RADARDEPOK.COM, DEPOK – Di tengah polemik Peraturan Menteri Tenaga Kerja terkait pencairan Jaminan Hari Tua (JHT). Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mengeluarkan unggahan di media sosialnya, yang menyebut pekerja atau buruh bergaji Rp4 juta yang menjadi peserta program JHT BPJS Ketenagakerjaan bisa mencairkan manfaat hingga Rp66,77 juta.
Dengan syarat, pencairan manfaat dilakukan saat masa pensiun atau ketika pekerja berusia 56 tahun. Dalam unggahan Instagram resminya, Kemenaker menjelaskan perhitungan itu berasal dari simulasi yang dilakukan. "Jika Koko di-PHK tanpa membayar iuran tambahan, maka berdasarkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, manfaat yang diterima jauh lebih besar," tutur Kemenaker.
Kemenaker juga memberikan sebuah penggambaran melalui cerita yaitu, Koko disimulasikan sebagai pekerja dengan gaji sebesar Rp4 juta per bulan, dengan kewajiban membayar iuran JHT sebesar 5,7 persen dari gajinya atau setara Rp228 ribu per bulan.
Dalam simulasi itu, Koko diceritakan bekerja selama 5 tahun di sebuah perusahaan, sehingga total dana JHT yang dimiliki Koko selama bekerja adalah Rp228 ribu dikali 60 bulan menjadi Rp13,68 juta. Dana tersebut kemudian berkembang menjadi Rp15,8 juta setelah dikalikan 5,7 persen.
Mengacu pada Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT), maka dana yang dimiliki Koko tidak dapat diambil hingga masuk masa pensiun.
Namun, apabila dana tersebut tidak pernah ditambahkan oleh Koko, Kemnaker mengklaim dana tersebut tetap akan berkembang dengan bunga yang sama hingga yang bersangkutan pensiun. Dengan demikian, ketika masuk masa pensiun, maka Koko akan mendapatkan dana JHT sebesar Rp66,77 juta.
Dana tersebut didapat dengan mengalikan dana 5 tahun Koko sebesar Rp15,8 juta dengan bunga 5,7 persen selama 26 tahun sehingga berjumlah Rp66,77 juta.
Sebagai informasi, Permenaker anyar ini merevisi aturan sebelumnya, yakni Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.Lewat Permenaker baru, manfaat JHT hanya bisa diklaim oleh peserta saat masuk masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Soal ini, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Depok, Wido Pratikno mengatakan, penggambaran skema pencairan JHT yang diunggah Kemenaker tersebut tidak ada artinya. Karena selisihnya 26 tahun baru bisa dicairkan jika melihat contoh dari cerita tersebut.
“Ya gak ada artinya lah, uang Rp 66,77 juta 26 tahun mendatang cukup buat apa,” katanya.
Dia menilai, jika menggunakan skema itu nantinya akan menurunkan kemampuan daya beli dari uang Rp 15,8 juta yang dimiliki buruh saat ini. hal itu dikarenakan kemungkinan terjadinya inflasi dan meningkatnya harga kebutuhan pokok dan kenaikan angka kebutuhan hidup.
“Kalau 26 tahun lagi yang ada fungsinya berkurang dari nilai Rp 15,8 juta yang ada sekarang. Lebih baik uang JHT yang ada saat ini dicairkan untuk dijadikan modal usaha atau membeli kendaraan untuk menjadi driver online untuk melanjutkan kehidupannya,” bebernya.
Dia menjelaskan, selain JHT buruh juga sudah memiliki dana pensiun yang baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun, maka dari itu dia menilai seharusnya JHT dikembalikan seperti semula, bisa diambil setelah buruh habis masa kerja atau berhenti bekerja setelah satu bulan. “Jangan bodohi masyarakat dengan cerita seperti itu,” tukasnya.
Di lain pihak, soal ramai JHT, Kepala Bidang Kepesertaan BP Jamsostek Kota Depok, Yanuar Wirandono menyebut, tidak ada permintaan pencairan dana secara besar-besaran yang dilakukan peserta BPJS Ketenagakerjaan Depok.