“Bahkan beberapa menteri sudah tidak malu-malu lagi mendukung pasangan calon (pilpres),” kata Yusfitriadi.
Potensi ketiga, adanya politik uang dan transaksional. Menurut Yusfitriadi, hal ini harus juga jadi perhatian untuk diawasi.
Yusfitriadi mencontohkan PKPU Kampanye, yang isinya mencabut dua aturan soal bakti sosial dan bazar. Menurutnya, akan sulit membedakan apakah aktivitas berbagai paslon ini bentuk politik uang atau bukan.
“Ini akan menambah kerawanan dan kecurangan saat kampanye. Padahal hampir semua paslon (pasangan calon) sudah melakukan politik uang dengan memberikan sembako,” terang Yusfitriadi.
Baca Juga: Proyek Pokmas di Pangkalanjati Baru Depok Dipantau, LPM Bilang Begini
Potensi selanjutnya kampanye hitam dan negatif. Menurut Yusfitriadi, hal ini sudah terjadi dengan munculnya gimmick yang menggambarkan paslon, seperti ‘gemoy’ dan lainnya.
Ini, lanjut Yusfitriadi, sangat tidak substansif dan masyarakat disodorkan oleh politik yang tidak mencerdaskan, tetapi lebih ke arah mendegasikan.
Kemudian potensi politik identitas dan ujaran kebencian, potensi dana kampanye, manajemen logistik dan potensi keterlibatan dana asing.
“Soal dana kampanye, lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu seharusnya bisa lebih intens mengawasi, sebab kita tidak tahu apakah ada dana atau uang dari BUMN masuk dalam kampanye,” ucap Yusfitriadi.
Baca Juga: Jejak Sejarah Rumah Tua Pondok Cina Depok Bagian 1
Untuk itu, Yusfitriadi mengajak seluruh lembaga pengawas independent dan masyarakat melakukan pengawasan untuk mengantisipaso kecurangan dan pelanggaran saat Pemilu 2024.***