Lebih lanjut, sambung dia, fenomena saat ini ketika ASN bekerja bersama pimpinannya, produktivitasnya kurang baik. Dia mempertanyakan bagaimana menciptakan produktivitas tidak turun saat WFA.
“Kebijakan ini harus dipikirkan matang-matang, di depan mata saja sulit apalagi yang jauh,” bebernya.
Dia menyarankan, jika mau diujicoba, WFA ini harus dilakukan di kementerian dan di lembaga negara lainnya terlebih dahulu. Jika disana berjalan lancar, baru boleh diterapkan di tingkat daerah.
“Harus dimulai dari tingkat kemeterian dulu. Jangan langsung dijalankan serentak di semua instansi pemerintah,” tukasnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Vishnu Juwono mengatakan, kebijakan WFA ini memiliki plus minus dalam mendongkrak kinerja ASN.
Plusnya, ASN dari kalangan milenial akan meningkat produktifitasnya mengingat mereka mengikuti perkembangan teknologi. Akan tetapi bagi ASN yang sudah tua kemungkinan akan terhambat karena sudah tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi.
“Saya rasa kebijakan ini cocok untuk ASN terutama yang berasal dari generasi milenial. Sebab, mereka sangat fasih dalam menggunakan teknologi informasi. Yang menjadi tantangan adalah bagi generasi yang lebih tua, karena mereka kemungkinan besar akan kesulitan beradaptasi dengan teknologi informasi,” terangnya.
Meski demikian, dia meminta agar kebijakan WFA ini diikuti kebijakan penunjang. Dia berpendapat bahwa WFA ini akan adil jika jenis-jenis pekerjaan yang mensyaratkan kehadiran fisik idealnya harus diikuti dengan kebijakan penunjang. Misalnya, berupa fasilitas dan insentif yang memadai. Lebih lanjut, ia juga memberikan tanggapan soal sistem presensi berbasis lokasi (location based presence) yang bertujuan untuk mengecek sekaligus memantau kehadiran para ASN.
“Banyak instansi atau lembaga yang sudah menggunakan fitur aplikasi tersebut. Namun, yang jadi PR adalah dedikasi dan loyalitas para pekerja yang memiliki keahlian lebih di bidang IT sehingga tidak menyalahgunakan sistem itu. Sehingga tetap perlu membangun aplikasi yang lebih canggih dan cerdas,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Tjahjo Kumolo mengaku tak setuju dengan wacana penerapan sistem WFA atau kerja dari mana saja bagi ASN. Baginya, dengan sistem itu, pengawasan kinerja ASN sulit dilakukan.
"KemenpanRB belum pernah membahas soal WFA. Dalam jangka waktu saat ini, saya belum setuju penerapan WFA," kata Tjahjo
Tjahjo mengaku tak setuju penerapan sistem WFA karena akan sulit mengawasi kinerja para ASN. "(Sulit) memonitor/mengawasi ASN yang jumlahnya 4 jutaan. Kalau mengawasi eselon I dan II saja mungkin bisa," ujarnya.
Dia pun menegaskan bahwa saat ini pemerintah masih fokus menerapkan sistem kerja campuran WFO dan WFH. Penentuan pekerja yang WFO dan WFH etap diatur oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
"Saat ini konsentrasi saja dulu pada WFH dan WFO," ujar politisi PDIP itu.
Wacana penerapan sistem WFA bagi ASN pertama kali dilontarkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerja Sama BKN Satya Pratama, pada Rabu (11/5), mengatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji penerapan WFA.