Meski begitu, saat ini ada hasil penelitiannya bersama sejumlah kolega yang masuk tahap uji coba. Penelitian tersebut adalah pengolahan sampah plastik dibuat interlocking brick. Yaitu sejenis concrete block (conblock) atau batu bata.
Bata dari sampah plastik itu sedang diuji supaya bisa digunakan sebagai tembok di pesisir. Tujuannya adalah menahan laju abrasi. Menurutnya, abrasi saat ini menjadi ancaman semua negara yang memiliki pantai. Meningkatnya suhu muka air laut yang dipicu perubahan iklim membuat muka air laut semakin bertambah.
Reza menjelaskan, inovasi pembuatan conblock itu nantinya tentu akan didaftarkan patennya. Tetapi, bisa jadi nanti sifat patennya terbuka. Artinya bisa dimanfaatkan oleh siapa pun. Sebab, untuk mencegah abrasi di pesisir atau bibir pantai, butuh kolaborasi banyak pihak.
Pengujian yang dilakukan saat ini untuk mengukur seberapa besar mikroplastik yang dilepaskan oleh conblock tersebut ke lautan. Jangan sampai mikroplastik yang terlepas ternyata cukup besar.
Di depan sejumlah wartawan di kantor BRIN, Reza menyampaikan bahwa plastik sejatinya bukan musuh manusia. Tetapi, yang masih jadi tantangan sampai sekarang adalah pengelolaannya. Dia mengatakan, 60 persen penggunaan plastik di dunia adalah plastik sekali pakai. Seperti botol air minum dan pembungkus makanan.
Khusus di Indonesia, keberadaan tempat pembuatan akhir (TPA) juga belum efektif. Karena baru 50 persen produksi sampah yang berakhir di TPA. Banyak orang yang masih membakar sampah atau membuang ke sungai yang akhirnya bermuara di lautan.***
Artikel Terkait
Nur Mahmudi Raih Profesor Riset Bidang Teknologi Pascapanen, Ketahanan Pangan Belum Kokoh
Keluarkan Ancaman di Medsos, Muhammadiyah Desak Peneliti BRIN Andi Pangerang Minta Maaf
BRIN Nyatakan Andi Pangerang Melanggar Etik Gegara Ancam Warga Muhammadiyah
BRIN Deteksi Politisasi SARA Mencuat di Pemilu 2024, Begini Penjelasannya
Pengamat BRIN Sebut Pemaksaan Politik Dinasti Jokowi Telah Hancurkan Demokrasi Rasional