Mendapat informasi itu, kami bersiap menuju Kalimati. Salah satu tenda kami bongkar dan peking masuk ke dalam satu carier beserta logistic, sedangkan saya dan istri bawa peralatan penghangat untuk anak anak.
Baru saja mau berangkat dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati, Fidel dan Kondor datang melaporkan kondisi di Kalimati. “Kalo menurut gw gak rekomended klo dipaksa naik ke puncak bang, asap masih menggumpal di sekitar kalimati,” kata Kondor. “Iya bang nih gw ada videonya,” sahut Fidel sambil memperlihatkan video di smartphonenya kondisi di Kalimati.
Baca Juga: Garut Punya Nih! Tempat Camping View Lautan Lepas dan Sunsetnya Juara, Bikin Kamu Susah Move On
“Gimana Bal, gw sih terserah lu. Gw ngikut aja,” kata Arlan. “Tembusin aja dulu Kalimati. Kalau memang tidak memungkinkan kita ga usah muncak, tapi klo kondisinya memungkinkan, kita gass Sumit,” sahut saya. “Okeh kalau gitu kita bergerak ke Kalimati,” tegas Arlan.
Keputusan saya melanjukan ke Kalimati disambut bahagia oleh Adam dan Rama. “Yes,” kata Rama. “Aa sama Ade siap ya klo kita muncak semeru,” tanya saya. “siap yah,” jawab Adam dan Rama.
Keputusan jalan menuju Kalimati sepertinya kurang disetujui sama istri saya. Terlihat dari mimik wajahnya yang kurang senang dengan keputusan saya.
Wajar bagi seorang ibu khawatir akan keselamatan kedua anaknya yang masih duduk di sekolah dasar dengan model pendakian yang sangat sangat beresiko.
“Jangan dipaksakan yah, bunda khawatir,” kata istri saya sambil berbisik. “Jalan aja dulu ke Kalimati, kalau memungkinkan kita muncak,” jawab saya sambil berbisik.
Baca Juga: Walikota Mohammad Idris Beri Penghargaan Enam Perangkat Daerah di Depok
Perjalanan dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati bukan perkara mudah, jarak tempuh yang harus kita lewati sepanjang 7,5 Km dengan jalan mendaki dan berliku. Untuk mengawali perjalanan kita dihadapi oleh Tanjakan Cinta yang fenomenal dan memiliki mitos yang sangat terkenal itu.
Ya, mitos bagi siapa yang menyukai wanita atau pria, jalan dari bawah tanjakan hingga puncak tanjakan cinta tanpa berhenti dan menengok kebelakang sebari membayangkan wanita atau laki-laki pujaannya, dipercaya akan berjodoh. Hhhhmmmm….memang itu mitos, tapi di kehidupan pribadi saya itu menjadi kenyataan, bukan berarti saya percaya dengan mitos itu.
Tahun 2001, saya pertama kali mendaki Gunung Semeru, saat itu hubungan saya dan pacar saya sedang putus. Mitos itu benar-benar saya lakukan, dengan sekuat tenaga saya mendaki tanjakan cinta tanpa berhenti dan menengok kebelakang. Pendakiannya sangat berat apalagi saat itu beban di pundak saya membawa carier yang sangat berat.
Baca Juga: Warga Bojongsari Baru Kota Depok Diajari Manfaatkan Limbah, Begini Caranya
Pendakian Tanjakan Cinta berhasil. Sepulang pendakian Gunung Semeru saat itu, saya coba telp pacar saya itu. “Saya pulang sekitar pukul 16:00 di stasiun Bogor,” kata saya saat itu.
Tak disangka, ternyata pacar saya jemput ke stasiun Bogor dan hubungan saya dengan pacar kembali membaik sampai akhirnya ke pelaminan dan kini menjadi istri dan ibu dari kedua anak saya yang kini mendaki bersama Gunung Semeru.
Usai melahap tanjakan cinta, mata kita di manjakan dengan hamparan savana Oro Oro Ombo. Oro-oro Ombo dihiasi oleh hamparan bunga verbena, jika pendakian dilakukan bulan April, Mei dan Juni bunga verbena ini mekar dan berwarna ungu memenuhi savanna seluas 20 hektar.