong Kota Depok, Senin (9/1). WILDA APRIYANI/RADAR DEPOK
SITUASI : Kantor Pengadilan Agama Depok Kelas I A, di Grand Depok City (GDC), Komplek Pemda Sektor Anggrek, Kelurahan Kalimulya, Kecamatan Cilodong Kota Depok, Senin (9/1). WILDA APRIYANI/RADAR DEPOK

RADARDEPOK.COM – Kasus perceraian di Kota Depok turun. Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Depok, perceraian pada 2022 ada sebanyak 3.887 gugatan, sementara di 2021 angkanya 3.910 gugatan. Turunnya angka suami dan istri berpisah itu digadang-gadang akibat adanya proses penyelesaian perkara, dengan metode mediasi.

Kepala Humas Pengadilan Agama (PA) Kota Depok, Kamal Syarif menerangkan, tercatat sepanjang tahun 2021, yang mengajukan gugatan cerai hingga gugatan talak ada 3.910 pengajuan. Dengan rincian, cerai gugat 2.999 pengajuan dan gugatan talak sebanyak 911 gugatan. Sedangkan tahun 2022, tercatat 3.887 gugatan. Dengan rincian, cerai gugat 2.944 pengajuan dan gugatan talak sebanyak  943 gugatan.

Dari data itu, kata Kamal Syarif, menunjukan perkara perceraian tahun 2021-2022 mengalami penurunan. Tingkat penyelesaiannya juga lebih variatif di 2022. “Tingkat keberhasilan untuk menyelesaikan masalah agar tidak bercerai tinggi. Karena kami memaksimalkan proses mediasi,” jelas Kamal kepada Harian Radar Depok, Senin (9/1).

Kamal memastikan, perkara perceraian PA dari tahun lalu menurun. Sebab pihaknya mendamaikan kedua belah pihak, dengan dimediasi orang yang profesional. Dari banyaknya sidang perkara, yang hadir kedua belah pihak sekitar 500-600 perkara. Tingkat keberhasilan dari proses mediasi tersebut, mencapai 35-40 persen. Pada pertengahan tahun 2022 Juni, keberhasilannya mencapai 42 persen. “Jadi mereka bisa menyelesaikan rumah tangga dengan baik,” tutur dia.

Penyebab perceraian, didominasi akibat media sosial (Medsos). “Penggunaan media sosial yang tidak arif menjadi salah satu alasan perceraian,” ucap dia.

Sama halnya, tingkat kedewasaan pasangan juga menjadi alasan meningkatnya kasus perceraian. "Maka dari itu, pentingnya pendidikan dan pengaruh lingkungan. Guna memperluas wawasan pasangan, dan mempersiapkan diri ke jenjang pernikahan," tutur dia.

Selain itu, tambah Kamal, ada juga Majelis Hakim yang berupaya mendamaikan di ruang sidang. Keberhasilan penyelesaian mencapai 10 persen. “Banyak yang berhasil didamaikan dan dicabut kembali gugatannya. Kami mengupayakan sebisa mungkin, untuk menemukan titik terangnya dengan baik,” imbuh dia.

Lebih lanjut, saat ini ada aturan guna menekan kasus perceraian. Pasangan suami-istri hanya dapat menggunggat, bila pertengkaran terjadi minimal enam bulan dan pisah rumah enam bulan. “Kalau tidak komunikasi selama satun bulan dan pisah ranjang selama dua bulan. Itu bukan pertengkaran yang terus menerus. Maka dari itu, harus dilibatkan pihak keluarga untuk penyelesaian masalah,” jelas dia.

Jadi, kata Kamal, strategi yang dilakukan. Yakni memberikan pemahaman, bahwa masalah tersebut dapat dimusyawarahkan secara kekeluargaan. Selain itu, menerapkan kepada dua pasangan, agar memahami tujuan pernikahan. “Kembali lagi ke tujuan pernikahan. Yaitu mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah,” tegas dia.

Jika mediasi tidak berhasil, ada hak istri dan anak yang harus di atur. Walaupun tetap cerai, masih ada pihak anak yang harus diberikan hukum untuk biaya pada masa yang akan datang. “Istri kan masih ada masa iddah. Dan anak juga harus dilindungi dan di pelihara. Baik dari fisik, tekanan. Jadi kami menerapkan Undang-undang perlindungan anak untuk penyelesaian sengketa perceraian,” tambah Kamal.

Perlu diketahui, proses penyelesaian perkara ada berbagai macam. Yakni pada perkara perceraian, seperti cerai gugat dan  cerai talak. Hakim wajib mendamaikan kedua belah pihak  dan selanjutnya jika kedua belah pihak hadir dipersidangan. Dilanjutkan dengan mediasi  Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016. Untuk mediasi dari mediator profesional ada biaya mediasi. Sedangkan mediasi yang mediatornya dari hakim Pengadilan Agama tidak dipungut biaya, gratis. “Kalau mereka damai, artinya perkara dicabut oleh penggugat/pemohon dan perkara selesai,” kata dia.

Jika belum damai, maka proses dilanjut pembacaan surat gugatan penggugat. Setelah gugatan dibacakan, kemudian tergugat diberi kesempatan mengajukan jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya.  Setelah tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat.

Pengamat Sosiologi Universitas Pancasila (UP), Putri Langka mengatakan, banyak faktor yang memicu naik atau turunnya kasus perceraian. Tentunya perlu ditinjau, mengapa bisa meningkat atau menurun. "Sebetulnya dilihat dari sisi keluarga, lingkungan. Itu semua menjadi faktor kasus perceraian," jelas Putri Langka kepada Harian Radar Depok, Senin (9/1).

Saat pandemi Covid-19, kata Putri, memang mempengaruhi meningkatnya kasus perceraian tahun 2021. Hal tersebut, akibat terbatasnya masyarakat untuk melakukan aktivitas. Mempengaruhi perekonomian, dan lingkungan. "Karena work from home (WFH), perekenomian menjadi sulit. Hal tersebut memicu perselisahan. Dan aktivitas terbatas, terjadilah konflik. Laporan KDRT juga meningkat," terang dia.

Pada 2022, masyarakat sudah mulai berativitas dan kembali seperti biasa. Menyorotinya ada perbedaan dalam lingkungan sosial, secara berangsur dapat mempengaruhi diri sendiri terhadap pasangan. "Masing-masing berkegiatan menurunkan ketegangan dan pereknomian kembali membaik," kata dia.

Harapannya, PA menyediakan layanan, dan sistem. Bekerja sama dengan banyak pihak, baik konseling perkawinan. Perubahan sosial juga dapat memicu perceraian. Maka dari itu, perlu intervensi sosial. "Terutama dari sisi keluarga. Sehingga dapat mengurangi keputusan perceraian yang tergesa-gesa," imbuh dia.

Anggota Komisi D DPRD, Ade Supriyatna mengatakan, jumlah kasus perceraian harus ditekan setiap tahunnya. Tolok ukurnya dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di mana tingkat perceraian di satu daerah menjadi salah satu indikator. "Alhamdulillah, patut disyukuri. Namun tetap perlu mendapat perhatian," tegas dia singkat.(mg7/rd)

Jurnalis : Wilda Apriyani 

Editor : Fahmi Akbar 

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X