ADARDEPOK.COM-Majunya perempuan dalam dunia Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memang menjadi fenomena yang sangat menarik, mengingat Kota Depok belum dinahkodai seorang perempuan, baik Walikota maupun Wakil Walikota.
Bila Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Depok berani melakukan terobosan dengan memberikan terobosan yang baru, bisa menjadi kemampuan PKS mempertahankan kekuakasaannya di Depok.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Politik Citra Institute, Efriza mengatakan sepenuhnya ada di tangan Ketua PKS Depok, yaitu Imam Budi Hartono, yang sekaligus juga digadang-digadang maju sebagai Calon Walikota (Cawalkot) Depok.
“Dian Nurfarida sebagai calon Wakil Wali Kota juga tidak cukup yakin. Lantaran, tergantung kepada IBH apakah mau memiliki wakil dari lawan jenis,” katanya.
Dirinya meyakini, PKS hanya sebatas memberi ruang legislatif semata kepada Dian Nurfarida. Namun, politik itu dinamis dan tidak ada yang pasti.
Alasan lainnya, sosok Dian masih sulit untuk menembus kursi Depok nomor satu sebab masyarakat kota depok sangat kental dalam sisi agama.
“jika berbicara Islam sebagai identitas ideologi PKS sepertinya masih jauh kemungkinan mengajukan Dian Nurfarida,” ujar dia.
Ia juga meyakini, Pilkada 2024 nama Imam Budi Hartono yang masih kuat sebagai kandidat calon Wali Kota Depok. “Pilkada 2024 nanti diyakini PKS akan mengajukan IBH,” sambung dia.
Baca Juga: Berkat BPJS Kesehatan, Muniroh: Penglihatan Saya Kembali Pulih
Lebih jau, katanya, meskipun saat ini sudah ada peraturan bahwa partai politik wajib keterwakilan perempuan minimal 30 persen, tetapi belum efektif dalam level kepala daerah.
Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza juga menilai peluang perempuan tergantung dari partai politik. Sebab saat ini masih banyak parpol belum sepenuhnya mendukung calon perempuan sebagai kepala daerah.
“Hanya ini semua kembali kepada partai politik dan koalisi, mereka tidak sepenuh hati mendukung calon perempuan,” ungkap Efriza saat dihubungi Radar Depok, Jumat (16/6).
Ia melanjutkan, sulitnya perempuan juga diakibatkan dari pandangan negatif terhadap perempuan. Budaya masyarakat Indonesia masih menanggap perempuan belum mampu memimpin dalam level daerah ataupun pusat.
“Mirisnya lagi terkadang pandangan negatif juga dari sesama perempuan sendiri,” kata dia.
Perempuan, lanjut dia, masih kesulitan untuk bersaing dengan politikus laki-laki yang sudah memiliki basis dukungan dan jaringan politik yang kuat. Selain itu, budaya patriarki yang masih kuat juga menjadi hambatan bagi perempuan untuk maju sebagai kepala daerah.