“Kalau pengelolaan air tanah tak sesuai kapasitas imbuhannya, dampaknya bisa serius,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa air pegunungan berasal dari sistem akuifer vulkanik yang berbeda dari sumur dangkal.
Dosen hidrogeologi ITB, Prof. Lilik Eko Widodo, menambahkan setiap titik pengambilan air industri harus dihitung secara ilmiah dan mengikuti grand design tata kelola air tanah. “Yang penting bukan sekadar mengambil air, tapi memastikan sistemnya tetap berfungsi,” katanya.
Peneliti BRIN, Ananta Rangga, menekankan pentingnya riset jangka panjang karena karakter akuifer berbeda di tiap wilayah. Menurutnya, kolaborasi pemerintah, peneliti, dan industri penting untuk menjaga keberlanjutan.
“Selama perusahaan mengikuti riset dan izin resmi, sistemnya bisa tetap berkelanjutan,” ujarnya.
Artikel Terkait
AHM Gelar FEVOSH 2026, Wujudkan SDM Vokasi Unggul di Industri Otomotif
Resep Udang Goreng Tepung Crispi dan Saus Asam Manis untuk Lauk Makan
Atasi Obesitas di Klinik Gizi dan Agroherbal RSUD Bakti Pajajaran Cibinong Biayanya Cuma Rp180 Ribu!
Penasaran Cara Bikin Tom and Jerry Cheesecake? Yuk, Intip Resepnya di Sini untuk Ide Jualan Kekinian
Kuliner Nusantara Bersinar, BRI Dukung UMKM Lokal Lewat Bazaar Jelajah Kuliner Indonesia 2025 di Kota Medan