“Kalau melihat data ini RTH dan kebun campuran 26,24 persen dari luas kota. Tapi harusnya dipisah dengan kebun campuran supaya terlihat murni RTHnya berapa, secara fisik sebenarnya mungkin bisa terpenuhi kalau digabung semuanya, sempadan situ dan sungai, kebun, sawah dan lain lain,” kata dia.
Menurut dia, berbagai upaya telah dilakukan Pemkot Depok, seperti pembangunan taman RW dan Taman Kelurahan yang sudah terdapat di beberapa wilayah.
“2023 ada penambahan alun-alun barat 2,1 hektar, 2024 ada taman kelurahan bojong sari baru 1000 meter persegi, 2025 taman Bojong pondok terong 1000 meter persegi dan 2025 rencana dari UIII akan menyerahkan 3-4 hektar untuk dijadikan taman keanekaragaman hayati,” kata dia.
Indra Kusumua menekankan, perlu adanya pelibatan stakeholder atau pihak swasta untuk percepatan terpenuhinya 30 persen RTH Kota Depok.
“Ini menjadi salah satu Pemkot Depok saat ini,” tutur dia.
Sementara itu, Koordinator Forum Komunitas Hijau (FKH) Kota Depok, Heri Syaifuddin menuturkan, kewajiban kota itu 30 persen harus menyediakan ruang terbuka hijau.
Baca Juga: Hujan Deras, Kawasan Harjamukti Depok Dikepung Banjir : Ini Data Selengkapnya
“Dari jumlah itu 30, 20 persen tanggung jawab pemerintah, dan 10 persen kontribusi dari swasta atau privat. Rinciannya, terdiri dari gabungan antara RTH publik dan privat,” tutur Heri.
Heri menyebut, pencapaian RTH 13 persen pun masih patut dipertanyakan. Dari informasi yang dapati, banyak yang mengklaim sempadan sungai dan situ sebagai RTH, padahal lahannya sudah bersertifikat atas nama swasta.
“Itu berarti bukan RTH publik lagi,” kata Heri.
Heri menjelaskan, kontribusi RTH publik seharusnya berasal dari instansi pemerintah baik vertikal maupun horizontal. Sedangkan untuk RTH privat, mencakup halaman milik warga atau lahan milik swasta. Heri menyebutkan, aturan lama seperti di mana luas lahan yang boleh dibangun hanya 80 meter dari total 120 meter.
“Ini demi menjaga ruang hijau,” jelas Heri.
Terkait RTH publik yang ada di Kota Depok, beber Heri, diantaranya meliputi halaman instansi seperti Kostrad, Brimob Kelapa Dua, serta sebagian kawasan milik Universitas Indonesia (UI). Selain itu, juga terdapat taman lingkungan hasil penyerahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) dari pengembang perumahan.
“Fasos itu kan ada yang dijadikan taman, tapi juga ada yang diambil pemerintah buat puskesmas dan sebagainya. Sekarang banyak pengembang bikin klaster kecil yang tidak wajib serahkan fasos atau fasum. Jadi makin minim RTH-nya,” beber Heri.
Heri juga memaparkan, pentingnya pencatatan dan pensertifikatan sempadan sungai atau kawasan hijau agar benar-benar masuk sebagai RTH publik. Sayangnya, banyak sempadan yang justru dimiliki oleh individu atau swasta.