Di titik itulah, Kurniasih bertanya pada dirinya sendiri. Seperti, dudahkah sistem memberi ruang bagi guru untuk benar-benar menjadi pendidik, bukan sekadar pelapor angka dan pengisi dokumen.
Baca Juga: Liburan Akhir Tahun Makin Berkesan dengan Camping di Syahdunya Aliran Sungai Puncak Ini!
Meski demikian, ia tidak memilih menyerah. Justru dari kelelahan itulah ia menemukan makna terdalam. Setiap kali ragu datang, satu senyum polos siswa atau satu keberanian kecil untuk bermimpi kembali menyulut semangatnya.
“Setiap keberhasilan kecil peserta didik adalah bukti bahwa perjuangan ini tidak sia-sia,” katanya.
Hari-hari di ruang kelas telah membentuknya. Ia bukan hanya guru bagi murid-muridnya, tetapi juga murid bagi kehidupan. Dari mereka, ia belajar tentang kesabaran, kejujuran, perjuangan, dan arti tulus memberi.
Menjadi guru baginya bukan sekadar profesi. Ia adalah sebuah perjalanan, sebuah panggilan jiwa, sebuah proses panjang untuk terus tumbuh menjadi manusia yang lebih utuh.
Di ruang kelas itulah Kurniasih menemukan makna perubahan yang sesungguhnya, bukan tentang takut menghadapi yang baru, bukan tentang menolak perbedaan zaman, tetapi tentang berani belajar, beradaptasi, dan berjalan bersama masa depan.
“Menjadi guru bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang belajar dari setiap perubahan,” ujar dia.
Dan di antara semua itu, pelangi tetap hadir di ruang kelas sederhana, dalam mata-anak-anak bangsa, dan di hati seorang pendidik yang tak pernah berhenti percaya pada kekuatan pendidikan.***