“Harusnya secara sesuai permenkes maupun sesuai doktrin yang berlaku, visum et repertum harusnya dilakukan oleh dokter forensik. Atau bisa juga dilakukan oleh dokter umum. Tapi dokter umum yang sudah memiliki kompetensi dan sertifikasi melakukan pisum et repertum,” ungkap dia.
Kemudian, kata dia, yang kelima dalam pledoi ini membahas tentang percakapan di aplikasi whatsapp yang diajukan JPU sebagai bukti-bukti dari jaksa penuntut umum. Namun, ini semuanya tidak bisa dipertanggungjawabkan originalitasnya, otentisitasnya dan validitasnya.
Baca Juga: Pemkot Depok Bakal Tambah Shelter Buat Ojol
“Karena tidak sesuai dengan apa yang diatur sesuai undang-undang ITE,” tutur dia.
Zaenudin mengatakan, dalam pledoinya juga membahas tentang kredibilitas saksi bernama Endang. Dari dari 16 saksi, hanya satu orang saksi, yang tetap bersikuku bahwa terjadi pencabulan maupun persetubuhan berdasarkan cerita saksi Aliasa.
“Bahwa saksi endang ini kesaksiannya tidak kredibel. Karena saksi Endang ini kesaksiannya tidak berkesesuaian dengan saksi yang lain. Saksi endang ini kesaksiannya tidak konsisten,” ujar dia.
Sementara itu, Plt Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok, Andi Tri Saputro menjelaskan, JPU tetap pada tuntunya, yakni selama 13 tahun penjara dan tinggal menunggu sidang putusan yang akan diberikan majelis hakim.
“Tetap ada tuntutan kalau dari kejaksaan, tinggal nunggu putusan,” tutur dia. ***