Minggu, 21 Desember 2025

Desakan Evaluasi Sistem PPDB Menguat

- Senin, 17 Juli 2023 | 08:00 WIB
ILUSTRASI : Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Negeri Tahun Ajaran 2023/2024 telah dibuka. (ALDY RAMA/RADAR DEPOK)
ILUSTRASI : Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Negeri Tahun Ajaran 2023/2024 telah dibuka. (ALDY RAMA/RADAR DEPOK)

RADARDEPOK.COM – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) didesak untuk mengevaluasi secara menyeluruh aturan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Desakan ini agar karut marut PPDB tak terus menerus terulang kembali.

Tahun ini, geger PPDB tak hanya sekadar tak masuk kuota zonasi. Tapi, ratusan “anak” yang secara ghoib tiba-tiba masuk dalam kartu keluarga orang lain. Belum lagi, dugaan praktik jual beli kursi yang masih terjadi. Aksi demo pun tak terelakkan di sejumlah daerah. Meski sayangnya, respon pemerintah pusat dan daerah masih begitu-begitu saja.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai sumber kegaduhan PPDB adalah pada regulasinya sendiri. Yaitu Permendikbud No 1 tahun 2021. ’’Aturan ini ditafsirkan secara beragam oleh masing-masing pemerintah daerah,’’ katanya.

Akibatnya di sejumlah daerah, pelaksanaan PPDB menimbulkan polemic. Mulai dari acuan penerapan seleksi berdasarkan usia. Kemudian jalur prestasi yang tidak jelas parameternya dan manipulasi alamat sehingga masuk dalam radius zonasi sekolah negeri.

Baca Juga: Pindah KK Solusi Lolos PPDB, Ini Cerita Orangtua Murid di Depok

Ubaid mengatakan dari Permendikbud 1/2021 tersebut, melahirkan aturan di daerah yang saling bertabrakan. Sehingga masyarakat menjadi gaduh. ’’Bila kegaduhan di satu atau dua daerah saja, itu yang bermasalah aturan pemdanya. Tetapi ini yang gaduh di banyak daerah,’’ jelasnya.

Selain itu Ubaid juga mengkritisi pelaksanaan PPDB yang tidak pernah diaudit. Meskipun banyak masyarakat yang dirugikan atau menjadi korban, Kemendikbudristek sama sekali tidak pernah merevisi peraturan tadi.

Dia menegaskan sistem seleksi dalam PPDB harusnya menghilangkan praktik diskriminasi. Baik itu diskriminasi ekonomi atau lainnya. Tetapi ternyata diskriminasi masih saja terjadi.

’’Permendikbud 1/2021 harus direvisi atau bahkan diganti,’’ tegasnya. Kemendikbudristek harus membuat regulasi PPDB yang mengatur sampai tataran teknis. Sehingga menutup peluang untuk munculnya banyak penafsiran dari daerah-daerah.

Baca Juga: PPDB di Depok, Pemkot Bantah Bantah Ada Titip Menitip KK : Pengamat Minta Perjelas Aturan

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) pun merangkum sejumlah persoalan PPDB yang sejatinya terus berulang. Pertama, migrasi domisili melalui Kartu Keluarga calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.

Ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah unggulan. Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di kota Bogor.

”Modusnya dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar,” ujar Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim.

Modus pindah KK ini, kata dia, harusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Disdukcapil. Sehingga, reaksi Walikota Bogor Bima Arya di ujung proses PPDB dinilainya agak telat. Bahkan, menunjukkan Pemda tidak punya sistem deteksi sejak awal. ”Apalagi kota Bogor sudah ikut PPDB sejak 2017, jadi bukan hal baru mestinya,” keluhnya.

Baca Juga: Soal PPDB, M Faizin Minta Ada Kesetaraan Pendidikan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X