RADARDEPOK.COM - Fenomena kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2024, yang sudah jauh jauh hari diantisipasi akhirnya kejadian. Puluhan daerah di Indonesia harus menjalani pesta demokrasi tanpa lawan, hal ini mengindikasikan rusaknya wajah demokrasi.
Hal itu sekaligus membulatkan peningkatan kotak kosong atau calon tunggal dalam konstestasi Pilkada sebelumnya. Tahun ini, tercatat sebanyak 43 daerah yang akan berhadapan dengan kotak kosong, angka tersebut meningkat hampir dua kali lipat dari Pilkada 2020 yang hanya berjumlah 25 daerah.
Baca Juga: Goldmart Keluarkan Koleksi Terbaru Victory of Life, Ada Promo Menarik Selama Event
Menanggapi fenomena itu, Pengamat Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin mengatakan, fenomena kotak kosong di puluhan daerah itu menandakan kurang partisipasi partai politik, terutama soal kaderisasi.
"Selanjutnya, masyarakat tidak banyak diberikan pilihan sosok kandidat yang mumpuni, yang punya kapasitas, punya kualitas, punya integritas gitu. Masa di antara penduduk lokal ataupun tokoh-tokoh nasional tidak ada yang mampu untuk bisa maju ya di 43 daerah itu," jelas Ujang Komarudin kepada Radar Depok, Minggu (1/9).
Baca Juga: Ini Skenario KPU Apabila Calon Tunggal Kalah Lawan Kotak Kosong di Pilkada 2024
Karena itu, Ujang Komarudin menyayangi adanya peningkatan kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2024. Lantaran, tidak ada kampanye, tidak ada sosialisasi, tidak ada program, tidak punya visi misi, hingga tak bisa melakukan pembelaan dan lain sebagainya.
"Jadi ya kalau hari ini misalkan di Pilkada saat ini, ada ya ini fenomena yang menurut saya kelihatannya fenomena borong partai, fenomena koalisi besar yang kira-kira ingin menang dengan mudah gitu. Tanpa harus susah-susah, tanpa harus berkampanye kepada rakyat, kepada warga di daerah-daerah itu," terang Ujang Komarudin.
Ujang Komarudin menilai, fenomena itu dapat terjadi karena diperbolehkan dalam aturannya, sehingga tidak sedikit partai politik di daerah memainkan irama kotak kosong untuk memenangkan Pilkada.
"Di satu sisi, kita ingin mengembangkan demokrasi, demokrasi mengharuskan kompetisi yang sehat, kalau kompetisi yang sehat ya ada adu ide gagasan antar kandidat, ada adu visi misi, ada adu program. Itu kalau kotak kosong kan tidak ada adu ide gagasan itu," beber Ujang Komarudin.
Bahkan, kata Ujang Komarudin, Pilkada yang mencerminkan citra demokrasi, harus dirusak kotak kosong yang diperbolehkan dalam aturan.
"Kan ini yang menjadi paradoks, anomali dalam konteks demokrasi," tutur Ujang Komarudin.
Baca Juga: Wajib Baca! Berikut ini Persiapan dan Perlengkapan Berkendara bagi Pengendara Pemula
Sehingga, ungkap Ujang Komarudin, banyak partai politik lebih memilih kandidat yang kuat, daripada harus mengeluarkan biaya untuk menghadapi lawan.
Artikel Terkait
Wajib Baca! Berikut ini Persiapan dan Perlengkapan Berkendara bagi Pengendara Pemula
6 Tempat Jogging di Depok ini Keren Banget, Dijamin bikin Betah dan Enggak Nguras kantong!
Tersangka Narkoba Tewas di Rutan Kelas I Depok, Diduga Dikeroyok Tahanan karena tidak Sopan
Karutan Kelas I Depok Akui tak bisa Melerai Pengeroyokan yang Menyebkan RA Tewas, Berdalih Kekurangan Petugas
Ridwan Kamil Pastikan Jakarta tetap Ramai Meski bukan Lagi Ibu Kota Negara: Kami Punya Pengalaman sebagai Kepala Daerah
HIMFA Jakarta Global University Dorong Konservasi TOGA untuk Kesehatan dan Ekonomi Berkelanjutan di Depok : Produksi Jamu, Tuai Dukungan TP PKK