Baca Juga: Bantu Korban Kebakaran di Leuwinanggung, Aparatur Kecamatan Tapos Berikan Sejumlah Bantuan
Saya datang ke Posko pendaftaran di Kantor Kecamatan Galang di Sembulang. Lebih dari 30 menit di situ tidak satu pun orang yang datang mendaftar. Sejak dibuka pagi hari sampai selepas salat Jumat, baru ada tiga orang yang datang menuliskan nama dan alamatnya. “Mereka datang bertanya-tanya,” kata seorang petugas.
Petugas ini mengatakan, dari kurang-lebih 700 kepala keluarga (KK) di wilayah kerja Posko di kantor kecamatan itu, baru 200 KK yang mendaftar. “Mereka menyatakan siap direlokasi,” katanya. Tetapi menurut seorang warga di Rempang Cate, orang-orang yang namanya terdaftar itu sebenarnya hanya datang bertanya-tanya akan dapat konpensasi apa. “Belum tentu mereka bersedia direlokasi,” kata pemilik usaha jasa bengkel itu.
Rasa waswas banyak orang di Rempang antara lain karena takut ditangkap. “Tokoh sekelas Bang Long saja ditangkap, apa lagi saya,” kata seorang pemuda Rempang. Polisi memang menangkap 43 tokoh ketika berdemo menentang relokasi Rempang. Bang Long salah satunya. Tokoh Melayu ini bernama lengkap Datok Iswandi bin M. Yakub.
Baca Juga: Komisi VI DPR RI Dukung PLN Wujudkan Sinergi BUMN dalam Transisi Energi
Lalu tenggat pemerintah 28 September masyarakat Rempang direlokasi benar-benar sudah final? Lalu jika masih sebagian besar belum menyatakan bersedia, apakah tetap dibuldoser? Setelah dibuldoser diangkut ke mana?
Dua pantun ini mungkin saja menggambarkan suasana hati orang-orang Rempang:
Kalau parang katakan parang, parang menebas pandan duri. Kalau kampung tua diambil orang, seperti menumpang di tanah sendiri.
Pergi masuk ke dalam hutan, ambek kayu membuat gasing. Tana kita tanah bertuan, sekarang kita mulai terasing (pantun ini saya kutip dari akun TikTok @Melayu Kepulauan Riau).
Baca Juga: Milad ke 44 Sultan Tapos Dibanjiri Doa, Simak Selengkapnya
Empat alasan tadi dapat menjadi dasar berunding antara masyarakat Rempang dengan pemerintah. Masayarakat adalah rakyat yang memiliki hak atas segala apa yang mereka miliki selama ini. Pemerintah, atas dasar hukum, memang memiliki wewenang mengatur. Tetapi ketika mengatur, tidak mengorbankan hak-hak rakyatnya. Dan satu hak yang paling mendasar adalah rasa aman. (***)