RADARDEPOK.COM – Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Kota Depok, tengah diawasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), atas dasar sistem pembuangan sampah open dumping (pembuangan terbuka) yang kini sudah kelebihan muatan.
Sistem open dumping untuk pengelolaan TPA itu sudah tidak lagi diperkenankan sejak 2013, berdasarkan Undang-undang No 18 Tahun 2008. Sehingga seluruh operasional TPA dengan sistem open dumping diharuskan untuk ditutup, dan diganti menjadi sanitary landfill (menimbun sampah dengan lapisan kedap).
Muatan yang berlebih di TPA Cipayung itu disebabkan berbagai faktor, salah satunya pembuang sampah yang tidak jelas dari mana asal sampah tersebut, yang dibuang setiap harinya oleh kendaraan berpelat hitam atau sipil.
“Berdasarkan ketentuan undang-undang pengelolaan sampah tahun 2008. Dinyatakan bahwa setelah lima tahun keluarnya undang-undang tersebut, maka seluruh operasional TPA yang menggunakan sistem open dumping itu harus ditutup,” terang Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok, Abdul Rahman, Selasa (22/4).
Baca Juga: Janji Bikin Meriah Ulang Tahun ke 26 Kota Depok, Simak yang Dilakukan Dua Tokoh Fenomenal Ini
Namun, sambung Abdul Rahman, operasional TPA yang menggunakan sistem open dumping ini tidak hanya diberlakukan di Kota Depok saja. Tetapi hampir semua daerah masih menggunakan sistem open dumping untuk pembuangan sampahnya.
Seharusnya, lanjut Abdul Rahman, sistem open dumping itu sudah ditutup sejak 2013 dan diganti pengelolaannya menjadi sanitary landfill. Tetapi, kondisi pada saat itu tidak mudah untuk menutup sistem open dumping tersebut.
“Dengan kondisi TPA Cipayung yang seperti sekarang ini, status Kota Depok tengah dalam pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ungkap Abdul Rahman.
Pengawasan ini, lanjut Abdul Rahman, dilakukan guna percepatan dalam upaya dari pemerintah daerah dalam menangani masalah sampah. Selain pengawasan, pihak yang bersangkutan juga tengah dalam tahap proses pengumpulan bukti serta pengambilan sampel.
“Sekarang ini baru dalam tahap pengawasan saja. Nah, kami belum tahu nih apakah nanti ada sanksi administratif atau teguran. Sementara ini kami masih menunggu hasil dari pengumpulan bukti dan pengambilan sampel,” tutur Abdul Rahman.
Meski demikian, sebagai upaya inovatif dalam pengelolaan sampah, DLHK Kota Depok mulai melakukan uji coba penggunaan maggot untuk mengurai sampah di TPA Cipayung. Uji coba tersebut diharapkan mampu menjadi alternatif solusi untuk mengurangi volume sampah yang ada.
Dalam hal ini DLHK Kota Depok menebar sedikitnya 31 kilogram maggot, yang berasal dari 500 gram telur maggot ke kawasan TPA Cipayung. Maggot tersebut diproduksi Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Merdeka 2, yang setiap harinya mampu menghasilkan 150 hingga 200 gram telur maggot.
“Kalau 500 gram telur itu berhasil menetas semua, potensinya bisa mengurai hingga rata-rata 500 kilogram sampah organik per hari. Ini angka yang sangat signifikan untuk mengurangi volume sampah, apalagi jika diterapkan di permukiman warga,” tutur Abdul Rahman.
Menurut Abdul Rahman, penebaran maggot di TPA terasa seperti menggarami air laut. Namun demikian, langkah tersebut dianggap penting sebagai bagian dari strategi jangka panjang pengelolaan sampah organik di Kota Depok.
Artikel Terkait
Eva Rudy Susmanto : Hari Kartini Momentum Kebangkitan Kaum Perempuan
Rasio Kelulusan Tinggi, Warga Cileungsi dan Gunung Putri Butuh SMP Negeri Baru
Serentak! 16 Pria di Depok Divasektomi, Semuanya Gratis
Pembangunan Tower BTS di Pancoranmas Depok Diklaim Disetujui Warga, Masa Sih?
Ema Suranta, Kartini Penggerak Lingkungan dari Sampah Bukit Berlian Kabupaten Bandung Barat
Baru! Tempat Makan Mie Enak di Bandung, Cobain Menu Best Sellernya Mie Chili Siram
Belasan Tahun Perjuangkan Hak Warga Depok, Qonita Lutfiyah Buktikan Perempuan Bisa Imbangi Kodrat dan Profesi, Ternyata Tiru Jejak RA Kartini
Janji Bikin Meriah Ulang Tahun ke 26 Kota Depok, Simak yang Dilakukan Dua Tokoh Fenomenal Ini