RADARDEPOK.COM, BOGOR – Hari ini Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusan atas Perkara No. 114/PUU-XX/2022 tentang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait sistem pemilu.
Meskipun banyak pihak sempat mengkhawatirkan independensi dan integritas MK terkait gugatan uji materiil sistem pemilu ini, namun kita telah menyaksikan keputusan MK yang meneguhkan sistem proporsional terbuka.
Artinya menolak permohonan para pemohon untuk sistem proporsional tertutup.
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Putuskan Sistem Pemilu 2024 Tetap Terbuka
MK masih konsisten dengan yurisprudensi yang telah dibuatnya bahwa sistem dan teknis pelaksanaan pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden, merupakan bagian dari open legal policy, alias ranah pembuat undang-undang.
Dalam hal ini, kewenangan untuk memutuskan masalah tersebut merupakan kewenangan dari DPR dan Presiden.
Menurut MK, meskipun terdapat kekurangan dalam setiap sistem pemilu, perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek.
Baca Juga: Ramai-Ramai Parpol Depok Doakan Sistem Pemilu Terbuka, Simak Alasannya
Mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.
“Keputusan MK tidak mengabulkan permohonan perubahan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup, merupakan berita gembira bagi demokrasi kita terutama membuka ruang partisipasi publik dalam pemilu untuk dipilih dan memilih,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon.
Fadli Zon menyebutkan, ada beberapa alasan kenapa putusan MK terkait uji materi sistem pemilu ini pantas diapresiasi dan dipuji oleh publik.
Pertama, putusan ini lahir ketika indeks kepercayaan publik terhadap MK untuk pertama kalinya dalam sejarah berada di bawah Mahkamah Agung (MA).
“Padahal, kita tahu, MK, dan juga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dua lembaga yang lahir sesudah proses Reformasi, biasanya selalu merajai survei kepercayaan publik. Namun, belakangan tingkat kepercayaan publik terhadap dua lembaga tadi terus merosot, di bawah lembaga penegakan hukum lainnya,” ucap Fadli Zon yang juga sebagai Anggota DPR RI Dapil Kabupaten Bogor ini.
Itu sebabnya, di tengah melemahnya tingkat kepercayaan publik, putusan MK yang tetap konsisten menjadikan sistem pemilu sebagai ranah open legal policy patut diapresiasi.
Kedua, putusan MK ini mengukuhkan pandangan bahwa isu pilihan sistem pemilu, dalam hal ini proporsional terbuka ataupun tertutup, bukanlah termasuk isu konstitusional.