Minggu, 21 Desember 2025

Rempang, Kampung Tua dan Pohon Kelapa

- Kamis, 5 Oktober 2023 | 10:15 WIB
CEO Radar Bogor Grup, Hazairin Sitepu (DOK.PRIBADI)
CEO Radar Bogor Grup, Hazairin Sitepu (DOK.PRIBADI)

Oleh Hazairin Sitepu

RADARDEPOK.COM-Angin memang tidak bertiup kencang di Rempang tetapi pohon-pohon seperti tampak meliuk. Ombak pun tidak mendebur keras di Sembulang tetapi pantai seperti terasa diterjang badai dan gelombang pasang. Begitulah kira-kira gambaran suasana hati orang-orang Melayu di Pulau Rempang.

Tokoh-tokoh dan masyarakat Melayu sejak 7 September memang melakukan perlawanan kepada pemerintah akibat sengketa agraria atas tanah Pula Rempang. Dan, bentrokan pun terjadi.

Baca Juga: Lembah Tepus, Destinasi Wisata Alam yang Menawarkan Air Terjun Berwarna Biru Jernih

 Pemerintah lalu mengerahkan kekuatan bersenjata: polisi dan TNI,  untuk menghadapi masyarakat yang melakukan perlawanan itu. Sekolah dan murid-murid pun ditembaki, dengan peluru gas airmata. Tokoh-tokoh yang memimpin perlawanan itu pun ditangkap.  Rempang mencekam.

Pemerintah, dalam perencanaan investasi jangka panjang, memberikan konsesi kepada  Xinyi Glass Holdings Ltd atas 2.000 hektoare dari  kurang-lebih 17.000 hektoare lahan Pulau Rempang. Masa konsesi 80 tahun. Lalu investor dari Tiongok itu bekerja sama PT Makmur Elok Graha akan membangun Rempang Eco City. Itu masalahnya.

Protes dan perlawanan tidak hanya karena Rempang kelak berubah fungsi, tetapi 16 Kampung Tua Melayu yang tidak ingin dibuldoser. Lalu, masyarakat yang mau digusur itu entah ke mana akan direlokasi.  Sampai akhir pekan ketiga September, masyarakat Rempang masih bertahan dengan sikap tidak ingin direlokasi.

Baca Juga: Core Tax Administration System, Mengenal Lebih Dekat Sistem Canggih DJP di Tahun 2024

Saya dua hari pergi ke beberapa tempat di Pula Rempang. Bertanya dan diskusi dengan beberapa tokoh. Saya juga datang ke Posko pendaftaran nama orang-orang yang bersedia direlokasi. Pun pergi ke daerah yang (direncanakan) menjadi tempat relokasi lebih dari tujuh ribu orang Pulau Rempang itu.

Dari sembila orang yang saya tanya secara terpisah di empat tempat, semuanya menyatakan tidak bersedia direlokasi. Mereka adalah petani, nelayan dan pedagang yang menetap di Kelurahan Sembulang dan Rempang Cate.

Empat alasan mengapa tidak bersedia direlokasi. Alasan-alasan ini diperoleh dari hasil diskusi.  Pertama, Rempang sudah menjadi tempat turun-temurun sejak nenek-kakek moyang. “Saya ini generasi keenam,” kata Jufri.

Baca Juga: 3 Wisata Air Terjun yang Airnya Bening Banget, jadi Andalan Orang Depok

Kedua, belum ada ikatan perjanjian tentang tempat relokasi. Akan direlokasi ke mana. Mau tinggal di mana. “Kita tidak pernah tau apakah sudah ada rumah buat kami tinggal nanti,” kata seorang penduduk di Sembulang.

Ketiga, belum ada perjanjian dan ikatan kompensasi tentang kerugian harta-benda. Misalnya, rumah dihargai berapa. Lahan kebun dihargai berapa. Satu pohon kelapa dihargai berapa, satu pohon pisang dihargai berapa, satu pohon mangga dihargai berapa, dll.

Keempat, belum ada kesepakatan tentang nasib kampung-kampung tua Melayu di Rempang. Apakah kampung-kampung itu digusur juga seperti menggusur rumah penduduk nantinya. Jika digusur juga, maka mereka menganggap sama dengan menggusur eksistensi dan identitas masyarakat Melayu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Jangan Malas! Ayah di Depok Diminta Ambil Rapor Anak

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:30 WIB

Buruh di Depok Ingin UMK Naik 6,5 Persen

Kamis, 18 Desember 2025 | 07:30 WIB

BPN Depok Sematkan Pin Emas Kepada Kejari

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:30 WIB
X