“Ayo A kita jalan,” kata saya ke Adam yang tidak mau jauh dari bundanya. “AA nemenin bunda aja disini, Ayah sama Ade aja yang ke puncak,” kata Adam. Saya hanya terdiam. “Sudah AA jalan aja sama ayah dan ade, biar bunda sendirian nunggu disini, sudah AA jalan aja sama ayah cepeeet,” kata istri saya setengah membentak.
“Ayo A, kita jalan bunda aman ko disini,” kata saya, setelah melihat kondisi lingkungan disekitar istri yang aman. Saya, Adam dan Rama jalan duluan, langkah saya sengaja diperlambat karena saya yakin istri saya bukan tipikal wanita yang mudah menyerah dengan keadaan.
Saya melihat kebawah, istri saya berusaha keras bangun dari duduknya, menahan rasa sakit di pinggul, kaki dan perutnya. Sedikit demi sedikit istri saya melangkah mendaki, saya hanya diam dan duduk di tempat saja.
Saya membiarkan istri melewati saya, dan berjalan sama Adam dan Rama, saya perhatikan langkah istri saya sambil memegang pinggul yang terasa sakit dan berkali kali meringis menahan sakit di perutnya karena datang bulan.
Saya terus berada di belakang istri saya, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut saya. Saya paham ketika kondisi istri yang begitu tersiksa dan memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan butuh ketenangan.
Saya tidak mau berdiskusi apapun seoalah-olah memberikan semangat, karena saya tahu setiap apa yang keluar dari mulut saya dan istri merupakan energy yang dibuang. Sedangkan saat itu, saya membutuhkan energy yang besar, jadi lebih baik diam dan focus sama pendakian ke puncak Semeru.
Baca Juga: Kini Hadir Wahana Sky View di Curug Cipanas Nagrak, Serunya Lagi Tempat Wisata Ini Buka 24 Jam Nonstop
Tepat pukul 7:30, Alhamdulillah kita sekeluarga sampai puncak Mahameru. Mungkin keluarga saya menjadi keluarga yang paling tinggi di pulau Jawa saat itu. Bangga, haru dan sedih berkecamuk dalam hati. Saya menangis, sambil memeluk anak saya satu persatu kemudian istri saya seraya memohon maaf kalau keputusan saya muncak itu salah.
Angin di puncak Semeru sangat kencang, tidak banyak waktu kami di puncak, setelah selesai foto foto dan menikmati pemandangan menjadi orang tertinggi di pulau Jawa, kami bergegas turun dari puncak.
Khawatir jika terlalu siang, gas beracun dari kawah Gunung Semeru muncul. Ya, gas beracun yang merenggut pendiri Mapala Universitas Indonesia Soe Hook Gie yang tewas di puncak semeru 16 Desember 1969 (bersambung).***