RADARDEPOK.COM - Media memiliki peranan penting dalam menangkal serangan hoaks, maupun kampanye hitam di ajang Pilkada yang akan berlangsung serentak di senjumlah daerah, termasuk Kota Depok.
Kepala Subseksi Ekonomi Keuangan dan Pengamanan Pembangunan Strategis pada Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok, Alfa Dera mengatakan, hoaks atau informasi palsu menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi masyarakat di era digital.
Baca Juga: Ini Tujuh Alasan Imam Budi Hartono Layak jadi Walikota Depok, Nomor Enam jadi Jaminan Mutu
"Hoaks adalah informasi bohong yang dimaksudkan untuk mengelabui, membuat publik menerima sesuatu yang tidak benar," ujar Alfa Dera dalam diskusi panel di Hotel Santika Depok, Jumat (13/9).
Menurut Alfa Dera, kendati istilah hoaks tidak dikenal secara formal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, penyebaran berita bohong sudah diatur dalam KUHP dan beberapa undang-undang lain, termasuk UU ITE.
"Berdasarkan Pasal 28 jo. Pasal 45A UU 1/2024, setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan atau mentransmisikan informasi bohong melalui media elektronik dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan dikenai denda maksimal Rp1 miliar," kata Alfa Dera.
Selain hoaks, kata Alfa Dera, kampanye hitam juga menjadi tantangan besar dalam Pilkada. Berdasarkan UU 8/2015, kampanye hitam didefinisikan sebagai kampanye yang mengandung hasutan, fitnah, serta adu domba terhadap individu, partai politik, atau kelompok masyarakat.
Baca Juga: Resep Puding Buko Pandan yang Rasanya Manis, Creamy, dan Segar! Cocok Nih Buat Jadi Ide Jualan
"Hal ini tercermin dalam Pasal 69 UU 8/2015 yang melarang segala bentuk kampanye yang bertujuan untuk menghasut atau memfitnah," ujar Alfa Dera.
Alfa Dera menjelaskan pelanggaran atas larangan kampanye hitam diatur dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu, yang menyebutkan bahwa tindakan tersebut bisa dikenakan sanksi pidana hingga 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp24 juta.
Kampanye hitam, Alfa Dera, dapat meningkatkan polarisasi di masyarakat, terutama melalui isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
"Isu-isu sensitif ini sering dipolitisasi untuk mengadu domba masyarakat, sehingga mengalihkan perhatian dari debat yang seharusnya fokus pada program kerja," tambah Alfa Dera.
Alfa Dera menambahkan penyebaran hoax dan kampanye hitam tidak hanya berdampak pada reputasi para kandidat, tetapi juga terhadap kredibilitas Pilkada itu sendiri.
Pemilih yang terpapar informasi salah akan cenderung membuat keputusan berdasarkan data yang tidak benar, yang pada akhirnya menurunkan kualitas pemilihan.