Hurriyah mengungkapkan kekhawatirannya, bahwa anggaran yang tinggi justru akan dihabiskan untuk kegiatan internal KPU, bukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu.
"Paling tidak, kita perlu memastikan bagaimana anggarannya dialokasikan. Jangan sampai anggaran yang besar ini tidak memberikan dampak yang signifikan dalam sosialisasi kepada pemilih," tegas Hurriyah.
Seirama dengan itu, Pengamat Politik Citra Institute, Efriza. Menurutnya, tingginya nilai anggaran tersebut juga harus mempertimbangkan pengetahuan masyarakat.
"Kalau masyarakat semakin tahu dan teredukasi, berarti kenaikan anggaran itu ada keberpihakan kepada masyarakat," ucap Efriza.
Baca Juga: Tentang Foya Foya Cuan Ala KPU Depok : Memeluk Target, Kinerja Tak Sampai
Menurut Efriza, peningkatan anggaran yang tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pemilu dapat menimbulkan masalah.
"Jika anggaran sudah tinggi, TPS menyusut, dan target partisipasi meningkat, tetapi masyarakat tidak mengetahui pentingnya pemilu, itu artinya besar pasak daripada tiang," ungkap Efriza.
Dia menekankan bahwa pengeluaran besar ini harus berorientasi pada berbagai tujuan penting, termasuk penghitungan jumlah pemilih, tingkat partisipasi politik, dan edukasi masyarakat.
"Jadi nilai-nilai itu saya rasa didalamnya ada anggaran sosialisasi dan anggaran yang lainnya," kata Efriza.
Baca Juga: Staycation di Glamping Cantik Ciwidey yang Disuguhi Panorama Alam Ciwidey yang Sejuk dan Indah!
Efriza mempertanyakan bagaimana KPU menjelaskan keberhasilannya. Penting bagi KPU untuk tidak hanya fokus pada prosedur, tetapi juga memastikan bahwa pemilih memiliki pemahaman yang cukup tentang kandidat dan proses pemilu.
"Apakah keberhasilan KPU hanya diukur dari pelaksanaan pemilu yang tepat waktu, atau sejauh mana masyarakat benar-benar memahami pilihan mereka? Nah ini yang harus dievaluasi," tutur Efriza.***