Tidak berhenti di satu karya, SMPN 22 Depok juga menghadirkan penampilan lain melalui Fatimah Kennocha Haura. Fatimah membuat busana dari plastik kresek dan kardus bekas.
Busana itu dihiasi lambang Garuda Pancasila dan dilengkapi topeng khas Tari Topeng Cisalak, dua simbol kuat yang mewakili nasionalisme dan budaya lokal Depok. Penampilannya mencuri perhatian pengunjung dan juri.
Sementara itu, Wakil Kesiswaan SMPN 22 Depok, Luh Sariningsih, menilai pencapaian siswa-siswinya adalah buah dari proses panjang pembelajaran. Menurutnya, keberhasilan mereka bukan semata soal podium, tetapi soal bagaimana mereka melihat nilai dari barang-barang yang sudah tidak terpakai.
“Ini bukan hanya tentang lomba. Di sekolah, kami terus mengajarkan bahwa kreativitas lahir dari kebiasaan melihat peluang, bukan dari bahan yang mahal. Barang-barang bekas yang orang buang itu ternyata bisa dikreasikan menjadi barang berguna dan bernilai tinggi,” ujar dia.
Ia juga menekankan bahwa kegiatan seperti Dekranasda Expo adalah wadah penting untuk melatih keberanian siswa berkarya dan tampil. Selain melatih ketekunan, kegiatan seperti ini mampu menumbuhkan rasa percaya diri, kerja sama, hingga kesadaran lingkungan.
“Ketika mereka membuat sesuatu dari barang bekas, sebenarnya mereka sedang belajar menjaga bumi. Mereka belajar bahwa sampah bukan akhir dari sebuah barang, tapi bisa menjadi awal dari sesuatu yang baru,” tambahnya.
Bagi SMPN 22 Depok, Dekranasda Expo 2025 bukan sekadar ajang pamer, tetapi ruang pembuktian bahwa kreativitas anak-anak usia sekolah dapat bersaing dengan berbagai karya lain yang ditampilkan.***