RADARDEPOK.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menekankan pentingnya perubahan pola hidup dan peran pencegahan dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan saat memberikan sambutan pada acara Pengembangan Profesi Bedah Berkelanjutan KONAS PABI VII dan P2B2 PABI XXII di Bandung, Jumat, 19 September 2025.
Dalam pidatonya, Dedi mengkritik kelaziman pola konsumsi dan kebiasaan sehari-hari yang menurutnya berkontribusi pada munculnya penyakit, sementara upaya pencegahan masih lemah.
Baca Juga: Kondisi Memprihatinkan di Muara Gembong Bekasi, Dedi Mulyadi: Akan Segera Tindak Lanjut
“Negara itu sering hadir ketika orang sudah sakit BPJS, dokter, pemerintahnya turun. Tapi negara tidak hadir kebanyakan di pencegahan,” ujar Dedi.
Dedi menyebutkan contoh sederhana yang menggambarkan kurangnya kesadaran pencegahan, seperti kebiasaan makan yang tidak sehat dan konsumsi minuman tinggi gula.
Ia menggarisbawahi paradoks di masyarakat yaitu iuran BPJS yang dianggap mahal, tetapi pengeluaran harian untuk jajanan dan minuman kemasan yang kurang sehat dianggap biasa.
Baca Juga: Muncul Ide Program MBG Diganti uang tunai, Ini Tanggapan Mensesneg Prasetyo Hadi
Dedi juga menyinggung gaya hidup sedentari anak-anak masa kini yang jarang berjalan kaki, lebih banyak berkutat pada layar gadget, dan jarang menulis atau membaca buku, yang menurutnya berpengaruh pada daya ingat dan kualitas hidup jangka panjang.
Selain persoalan pencegahan, Dedi menyoroti beban nonmedis yang menimpa pasien dan keluarganya, seperti biaya transportasi untuk terapi kanker (contoh: kemoterapi di rumah sakit rujukan jauh), kehilangan penghasilan saat perawatan, atau kebutuhan biaya hidup keluarga selama masa perawatan.
Dalam sambutannya Dedi memberi penghormatan pada profesi dokter bedah yang ia anggap paling berat tugasnya.
Baca Juga: Super Gemes! Cuma di Kafe Ini Kamu Bisa Icip-Icip Menu yang Unik dan Lucu
Ia menekankan pentingnya daya ingat, ketelitian, dan “hati” dalam praktik kedokteran, sifat yang menurutnya menjadi ciri para praktisi senior.
Meski mengakui potensi kecerdasan buatan (AI) dalam kedokteran, Dedi menegaskan bahwa hati dan akal manusia tetap menjadi modal utama pelayanan kesehatan yang manusiawi.